tirto.id - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melaporkan produk obat sirup dari lima perusahaan farmasi mengandung cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) 433-702 kali melebihi ambang batas aman. Lima perusahaan farmasi itu adalah PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries, PT Afi Farma, PT Samco Farma, dan PT Ciubros Farma.
Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito mengatakan ambang batas aman cemaran EG dan DEG pada bahan baku misal propilen glikol (PG) telah ditetapkan kurang dari 0,1 persen. EG merupakan cemaran yang dapat menimbulkan gangguan ginjal akut hingga kematian apalagi melebihi ambang batas.
“[Temuan itu] dari hasil pengawasan dan pengujian terhadap produk jadi dan bahan baku sebelumnya pada 5 IF (Industri Farmasi)," tulis BPOM dalam keterangan resmi yang dikutip pada Jumat (18/11/2022).
BPOM telah memberikan sanksi administratif kepada lima perusahaan tersebut berupa pencabutan sertifikat cara pembuatan obat yang baik (CPOB), pencabutan izin edar produk obat sirop, penghentian kegiatan produksi, penarikan semua obat sirop dari peredaran, dan pemusnahan semua persediaan (stock) obat sirop.
Selain itu, BPOM juga telah memberikan sanksi administratif berupa pencabutan sertifikat cara distribusi obat yang baik (CDOB) terhadap dua pedagang besar farmasi (PBF) yang terlibat dalam peredaran bahan baku PG yang tidak memenuhi syarat (TMS). Kedua PBF ini adalah PT Megasetia Agung Kimia dan PT Tirta Buana Kemindo.
BPOM menerangkan bahwa saat ini tingkat maturitas perusahaan farmasi masih perlu ditingkatkan, utamanya pada 24 persen IF yang tingkat maturitasnya minimal. Untuk itu, mereka akan melakukan prioritas pembinaan pada perusahaan farmasi tersebut.
“Penilaian maturitas IF, selain penerapan CPOB juga akan mencakup kriteria rekam jejak industri, penerapan farmakovigilans, good registration management (manajemen registrasi yang baik), dan good clinical practice (cara uji klinik yang baik),” tulis BPOM.
Perusahaan farmasi sebagai pemegang izin edar obat bertanggung jawab terhadap mutu, keamanan, dan khasiat produk, termasuk mutu bahan baku yang digunakan, serta wajib melakukan pemantauan khasiat, keamanan, dan mutu obat selama obat diedarkan dan wajib melaporkan hasilnya kepada BPOM.
Perusahaan farmasi juga mesti mematuhi ketentuan, standar, dan regulasi yang berlaku antara lain Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, dan Peraturan BPOM Nomor 24 Tahun 2017 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI telah menyimpulkan obat sirup mengandung cemaran EG dan DEG melebihi ambang batas aman menjadi penyebab kasus gagal ginjal pada anak.
"Kami berkesimpulan bahwasanya gagal ginjal akut yang selama ini terjadi yang dimulai kenaikannya pada bulan Agustus akhir, naik pada bulan September dan Oktober, itu disebabkan karena intoksikasi zat etilen glikol dan dietilen glikol yang ada atau tercampur di dalam obat sirup yang diminum oleh anak-anak,” ujar Juru Bicara Kemenkes RI Mohammad Syahril dalam konferensi pers daring, Rabu (16/11/2022).
Syahril menuturkan kesimpulan tersebut didapatkan setelah dilakukan kajian serta penelitian mendalam oleh Kemenkes, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), epidemiolog, dan ahli forensik khusus toksikolog.
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Gilang Ramadhan