Menuju konten utama

Cara Facebook dan Instagram Mencegah Orang Bunuh Diri

Dengan teknologi yang dimiliki, Facebook dan Instagram berupaya mencegah konten negatif hadir dalam platform-nya.

Cara Facebook dan Instagram Mencegah Orang Bunuh Diri
Siluet pengguna seluler terlihat di sebelah layar proyeksi dengan logo Facebook pada foto ilustrasi yang diambil 28 Maret 2018. ANTARA FOTO/REUTERS/Dado Ruvic/Illustration/File Photo

tirto.id - Petugas piket kepolisian Ohio, Amerika Serikat, malam itu menerima panggilan tak biasa dari Facebook. Seorang petugas dari raksasa media sosial itu, sebagaimana diwartakan The New York Times, tiba-tiba meminta petugas menjemput seorang wanita yang tengah berjalan sendirian.

Facebook curiga, unggahan si wanita yang bernada "kesendirian dan bunuh diri" di platform mereka mengindikasikan bahwa ia ingin mengakhiri hidupnya. Petugas merespon cepat dan menjemput wanita yang dimaksud oleh Facebook.

Meskipun sang wanita mengatakan ia tak memiliki pikiran untuk bunuh diri ketika ditemui, polisi meyakini lain. Tak mau berdebat dan mengambil resiko buruk, polisi membawa si wanita ke petugas kesehatan mental profesional di rumah sakit setempat.

Di India, kejadian serupa terjadi. Facebook mengabari kepolisian Mumbai bahwa ada pemuda berusia 21 tahun yang diduga hendak bunuh diri. Alasannya mirip, pemuda itu mengunggah status bernada "keputusasaan."

"Kapanpun kami menerima peringatan soal 'unggahan bernada bunuh diri,' kami akan melakukan segala upaya untuk menyelamatkan nyawa orang yang terlibat. Setiap detik berharga," tegas Akbar Pathan, Wakil Komisaris Kepolisian Mumbai, dilansir Hindustan Times.

Bunuh diri adalah masalah serius. Menurut data World Health Organization (WHO), Hampir 800 ribu jiwa meninggal akibat bunuh diri tiap tahunnya. Ini berarti ada satu bunuh diri di tiap empat detik waktu berjalan. Bunuh diri menjadi sebab kematian terbesar kedua bagi orang-orang berusia 15 hingga 29 tahun, usia yang lazimnya menggunakan Facebook untuk berkomunikasi, termasuk mengabarkan pesan-pesan "keputusasaan."

Pada 2018, atas banyaknya "pesan terakhir" yang diunggah, Facebook berinisiatif mendeteksi mereka yang berpotensi melakukan tindak bunuh diri menggunakan Artificial Intelligence (AI) dengan bantuan para pengguna dan tim pemeriksa konten. Mark Zuckerberg, pendiri sekaligus CEO Facebook, menyatakan bahwa Facebook "telah membantu para responden pertama untuk menolong hampir 3.500 pengguna Facebook yang membutuhkan bantuan di seluruh dunia."

Unggahan tentang kesedihan, kesendirian, melukai diri sendiri, serta komentar semisal "apakah kamu baik-baik saja?" menjadi deteksi awal Facebook melakukan klasifikasi apakah seseorang diduga akan melakukan tindakan bunuh diri atau tidak.

Kala ada unggahan terindikasi terkait bunuh diri, Facebook akan menandai unggahan itu dan dikirim pada tim penilai. Ketika tim penilai menilai bahwa tendensi bunuh diri benar terdeteksi, mereka akan melapor ke pihak-pihak profesional guna melakukan langkah pertolongan.

Sensitivity Screens

Anak usaha Facebook, Instagram turut melakukan hal serupa. Mereka telah memperkenalkan sebuah fitur bernama sensitivity screens.

Sensitivity screens diperkenalkan Instagram selepas memperoleh ultimatum dari Matt Hancock, pejabat kesehatan di Inggris. Ketika itu, banyak pemuda Inggris memanfaatkan Instagram untuk mengunggah konten-konten bernada melukai diri sendiri. Umumnya, tak lama selepas unggahan, pemuda tersebut akan melakukan aksi bunuh diri.

Yang menghentak ialah apa yang terjadi pada Molly Russell. Pada 2017, kala usianya baru menginjak 14 tahun, Russell memilih mengakhiri hidup selepas melihat-lihat konten bernuansa melukai diri di Instagram.

"Menjadi sangat mengejutkan saat kita melihat betapa masih mudahnya konten ini diakses secara daring dan saya yakin jika konten-konten ini dapat membahayakan, terutama pada anak-anak muda," tutur Hancock, seperti dilaporkan The Guardian. "Ini saatnya penyedia layanan media sosial melakukan langkah nyata untuk mengenyahkan konten seperti ini."

Instagram tak merinci bagaimana sensitivity screens bekerja. Namun, tatkala pengguna mengunggah konten bergambar melukai diri atau memanfaatkan tagar #selfharm, Instagram otomatis akan memberikan peringatan. Diguga, sensitivity screens memanfaatkan teknologi komputer bernama computer vision.

Computer Vision

Marvin Minsky, peneliti di Massachusetts Institute of Technology, pada 1966 pernah mengajukan pertanyaan pada mahasiswanya bernama Gerald Jay Sussman: "Bagaimana menghubungkan kamera ke komputer dan membuat komputer menggambarkan apa yang dilihatnya?"

Namun, Larry Roberts dari Massachusetts Institute of Technology yang kemudian menjadi pelopor di bidang computer vision ini. Pada dekade 1960-an, ia mempelajari cara mengekstrasi data tiga dimensi dari perspektif dua dimensi.

T.S. Huang dalam jurnalnya berjudul "Computer Vision: Evolution and Promise" mengungkapkan, computer vision memiliki dua tujuan. Pertama, dari pendekatan biologis, computer vision diharapkan mampu untuk menghasilkan model komputasi dari sistem penglihatan manusia. Kedua, dari pendekatan teknik, computer vision diharapkan mampu membangun sistem otomatis yang dapat melakukan tugas yang dilakukan penglihatan manusia.

Computer vision hingga hari ini belum benar-benar sempurna. Huang mengungkapkan, ketidaksempurnaan computer vision terutama menyangkut perbandingan hasil kerja yang telah dilakukan computer vision dengan hasil kerja yang dilakukan mata manusia.

infografik sensitivity screen

infografik sensitivity screen

Mata manusia dapat mengenali objek dengan berbagai variasi pencahayaan, sudut pandang, ekspresi, dan lain sebagainya dengan terlihat mudah. Computer vision, sementara itu, belum dapat menyamai kemampuan mata manusia tersebut.

Meskipun belum sukses bekerja selayaknya mata manusia, atas kehadiran kecerdasan buatan atau AI, computer vision dianggap akan mendapatkan hasil menjanjikan di kemudian hari. Mengutip The New York Times, computer vision hari ini ibarat seorang bocah kecil yang akan tumbuh besar dan menjadi sosok cerdas.

Sayangnya, meskipun langkah Instagram cukup bagus dalam menghadirkan sensitivity screens, ia tak mampu membuat perempuan berusia 16 tahun asal Malaysia bunuh diri. Memanfaatkan fitur polling, perempuan itu meminta pengikutnya menentukan hidupnya, apakah berlanjut atau tidak. Tragis, sebanyak 69 persen responden memilihnya untuk mati.

"Ini merupakan isu nasional yang harus ditanggapi dengan sangat serius," kata Syed Saddiq Syed Abdul Rahman, Menteri pemuda dan Olahraga Malaysia, dilansir Guardian.

Seperti yang diungkap VP of Product Management Facebook Guy Rosen di TechCrunch, terkait hal ini, Facebook merasa bahwa waktu sangat berharga dan oleh karenanya berusaha memangkas waktu pendeteksian sedini mungkin. "Kita memiliki kesempatan untuk membantu, karena itu kami akan berinvestasi pada bidang ini," sebutnya.

Bunuh diri dan segala problematika yang menyelimutinya adalah hal yang serius. Sejak 2009 hingga 2017, anak muda sekolahan yang memutuskan bunuh diri meningkat 25 persen secara global. Dari 2005 hingga 2014, terdapat peningkatan kunjungan ke klinik depresi yang mencapai 37 persen.

____

Depresi bukanlah persoalan sepele. Jika Anda merasakan tendensi untuk melakukan bunuh diri, atau melihat teman atau kerabat yang memperlihatkan tendensi tersebut, amat disarankan untuk menghubungi dan berdiskusi dengan pihak terkait, seperti psikolog, psikiater, maupun klinik kesehatan jiwa.

Baca juga artikel terkait MEDIA SOSIAL atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara