tirto.id - Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (BTP) ternyata belum kapok menjadi politikus. Setelah sempat menjalani hukuman penjara dan dikabarkan pensiun dari dunia politik, BTP diam-diam memilih bergabung dengan PDIP.
Kartu Tanda Anggota PDIP untuk Ahok diberikan dua hari setelah ia bebas dari tahanan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok. Bergabungnya bekas narapidana kasus penodaan agama ini ke “kandang banteng” memantik pertanyaan apakah ia akan memberi insentif elektoral kepada PDIP dan juga Joko Widodo (Jokowi) atau malah sebaliknya?
Pengamat politik dari Universitas Paramadina Jakarta Hendri Satrio menilai meski Ahok punya pendukung fanatik namun hal ini tidak serta merta menguntungkan PDIP dan Jokowi. Sebab menurutnya memori kolektif publik terhadap kasus penodaan agama yang pernah mendera BTP dalam kasus surah Almaidah belum sepenuhnya bisa diberesi Jokowi. "Terutama karena Jokowi belum bisa menyelesaikan residu politik di tahun 2017," ucapannya kepada Tirto, Sabtu (9/2/2019).
BTP menyempatkan sowan kantor DPD PDI-P di Denpasar pada Jumat (8/02/2019) kemarin. Di sana ia disambut antusias oleh kader-kader Megawati Sukarnoputri. Beberapa yang terlihat mendampingi BTP antara lain Gubernur Bali Wayan Koster, Bupati Denpasar Gusti Ngurah Gede Agung serta ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wirayatama.
"Beliau selaku anggota PDI Perjuangan tentunya bersilahturahmi dengan kita anggota PDI Perjuangan Bali," ujar Adi seperti dikutip dari Antara.
Hendri mengatakan pilihan BTP mendaftar sebagai kader PDIP di Bali adalah strategi jitu. Di Bali kasus hukum BTP relatif bisa diredam sehingga memperkuat tambahan suara partai maupun Jokowi di sana. Ini karena mayoritas warga Bali beragama non-muslim, dan tidak terpengaruh dengan rekam jejak BTP sebagai bekas napi kasus penodaan agama.
"Ahok harus dipuji kehati-hatiannya pada saat join ke PDIP. Yang dipilih justru Bali yang kontroversinya paling rendah. Itu menurut saya perhitungan yang cukup matang," ujarnya.
Merangkul pemilih muslim memang menjadi salah satu tantangan sekaligus persoalan serius bagi kader PDIP sekaligus capres nomor urut 02 Jokowi. Sejak kasus penodaan agama oleh BTP bergulir hingga ke aras nasional, Jokowi menjadi pihak yang kerap dipojokkan oleh lawan-lawan politiknya. Survei terakhir yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia Denny J.A pada 18-25 Januari 2019, dengan melibatkan 1.200 responden mengatakan suara Jokowi turun dari angka 52,7 persen di Agustus 2018 menjadi 49,5 persen di akhir Januari. Sebaliknya kedipilihan Prabowo di kalangan pemilih muslim justru menguat.
Sisi lain Hendri mengatakan terlalu berisiko bagi PDIP jika bekas kader Gerindra itu ditempatkan sebagai tim pemenangan dalam kampanye Jokowi-Ma'ruf. Ia mengatakan cara terbaik yang saat ini bisa dilakukan PDIP untuk memanfaatkan elektabilitas BTP hanya dengan menempatkannya di daerah dengan basis pemilih non-muslim. "Cara yang bisa dipakai PDIP adalah Ahok jangan masuk ke Jawa," tegasnya.
Politikus PDIP Maruar Sirait berpendapat rekam jejak BTP sebagai mantan napi tak akan membuat elektabilitas partainya merosot. Sebaliknya, ia percaya BTP justru bisa memberi kontribusi signifikan menambah suara partai maupun pasangan Jokowi-Ma'ruf baik dari kalangan pemilih non-muslim dan muslim.
Asalkan, kata Maruarar, BTP mau meniru sosok Jokowi yang dinilainya lebih lebih dekat dengan masyarakat (merakyat) dan punya relasi baik dengan para pemuka agama.
Dengan strategi ini, ia yakin posisi BTP akan selalu dibutuhkan partai. "Saya katakan supaya dia belajar dari mas Jokowi. Gimana dia dekat dengan tokoh-tokoh agama. berkarakter Pancasila, menjaga kerukunan. melakukan pendekatan manusiawi, tapi tetap tegas," tuturnya.
Menurut Maruar BTP harus belajar dari kasus hukum yang pernah menimpanya sebagai pembelajaran menjadi pejabat publik. “Dalam dua tahun ini di penjara saya harap dia melakukan instrospeksi. Apa yang sudah baik kerja keras dan sebagainya dilanjutkan. Bagaimana bisa lebih mengendalikan emosi dan banyak mendengar," ucap Maruar.
Wakil Ketua Umum Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menilai masuknya BTP ke PDIP tak akan banyak berpengaruh bagi elektabilitas Prabowo-Sandiaga maupun Joko Widodo-Ma'ruf Amien.
Menurutnya, elektabilitas ditentukan oleh kerja kolektif masing-masing tim di kedua pihak, dan tidak bergantung pada sosok satu orang. "Ya mungkin sudah diperhitungkan (oleh PDIP), tapi enggak banyak berpengaruh. Apakah itu baik untuk BPN? Ya kita lihat nanti," ujarnya saat dihubungi Tirto, Sabtu (9/2/2019).
Dasco juga berpendapat bahwa masuknya kembali BTP ke kancah politik nasional merupakan hak politiknya sebagai warga negara. Namun, kata wakil ketua umum Gerindra tersebut, bekas rekan satu partainya itu mau mengakui pernah punya "dosa" di masa lalu, yakni kasus penistaan agama.
"Selama hak politiknya tidak dicabut sama pengadilan kan sah-sah aja. Yang penting dia declair, mantan narapidana, gitu kan, biar fair," ucap Dasco.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Jay Akbar