Menuju konten utama

Borobudur Writers & Cultural Festival 2017 Angkat Soal Keberagaman

Borobudur Writers & Cultural Festival 2017 mengangkat tema Gandawyuha dan Pencarian Religiusitas Agama-agama Nusantara

Borobudur Writers & Cultural Festival 2017 Angkat Soal Keberagaman
Konferensi Pers Borobudur Writers & Cultural Festival 2017. tirto.id/ Uteng Iskandar

tirto.id - Borobudur Writers & Cultural Festival (BWCF) akan kembali digelar pada 23-25 November 2017 di Yogyakarta dan Magelang. Acara ini mengangkat tema Gandawyuha dan Pencarian Religiusitas Agama-agama Nusantara.

Pada pehelatan BWCF ke-6 kali ini akan digelar sejumlah acara, di antaranya adalah seminar, pentas kolaborasi tari-rupa-musik, musik, pembacaan puisi, meditasi pagi, pemutaran film, pameran foto, pesta buku, dan pemberian penghargaan.

Tema sentral dari seminar ini adalah soal keberagaman dalam hal berkeyakinan. Salah satu tema yang diangkat dalam seminar adalah “Pengalaman Ketuhanan Penghayat dan Religi Nusantara”. Sesi ini akan membahas adanya agama-agama yang ada di nusantara.

“Agama yang tumbuh secara lokal, tetapi juga meluas secara mondial. Mereka adalah Parmalim, Kejawen, Sunda Wiwitan, Lamaholot, Marapu, Kaharingan, dan masih banyak lagi. Dalam konteks keberagaman, nusantara tampak sebagai taman bunga keyakinan,” tulis Mudji Sutrisno dalam siaran pers-nya.

Tema lainnya adalah “Dari Katholik, Konghucu, Budha hingga Islam Nusantara” yang juga membahas dialog dalam tataran teologi dari agama Katholik, Buddha, Islam Nusantara dan Konghucu.

“Dalam sesi ini agama selalu membangun dialog dengan konteks budaya, dengan keyakinan lain, dalam rangka mencari kebenaran. Dalam pencarian itu tersirat kuat adanya keberagaman,” lanjutnya.

Perhelatan yang merupakan upaya mengangkat khazanah pengetahuan dan peradaban nusantara ini dihadiri sejumlah pihak, antara lain para budayawan, akademisi di dalam maupun luar negeri, peneliti, jurnalis, penulis, novelis, penyair, seniman, musisi, mahasiswa, pelajar, dan masyarakat.

Dalam agenda ini juga akan diselenggarakan pentas seni yang akan menampilkan rangkaian kolaborasi seni rupa-tari-musik, pembacaan puisi, dan pentas tari.

“Secara tematik pentas ini berkaitan dengan tema utama festival, yaitu pencarian kepada hakikat tertinggi dari kehidupan. Dan pada saat yang sama merayakan adanya keberagaman di dalamnya,” tulisnya.

Di ujung perhelatan BWCF 2017 akan diserahkan Sang Hyang Kamahayanikan Award kepada sosok yang selama ini mendedikasikan diri dalam penelitian Candi Borobudur, tempat Gandawyuha terpatri 1.000 tahun lebih.

Penghargaan ini merupakan apresiasi kepada mereka yang dengan setia melakukan penelitian Candi Borobudur. Penelitian ini dianggap menambah khazanah berharga bagi peradaban nusantara.

Setiap perhelatan BWCF selalu hadir tidak kurang 350 orang untuk saling bertukar pemikiran, bertukar karya buku, dan yang tidak kalah penting adalah memperkukuh persahabatan di antara sesama.

Acara ini diawali di Hotel Grand Inna Malioboro, Yogyakarta. Selanjutnya di Hotel Manohara, dan pentas seni di Taman Aksobya, Lapangan Kenari di Kompleks Candi Borobudur, Magelang, dan diakhiri di Hotel Royal Ambarrukmo, Yogyakarta.

Baca juga artikel terkait BOROBUDUR atau tulisan lainnya dari Yulaika Ramadhani

tirto.id - Gaya hidup
Reporter: Yulaika Ramadhani
Penulis: Yulaika Ramadhani
Editor: Yulaika Ramadhani