tirto.id - Catatan kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan jumlah penyelidikan dan penyidikan kasus korupsi selama 2017 lebih banyak dibanding data 2016.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan memaparkan, selama 2017, lembaganya melakukan 114 kegiatan penyelidikan kasus korupsi. Di tahun yang sama, Komisi Antirasuah melaksanakan 118 penyidikan kasus dan 94 kegiatan penuntutan perkara korupsi.
“Itu kasus baru maupun sisa penanganan perkara tahun sebelumnya," kata Basaria saat mengumumkan catata kinerja lembaganya dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (27/12/2017).
Jumlah kegiatan penyelidikan dan penyidikan di tahun ini tersebut meningkat dibandingkan tahun 2016. Pada tahun lalu, penyelidikan KPK hanya menyentuh 96 kasus. Sementara penyidikan menyasar 99 kasus. Jumlah kegiatan penuntutan pada 2016 juga hanya sebanyak 76 perkara.
Basaria mengimbuhkan, angka perkara korupsi yang berhasil ditangani hingga berkekuatan hukum tetap atau inkracht, pada tahun ini juga sedikit lebih baik dari tahun sebelumnya. Pada 2017, ada 73 kasus yang berhasil inkracht, sementara tahun lalu terdapat 71 perkara.
Namun, untuk jumlah perkara yang dieksekusi oleh KPK pada 2017 lebih rendah dibanding 2016. Tahun lalu, KPK mengeksekusi 81 perkara, tapi di 2017 hanya 76.
Catatan akhir tahun 2017 yang dirilis KPK menyimpulkan kasus suap tetap mendominasi perkara korupsi yang ditangani lembaga ini. Tercatat, ada 93 perkara suap yang ditangani KPK di 2017. Jumlah ini meningkat dari 79 kasus pada 2016.
"Diikuti dengan pengadaan barang dan jasa sebanyak 15 perkara serta tindak pidana pencucian uang sebanyak 5 perkara," kata Basaria.
KPK juga mencatat, selama 2017, pelaku korupsi terbanyak berasal dari pejabat birokrasi pemerintahan pusat dan daerah. Tercatat ada 43 perkara korupsi yang melibatkan pejabat eselon 1 hingga 4. Selanjutnya pelaku dari swasta terluibat di 27 perkara. Di peringkat ketiga, para anggota DPR dan DPRD tersangkut di 20 perkara. Sementara 12 perkara lain menyangkut kepala daerah.
Dari ratusan perkara, sekitar 19 perkara merupakan hasil operasi tangkap tangan (OTT), yang selama 2017, meringkus 72 tersangka dari beragam kalangan, mulai penegak hukum, anggota legislatif hingga kepala daerah.
"Jumlah tersebut belum termasuk tersangka yang ditetapkan kemudian dari hasil pengembangan berkas perkara yang bersangkutan (tersangka hasil OTT)," kata Basaria.
Selain menangani perkara sendiri, KPK juga melakukan supervisi dan koordinasi dengan lembaga penegak hukum lain. Saat ini, tercatat koordinasi berkaitan dengan 183 perkara. Jumlah itu lebih baik dari target KPK yang hanya 80 perkara. KPK juga sedang melakukan supervisi pada 289 perkara, atau juga masih lebih baik dari target yang hanya 124 perkara.
Pada 2017, KPK melaporkan menyelamatkan uang negara senilai Rp276,6 miliar. Di data itu, termasuk hibah barang rampasan dengan total sekitar Rp88,6 miliar. Di antara contoh hibah barang rampasan itu ialah gedung museum Batik di Surakarta (Rp49 M) serta tanah dan bangunan untuk ANRI (Rp 24,5M).
Sebagai catatan, total anggaran untuk KPK di APBN 2017 ialah Rp849,53 miliar. Tapi, berdasar laporan KPK, tak semua anggaran bisa terserap.
Misalnya, KPK menerima jatah anggaran senilai Rp16,74 miliar untuk penyidikan dan Rp14,55 miliar untuk penuntutan. Dalam realisasinya, anggaran penyidikan hanya terserap Rp13,92 miliar atau 83,2 persen. Sedangkan penuntutan menelan Rp12,48 miliar atau 85,8 persen dari total pagu.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Addi M Idhom