tirto.id - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) demi menekan penyebaran COVID-19. Imbasnya sejumlah aktivitas industri dan perkantoran diwajibkan beroperasi terbatas agar upaya ini bisa berhasil.
Untuk memperjelas kebijakan itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga memasukkan kriteria perusahaan apa saja yang diperbolehkan tetap beroperasi lewat Peraturan Gubernur (Pergub) nomor 33 tahun 2020.
Beberapa sektor usaha yang diperbolehkan di antaranya kesehatan, bahan pangan/makanan/minuman, energi, komunikasi dan teknologi informasi, keuangan, logistik, perhotelan, konstruksi, industri strategis, pelayanan dasar, utilitas publik dan industri yang ditetapkan sebagai objek vital nasional dan objek tertentu, dan/atau kebutuhan sehari-hari.
Tapi lain di kertas lain di lapangan. Selama lima hari, sejumlah pabrik yang harus menghentikan sementara aktivitasnya masih beroperasi normal. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mencatat, setidaknya ada 9 pabrik di kawasan industri Pulogadung yang masih beroperasi.
Sementara di Kawasan Berikat Nusantara Cakung, sebagian besar pabrik garmen masih berproduksi.
Industri kendaraan roda dua di kawasan Jakarta Utara juga masuk dalam daftar ini. Di daerah Ancol, KSPI mencatat, sebagian pabrik garmen dan ekspedisi masih mengharuskan pegawainya tetap masuk.
“Kami meminta Gubernur dan Aparat keamanan untuk mengecek kebenaran dari laporan tersebut dan mengambil tindakan tegas kepada pengusaha yang tidak mengindahkan peraturan PSBB,” ucap Presiden KSPI Said Iqbal dalam keterangan tertulis, Selasa (14/4/2020).
Karena itu, Said mendesak pemerintah bertindak tegas dan mencabut izin usaha perusahaan dan menutup pintu gerbang pabrik yang melanggar PSBB. Sebab, jika pemerintah gagal menegakkan aturan PSBB di DKI Jakarta, kemungkinan besar kebijakan di daerah lain yang mengajukan PSBB juga tak berjalan.
Ia mencontohkan kawasan lain yang kemungkinan akan tetap beroperasi normal seperti EJIP, JABABEKA, MM 2100 di Bekasi; kawasan industri Cikupa, Balaraja, dan Jatake di Kota Tangerang; serta kawasan industri Citeureup, Gunung Putri, Ciawi, sampai Wanaherang di Bogor.
Sanksi Sulit Diterapkan
Gubernur Anies Baswedan sebenarnya telah mengingatkan soal adanya sanksi pencabutan izin usaha bagi perusahaan yang melanggar PSBB. Sebab, meski sudah berjalan hampir sepekan, kepadatan penumpang di angkutan umum hingga jalan-jalan menuju pabrik tidak terhindarkan.
“Kita pastikan bahwa semua yang tidak tertib akan mendapatkan sanksi, mulai dari pencabutan perizinan sampai dengan sanksi-sanksi lainnya,” ucap Anies seperti dikutip dari Antara, Rabu (15/4/2020).
Namun, upaya ini nampaknya bakal berbenturan dengan kebijakan Kementerian Perindustrian yang membolehkan sejumlah pabrik—di luar kriteria yang ditetapkan Pemprov DKI—tetap beroperasi.
Anggota Komisi IX DPR RI Obon Tabroni pun mempertanyakan penerbitan Surat Keterangan/Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri ini. Menurutnya jika hal ini terjadi maka kerumunan orang baik di jalan maupun di angkutan umum tidak terhindarkan.
“Apa dasar penerbitan surat tersebut? Bagaimana prosesnya? Pasar-pasar kecil ditutup, pedagang tidak boleh berjualan, akses transportasi dibatasi. Tetapi pabrik dibebaskan tetap berjalan. Ini enggak logis,” ucap Obon dalam keterangan tertulis, Rabu (15/4/2020).
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Ketenagakerjaan Bob Azam membenarkan saat ini masih banyak perusahaan yang beroperasi meski ada PSBB. Namun ia memastikan seluruhnya memang masuk dalam kategori yang dikecualikan beroperasi sekaligus punya fungsi melayani masyarakat seperti bank, industri mamin, sampai logistik.
Azam menyatakan kalau selama ini belum ada catatan infeksi atau penyebaran terjadi di pabrik. Menurutnya, pekerja lebih harus waspada saat berada di rumah, lingkungan sekitar, dan transportasi publik yang menumpuk dan ramai. Ia pun mempertanyakan adanya pembatasan frekuensi angkutan umum yang menyebabkan antrean panjang dan penumpukan.
“Jangan langsung tiba-tiba mengatakan banyak yang tidak patuh. Dicek, diteliti dulu di lapangan. Kalau ada yang menyimpang ya tutup saja,” ucap Azam saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (16/4/2020).
Ia juga meminta masyarakat memaklumi pelaku usaha yang mendapat dispensasi dari Kemenperin. Sebab, menurutnya dispensasi itu bersifat terbatas. Kalau pun ada, dispensasi hanya berlaku dalam beberapa hari.
“Saya lihat itu hanya menyelesaikan order-nya saja. April 2020 masih ada order sedikit-sedikit, kontak sudah ditandatangani. Begitu Mei 2020 pasti sudah kosong,” ucap Azam.
Pabrik Harus Beri Fasilitas Tambahan
Ketua Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Mirah Sumirat mengatakan perusahaan yang beroperasi selama PSBB harus tetap memperhatikan keselamatan buruhnya. Kebutuhan masker, hand sanitizer, makanan bergizi, sarung tangan harus disediakan dan jam kerja harus disesuaikan untuk menjaga Kesehatan buruh.
Bila perlu, menurutnya, pemerintah harus mendorong pengusaha menyediakan antar-jemput agar pekerja tidak perlu berdesak desakan di transportasi umum yang saat ini dibatasi.
Jika pelaku usaha itu berada di luar daftar pengecualian, Mirah mendesak mereka meliburkan karyawannya alih-alih meminta dispensasi untuk lebih memperkecil peluang penyebaran.
Menurut Mirah, pekerja yang dirumahkan tidak perlu disediakan masker sampai jemputan. Ia bilang hak pekerja juga tetap harus dijamin seperti THR.
“Jangan seperti contoh buruh di perusahaan pemasok sembako ini. Ada laporan kendala APD misal masker hanya 3 hari, hand sanitizer disuruh hemat-hemat. Ini enggak bagus,” ucap Mirah saat dihubungi reporter Tirto, Kemarin (16/4/2020).
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Hendra Friana