Menuju konten utama

Buni Yani Ajukan Praperadilan di Pengadilan Negeri Jaksel

Buni Yani, tersangka dugaan kasus melakukan ujaran kebencian SARA, mengajukan gugatan praperadilan kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (5/12/2016).

Buni Yani Ajukan Praperadilan di Pengadilan Negeri Jaksel
Tersangka kasus dugaan penyebaran kebencian terkait unggahan video Basuki Tjahaja Purnama, Buni Yani (tengah) didampingi penasehat hukumnya menyampaikan keterangan usai diperiksa di Direktorat Reserse Kriminal Khusus, Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (24/11). Buni Yani dikenakan pencegahan bepergian keluar negeri selama 60 hari kedepan dan tidak dilakukan penahanan. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari.

tirto.id - Buni Yani, tersangka dugaan kasus melakukan ujaran kebencian SARA, mengajukan gugatan praperadilan kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (5/12/2016).

Pengacara Buni Yani, Aldwin Rahadian, menyampaikan bahwa pihaknya akan melakukan perlawanan secara hukum terkait kasus yang disangkakan kepada kliennya.

"Kami akan sampaikan gugatan permohonan praperadilan soal penetapan Pak Buni sebagai tersangka juga proses penangkapan yang dilakukan Polda Metro Jaya," kata Aldwin Rahadian seperti dikutip Antara.

Aldwin beralasan praperadilan kliennya karena pihaknya menilai ada hal yang tidak lazim menyangkut prosedur dan hukum acara ketika penangkapan dan penetapan status tersangka. "Kami anggap ini ada hal yang terlewati menurut KUHAP juga Peraturan Kapolri. Jadi kemudian ini yang akan kami mohonkan," tuturnya.

Ia juga mengatakan soal prosedur secara formil hukum acara bagaimana penangkapan itu terjadi dan bagaimana sampai klien kami menjadi tersangka. "Ini kan perlu ada pengujian apakah prosesnya sudah betul begitu, yang menurut kami ada hal yang tertinggal atau dilanggar. Kita sama-sama nanti bisa mengujinya di sini (PN Jakarta Selatan)," ujarnya.

Pengacara Buni Yani lainnya, Unoto Dwi Yulianto, menambahkan bahwa nama kliennya sebagai saksi tidak ditulis dalam surat perintah penyidikan (sprindik) sebagai dasar hukum pemanggilan.

"Kemudian kami menganggap bahwa tidak ada perbuatan melawan hukum terkait yang dilakukan Pak Buni Yani. Terkait dengan status tersangka, ada proses bahwa ketika Pak Buni Yani diperiksa sebagai saksi beberapa saat kemudian langsung ditangkap sedangkan proses pemeriksaan sebagai tersangka belum dilakukan," tuturnya.

Oleh karena itu, kata Unoto, penangkapan dilakukan terlebih dahulu sebelum proses pemeriksaan.

"Sedangkan untuk penangkapan yang bukan tangkap tangan, harus ada pemanggilan sesuai dengan Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 dan 2009 tentang manajemen penyidikan dan pengawasan dan pengendalian penyidikan pidana," ucap Unoto.

Sebelumnya, Penyidik Polda Metro Jaya tidak menahan tersangka BUni Yani dalam kasus dugaan penyebaran informasi yang menimbulkan permusuhan terhadap perseorangan atau kelompok berdasarkan SARA. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Awi Setiyono di Jakarta pada Kamis (24/11) menyampaikan bahwa Buni Yani tidak tihak karena penyidik secara obyektif menilai Buni kooperatif dan menjawab seluruh pertanyaan saat menjalani pemeriksaan. Secara subyektif, Buni tidak akan melarikan diri, tidak menghilangkan barang bukti dan tidak mengulangi perbuatan yang sama.

"Kita sudah lakukan upaya pencegahan pergi ke luar negeri selama 60 hari ke depan," ujar Awi.

Penyidik menetapkan tersangka terhadap Buni Yani yang dijerat Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman maksimal enam tahun penjara dan atau denda maksimal Rp1 miliar.

Baca juga artikel terkait KASUS UJARAN KEBENCIAN atau tulisan lainnya dari Agung DH

tirto.id - Hukum
Reporter: Agung DH
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH