tirto.id - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) berhasil mengembangkan teknologi bernama Ex-Vitro untuk memproduksi bibit kentang bermutu yang berharga murah.
Teknologi ini sekarang mulai disebarkan oleh BPPT di kawasan pertanian kentang yang menempati dataran tinggi Dieng, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Para petani di sana menerima pelatihan mengenai praktek pembibitan model Ex-Vitro.
Kepala BPPT, Unggul Priyanto mengatakan teknologi itu bekerja dengan memperbanyak jumlah bibit kentang, yang tetap memiliki sifat induknya, dengan cara lebih sederhana dibandingkan biasanya. Unggul juga mengklaim teknologi Ex-Vitro akan menekan biaya pembibitan kentang.
"Petani juga bisa memanfaatkannya meskipun dengan keterbatasan alat maupun pengetahuan," kata dia seusai membuka pelatihan teknologi Ex-Vitro bagi petani di Wonosobo pada Jumat (20/1/2017) seperti dikutip Antara.
Dalam perhitungan Unggul,selama ini sekitar 30 persen dari total biaya budidaya kentang selalu habis untuk pengadaan bibit. Sementara bila petani memakai teknologi Ex-Vitro, anggaran pengadaan bibit kentang bisa dipangkas jadi 15 persen dari total biaya budidaya saja.
"Melalui teknologi Ex-Vitro, diharapkan petani mendapat bibit yang kualitasnya lebih bagus, perbanyakannya juga lebih cepat, lebih sederhana, dan biaya lebih rendah," kata Unggul.
Adapun Deputi Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi BPPT, Eniya Listiyani Dewi mencatat kebutuhan benih kentang rata-rata per tahun di Indonesia saat ini sebanyak 108 ribu ton untuk lahan pertanian seluas 72.000 hektare. Sayangnya, stok benih kentang bersertifikat nasional baru mencapai 15 persen dari total kebutuhan
Karena biaya pengadaan benih kentang mahal, kata Eniya, mayoritas petani memilih menyisihkan sebagian hasil panennya untuk benih musim tanam berikutnya. Akibatnya, produksi kentang terus menurun. Oleh karena itu, peningkatan mutu benih lokal sangat diperlukan untuk menghindari penurunan produksi petani dan ketergantungan terhadap benih impor.
“Masalah utama dalam produksi kentang ialah mahalnya harga bibit, karena sulitnya mendapatkan lahan bersih dari penyakit tular tanah untuk produksi benih, padahal perkiraan biaya penggunaan bibit kentang di beberapa negara berkembang mencapai 55 persen dari total biaya produksi usaha tani kentang,” kata Eniya.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom