tirto.id - Memperingati Hari Buruh Internasional atau "May Day", buruh yang tergabung dalam Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia menuntut Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla untuk merealisasikan komitmen Nawacita di bidang ketenagakerjaan.
Hal ini disampaikan oleh Presiden Aspek Indonesia Mirah Sumirat di Jakarta, Senin (1/5/2017). Ia mengatakan Presiden Jokowi menjanjikan komitmen Nawacita berupa penyediaan lapangan pekerjaan yang berkelanjutan.
"Presiden Jokowi harus segera menghentikan rencana penutupan proyek-proyek padat karya karena akan berdampak pada PHK bagi ribuan pekerja. Ini bertentangan dengan komitmen Nawacita karena justru akan menghadirkan pengangguran baru," kata Mirah, seperti dikutip Antara.
Selain itu, menurut Mirah, Aspek Indonesia juga menyuarakan tuntutan kepada pemerintah untuk menghapuskan praktik penggunaan tenaga alih daya dan tenaga kontrak, yang melanggar Undang Undang.
Buruh juga menuntut peningkatan layanan jaminan kesehatan gratis bagi seluruh rakyat Indonesia, serta penerapan jaminan pensiun pekerja yang setara dengan jaminan pensiun untuk pegawai negeri sipil.
Mirah mengatakan pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan, yang tidak pernah dibahas di forum LKS Tripartit Nasional, bertentangan dengan Undang Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003.
Dia juga menyebut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 36 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pemagangan di Dalam Negeri "tidak lebih dari upaya legitimasi atas eksploitasi sumber daya manusia Indonesia yang mengabaikan hak untuk sejahtera."
"PP 36/2016 ini telah memberi hak kepada pengusaha untuk bisa mempekerjakan tenaga magang hingga 30 persen dari jumlah karyawan yang ada di perusahaan, dengan jangka waktu paling lama satu tahun namun bisa diperpanjang lebih dari satu tahun dengan Perjanjian Pemagangan baru, dan tenaga magang hanya diberi uang saku yang besarannya tidak jelas," katanya.
Mirah mengatakan kebijakan-kebijakan itu menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia telah memberlakukan rezim upah murah dengan upah minimum yang tidak lagi berdasarkan hasil survei kebutuhan hidup layak (KHL) dan kemudahan kontrak kerja berkedok pemagangan ditambah kemudahan perekrutan tenaga kerja asing di Indonesia.
Ia menjelaskan bahwa dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 16 Tahun 2015 pemerintah menghilangkan aturan yang mewajibkan Tenaga Kerja Asing (TKA) memiliki kemampuan berbahasa Indonesia.
"Kemudahan dalam berbahasa inilah yang menjadi salah satu sebab membanjirnya TKA, khususnya dari Cina," katanya.
Penulis: Yantina Debora
Editor: Yantina Debora