tirto.id - Klub sepak bola asal Wales, Wrexham, asing bagi sebagian besar publik Indonesia. Kita lebih familier dengan nama-nama seperti Liverpool, Chelsea, atau Manchester United jika menyebut klub sepakbola seantero Britania Raya. Mereka hanya berkompetisi di Liga Nasional atau divisi lima dalam tingkatan liga yang dinaungi oleh FA (Football Association) Inggris. Wrexham juga tidak pernah berhasil menembus kasta tertinggi liga, Premier League, sejak bergulir pada 1992.
Namun mereka memiliki basis pendukung setia. Ketika untuk pertama kalinya menang dalam drama adu penalti di kompetisi FA Trophy pada 2013, sebanyak lebih dari 35 ribu penonton memadati stadion. Kemenangan Wrexham--yang di mata sebagian orang hanyalah tim pinggiran--sangat berharga bagi orang-orang Wales sendiri. “Kesuksesan tim bukan hanya baik bagi Wrexham, tapi juga berita baik bagi sepak bola Wales,” kata First Minister Wales dan pemimpin Partai Buruh, Carwyn Howell Jones, dilansir BBC.
Di penghujung 2020, Direktur Wrexham Spencer Harris mendapatkan informasi bahwa ada tawaran perubahan kepemilikan. Sejak 2011, Wrexham dikuasai oleh suporter sendiri melalui Wrexham Supporters Trust (WST). Mengingat saat itu mereka sedang mengalami masalah finansial, tidak heran jajaran direktur segera menyetujui dan menandatangani perjanjian tertutup dengan pihak terkait.
Saat itu mereka belum sadar bahwa investor yang tertarik adalah dua artisHollywood: pemeran Deadpool Ryan Reynolds dan Rob McElhenney. Sebanyak 2 juta pound sterling telah mereka keluarkan hanya untuk peremajaan stadion dan pembangunan infrastruktur lain.
Di Indonesia, tren pembelian klub bola ini juga merebak. Para pesohor, artis atau influencer yang awalnya nampak seperti penggemar biasa, berbondong-bondong membeli klub dari berbagai kasta.
Atta Halilintar, youtuber dengan jumlah subscriber mencapai 27,6 juta, mengakuisisi saham PSG Pati, klub pendatang baru Liga 2, awal Juni lalu. Nama PSG Pati kemudian dipermak ulang menjadi AHHA PS Pati FC. Nama itu merupakan akronim dari Atta Halilintar dan rekannya Putra Siregar, pemilik PStore.
Sebelum Atta, ada artis Raffi Ahmad bersama pengusaha Rudy Salim yang membeli klub bola Cilegon United FC dengan nilai lebih dari Rp300 miliar, akhir Mei kemarin. Nama klub bola pun diubah menjadi RANS Cilegon FC yang merupakan akronim dari Raffi Ahmad Nagita Slavina (istri Raffi).
Kaesang Pangarep tak ketinggalan. Anak Presiden Joko Widodo ini membeli klub asal kota kelahirannya, Persis Solo.
Jika Raffi, Atta, dan Kaesang bergumul di Liga 2, artis Gading Marten mengakuisisi saham Persikota Tangerang, klub Liga 3, juga awal Juni ini.
Pada Mei lalu artis Baim Wong juga dikabarkan ingin membeli klub sepak bola. Namun sampai sekarang belum jelas apa klub yang dia beli.
Dari Bisnis sampai Politis
“Wrexham adalah klub tertua ketika di bumi dan kami tidak melihat alasan mengapa klub ini tidak mendunia. Kami ingin Wrexham terkenal,” Reynolds menjelaskan alasannya membeli klub ini.
Wrexham memang memiliki daya tarik tersendiri. Berdiri pada Oktober 1864, mereka adalah klub sepak bola tertua di Wales dan klub sepak bola profesional ketiga tertua di dunia. Wrexham memegang rekor juara Piala Wales sebanyak 23 kali, unggul dari klub yang pernah mencapai EPL seperti Swansea dan Cardiff City.
Tentu pernyataan bernada filantropis Reynolds bukan satu-satunya alasan mengapa klub di liga bawah menarik untuk dibeli. Tobias Carroll dalam Insidehook mengatakan ketika seorang pesohor berinvestasi di klub sepak bola, di atas segala yang dikatakan, investasi adalah alasan yang paling tak dapat dielakkan. Atta Halilintar sendiri mengakui bahwa alasan dia membeli klub bola adalah bisnis.
Wrexham juga berpeluang meneken kontrak film doku-seri dengan Netflix. Jika ada delapan episode saja dengan bayaran per jam 300 ribu pound sterling, maka Wrexham bisa mendapat dana segar 2,4 juta. Dengan promosi dari Reynolds, Bloomberg memperkirakan keuntungannya bisa lebih tinggi lagi.
Selain itu, “mereka mengonsolidasikan personal brand sambil juga mendiversifikasi portofolio,” katanya. Tidak heran artis-artis Indonesia yang mengakuisisi klub narsis dengan mengemas ulang nama kesebelasan dengan nama mereka sendiri.
Alasan serupa ada di balik aksi serupa yang dilakukan para orang kaya. Pengusaha Erick Thohir juga membeli saham klub Inter Milan pada 2013. Dalam laporan yang dikeluarkan PwC pada 2017, 109 biliuner setidaknya menguasai 140 merek olahraga dunia. “Miliarder mengalihkan perhatian mereka ke olahraga” catat PwC.
Namun, membeli klub bola sebenarnya bukan investasi yang benar-benar menjanjikan, kata mereka. Mereka, terutama klub-klub kecil, mungkin tidak mendapat uang hadiah juara, tidak mendapat dana dari hasil penjualan suvenir dan tiket, dan tidak mendapat banyak iklan. Kesimpulan ini sejalan dengan penilaian BBC bahwa investasi di sepak bola cenderung tidak stabil.
Simon Jordan, mantan pemilik klub asal Inggris Crystal Palace, adalah salah satu korbannya. Pada 2000 dia mempunyai uang 75 juta pound sterling dan memutuskan melempar 10 jutanya untuk membeli Crystal Palace. Pada 2012, dia mengaku malah kehilangan uang lebih banyak dari investasi. Setidaknya 40 juta pound sterling hangus saat dia memimpin Crystal Palace.
Dari sini jelas bahwa pundi-pundi uang tidak akan bertambah jika orang hanya murni berinvestasi di klub tanpa punya lini bisnis atau hal-hal lain yang terpengaruh dengan keberadaan klub tersebut.
Jadi mengapa masih berinvestasi?
Membeli klub bisa membuat orang-orang kaya ini terhubung dan punya kedekatan dengan calon rekan bisnis. Inilah yang disasar oleh orang-orang kaya tersebut.
“Memiliki klub olahraga lebih dari sekadar proyek prestise atau bisnis,” kata laporan itu. Seorang miliarder bahkan mengatakan bahwa “Anda tidak benar-benar membeli klub olahraga untuk keuntungan finansial,” tapi dengan memiliki klub olahraga mereka sama dengan “membuka pintu bagi orang-orang luar biasa -Anda duduk di meja dengan para bintang, syekh, pengusaha terkenal.”
“Di Amerika dan beberapa lokasi di Eropa, ini kesempatan untuk mempromosikan komunitasmu dan membentuk warisan bahwa kamu adalah orang yang mendorong kemajuan klub untuk sukses,” catat PwC.
Manfaat terakhir ini tampak jelas dari contoh kasus Roman Abramovich pemilik Chelsea dan Sheikh Mansour si bos besar Manchester City. BBC menulis ketika Abramovich menggelontorkan begitu banyak uang, pada saat yang sama ia “menjadi sosok yang sangat dikenal di seluruh dunia.”
Dalam konteks negara pun demikian. Entitas bisnis negara Timur Tengah seperti Qatar dan Uni Emirat Arab merupakan investor terbesar klub sepak bola sekarang. Sepak bola menjadi cara mereka untuk memperluas merek sembari juga bersaing satu sama lain. Dengan cara itu Qatar bahkan bisa menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022 mendatang dan mungkin menghasilkan pemasukan lebih besar lagi.
Dengan melihat berbagai contoh di atas, alasan pembelian klub sepak bola tentu tidak sesederhana analisis Menpora Zainuddin Amali yang menyatakan “karena sepak bola kita mulai dipercaya oleh masyarakat.”
Memperluas jaringan dan citra ke ratusan juta penikmat sepak bola, membuat konten, dan membuat film serial sangat mungkin dilakukan, yang semuanya menguntungkan secara ekonomi, hingga kian mendekatkan diri dengan orang-orang penting.
Editor: Rio Apinino