Menuju konten utama

BPH Migas Pesimistis Harga Gas Bisa Turun pada April 2020

Penerapan Perpres 40 tahun 2016 agar harga gas menjadi 6 dolar AS per MMBTU pun berpotensi mundur.

BPH Migas Pesimistis Harga Gas Bisa Turun pada April 2020
Petugas memeriksa pengoperasian Rig (alat pengebor) elektrik D-1500E di Daerah operasi pengeboran sumur JST-A2 Pertamina EP Asset 3, Desa kalentambo, Pusakanagara, Subang, Jawa Barat, Selasa (4/2/2020). ANTARA FOTO/M Ibnu Chazar/hp.

tirto.id - Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas pesimistis penurunan harga gas yang diminta pelaku usaha bisa terealisasi tepat waktu di April 2020. Pasalnya ada bermacam proses yang harus dikerjakan sehingga tenggat waktu itu diperkirakan bakal meleset.

Penerapan Perpres 40 tahun 2016 agar harga gas menjadi 6 dolar AS per MMBTU pun berpotensi mundur.

“Jadi gini kan, sekarang sudah di pertengahan Februari 2020, sementara targetnya di akhir Maret 2020 harus selesai, Ini kan, mencakup beberapa sektor,” ucap Anggota Komite BPH Migas Jogi Prajogjo kepada wartawan saat ditemui di DPR RI, Selasa (18/2/2020).

Jogi menyatakan ada sejumlah kaidah yang harus dilalui BPH Migas, antara lain proses verifikasi capital expenditure (capex), operational expenditure (opex), dan sampai Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).

Prosesnya juga mencangkup public hearing untuk mendengar masukan para pemangku kepentingan. Hal ini untuk mendengar pendapat dan tanggapan apabila BPH Migas menetapkan biaya transmisi gas yang baru atau toll fee.

“Setelah itu baru diputuskan,” ucap Jogi.

Dari penurunan harga gas melalui toll fee juga tidak mudah. Masalahnya, jumlah pipa distribusi yang dimiliki PGN katanya berjumlah banyak sekali.

Alhasil, ia menilai tugas BPH Migas menghitung biaya distribusi pipa yang jumlahnya besar ini akan sulit dilakukan, apalagi waktu tugas dari Kementerian ESDM sangat pendek.

“Ratusan ruas. Pengalaman BPG Migas menetapkan satu ruas pipa transmisi saja itu memakan proses lama,” ucap Jogi.

“Bagi kami tidak sanggup,” tambahnya.

Jogi menyatakan kendala lainnya juga terkait ketersediaan data. Ia bilang apabila data tergolong lengkap sejak pembangunan sampai operasi atau onstream maka proses verifikasi bisa cepat sampai sekitar satu bulan. Namun, bila tidak lengkap maka akan jadi masalah.

“Masa kami semena-mena kasih tarif distribusi. Kami tidak pernah mau menggunakan metode yang tidak masuk akal. Kami sudah punya kaidah,” ucap Jogi.

Ketua Forum Industri Pengguna Gas Bumi Achmad Safiun mengatakan selama Perpres 40 tahun 2016 tak kunjung berlaku maka akan menimbulkan ketidakpastian berusaha. Belum lagi katanya pemerintah ingin banyak investor masuk.

“Sekarang Industri sarung tangan latex tinggal 6 pada mati karena harga gasnya mahal. Di Sumatera 9 dolar AS per MMBTU, harga di Malaysia hanya 4 dolar AS per MMBTU,” ucap Achmad kepada wartawan saat ditemui di DPR RI, Selasa (18/2/2020).

Baca juga artikel terkait HARGA GAS INDUSTRI atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Bisnis
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Gilang Ramadhan