tirto.id - Badan Pusat Statistik (BPS) masih mengumpulkan data transaksi perdagangan perusahaan e-commerce di Indonesia. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, data tersebut pun belum bisa dirilis tahun ini lantaran baru sedikit perusahaan yang berpartisipasi dalam survei yang dilakukan instansinya.
"Yang untuk e-commerce kita masih butuh waktu. Agak susah karena memang ini sesuatu yang baru. Di negara manapun punya kendala untuk ajak partisipasi pelaku e-commerce," ujarnya di hotel Swissbell, Jakarta Pusat, Senin (26/11/2018).
Hingga saat ini, BPS baru mendata transaksi perdagangan dari sekitar 20 perusahaan e-commerce di Indonesia. Tak hanya transaksi perdagangan, BPS juga bakal merekam data terkait penanaman modal asing dan dalam negeri serta teknologi yang digunakan.
Dari data tersebut, kaya Suharyanto, instansinya bakal mengklasifikasikan e-commerce ke dalam beberapa kategori seperti marketplace, transportasi, logistik, dan pembayaran. "Data ini memang penting untuk menyusun bagaimana big picture dari e-commerce Indonesia," imbuhnya.
Dengan adanya rekam data perusahaan-perusahaan e-commerce di Indonesia, maka perumusan kebijakan yang dilakukan pemerintah terkait perdagangan daring tersebut dapat lebih tepat sasaran.
"Kami harapkan pelan-pelan (bertambah). Kalau sekarang paling kami dapat patern-patern besarnya saja, misal, komoditas yang paling banyak dibeli lewat online adalah yang berkaitan dengan fashion, alat kecantikan, alat elektronik, tiket, pemesanan hotel dan sebagainya," tuturnya.
Suharyanto berharap, para pelaku e-commerce dapat lebih kooperatif dan berpartisipasi dalam rekam data yang dilakukan BPS. Sebab, BPS merupakan lembaga yang independen dan berkewajiban dalam memastikan perlindungan terhadap data-data tersebut.
"Sebene]arnya teman-teman pelaku e-commerce sudah banyak yang memberikan data data. Tapi yang masuk meski pelaku utama tapi menurut kita masih kurang. Jadi nampaknya saya masih perlu duduk lagi dengan teman-teman pelaku untuk menunjukkan bahwa data ini memang penting," ungkap dia.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Yantina Debora