tirto.id - Pelaksana Tugas Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti, membeberkan alasan harga beras masih mahal di pasaran meski Presiden Joko Widodo (Jokowi) rajin memberi bantuan sosial (bansos) pangan.
Menurut Amalia, kenaikan harga beras di pasaran disebabkan oleh kebijakan beberapa negara produsen yang membatasi ekspor beras untuk memenuhi kebutuhan domestik. Hal ini mengakibatkan kelangkaan pasokan beras di pasar global.
“Harga beras yang tinggi karena memang pertama kembali lagi ini dipengaruhi oleh suplai yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan demand [permintaan]. Karena beberapa negara menahan dari ekspor berasnya," kata Amalia dalam konferensi pers rilis data inflasi, Jakarta, Kamis (1/2/2024).
Tak hanya itu, peningkatan harga beras juga dipengaruhi oleh produksi yang lebih rendah dibandingkan dengan beberapa wilayah produsen utama, yang disebabkan oleh faktor cuaca yang buruk akibat El Nino yang berkepanjangan.
"Sementara itu kalau di dalam negeri juga panen beras yang relatif lebih rendah dikarenakan faktor cuaca El Nino," tutur Amalia.
Dalam catatan BPS, Amalia memproyeksikan produksi beras untuk periode Januari sampai dengan Februari 2024 masih lebih rendah dibandingkan permintaan di masyarakat. Namun, dia tidak menyebutkan data produksi beras untuk periode tersebut secara rinci.
“BPS memperkirakan bahwa produksi beras masih relatif lebih rendah dibandingkan dengan konsumsi atau terjadi defisit sesuai dengan angka yang kami peroleh," ucapnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo akan kembali memberikan bantuan pangan berupa beras 10 kilogram per bulan kepada sekitar 22 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Bantuan tersebut akan digelontorkan hingga Juni 2024.
“Yang paling penting bapak ibu, Januari, Februari, Maret, April, Mei, Juni diberikan bantuan,” ucap Jokowi dikutip dari keterangan tertulis, Selasa (30/1/2024).
Jokowi juga akan menambah lagi bantuan beras tersebut hingga periode yang belum ditentukan. Penambahan bantuan beras akan mengacu pada kesiapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setelah melalui pertimbangan.
“Sementara sampai Juni. Nanti kalau APBN kita hitung-hitung cekap [cukup], bisa dilanjutkan lagi," kata Jokowi.
Penulis: Faesal Mubarok
Editor: Anggun P Situmorang