Menuju konten utama

BNPT: ISIS Pemicu Fenomena Terorisme Lintas Batas

Keberadaan ISIS menjadi kekuatan terorisme baru yang membawa pengaruh radikalisme terus berkembang hingga melewati batas negara. Guna menghadapi fenomena terorisme lintas batas ini Indonesia meminta koordinasi dengan semua pihak termasuk negara-negara sahabat.

BNPT: ISIS Pemicu Fenomena Terorisme Lintas Batas
Diskusi panel Pertemuan Internasional Penanggulangan Terorisme di Nusa Dua, Bali. (Antara Foto/Nyoman Budhiana)

tirto.id - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyatakan Foreign Terrorist Fighter (FTF) merupakan fenomena terorisme lintas batas yang muncul seiring dengan keberadaan kelompok militan ISIS.

Hal itu dikemukakan Kepala BNPT Komjen Pol Suhardi Alius saat memimpin diskusi FTF bersama delegasi dari negara-negara ASEAN dalam International Meeting on Counter-Terorism (IMCT) di Nusa Dua, Bali, Kamis (11/8/2016).

Di Indonesia sendiri, di dalam kelompok Santoso–pemimpin Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang tewas tertembak Satgas Operasi Tinombala–juga terdapat sejumlah orang warga negara asing.

"Terorisme adalah kejahatan terhadap umat manusia sehingga upaya untuk menghentikan hal tersebut harus dilakukan secara saksama. Indonesia dari waktu ke waktu terus berusaha menghentikan fenomena ini," ucap Suhardi sebagaimana dikutip dalam siaran pers.

Setelah ISIS menjadi kekuatan baru dalam terorisme, Suhardi menegaskan, terorisme akan terus menjadi ancaman mengingat pengaruh radikalisme terus berkembang di mana-mana.

Dengan tewasnya Santoso, kata dia, bukan berarti masalah terorisme di Indonesia selesai, apalagi di kelompok Santoso sebelumnya banyak bergabung FTF dari luar negeri. Hal itu tentu harus dijadikan bahan evaluasi dan pelajaran untuk mengantisipasi keberadaan FTF di masa mendatang.

Ia menjelaskan, dalam upaya menekan pengaruh radikalisme dan terorisme, pemerintah Indonesia menjalankan program deradikalisasi melibatkan semua pemangku kepentingan. Selain itu, kepolisian juga terus berusaha meningkatkan profesionalisme dan pengembangan kapasitas dalam peningkatan penanggulangan terorisme.

Di sisi lain, kata mantan Kabareskrim Polri itu, Indonesia juga tetap membuka diri untuk bekerja sama dan belajar dari negara-negara sahabat dalam penanggulangan terorisme.

"Kita tidak bisa sendiri dalam menangani terorisme. Tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga harus kerja sama antarnegara," ujar Suhardi di hadapan delegasi dari Malaysia, Thailand, Filipina, Brunei Darussalam, dan Singapura, serta delegasi dari China yang ikut dalam diskusi itu.

Sementara itu Deputi Bidang Kerjasama Internasional BNPT Irjen Pol Petrus R Golose menegaskan bahwa koordinasi antarnegara adalah kunci untuk mencegah aksi FTF.

"Teroris merupakan ancaman nyata bagi semua bangsa, termasuk di kawasan ASEAN dan pola mereka sangat masif sehingga dibutuhkan koordinasi yang intensif dalam menanggulangi eskalasi mereka ke negara negara ASEAN," imbuh Petrus Golose.

Ia juga menekankan bahwa dalam menghadapi FTF tidak mungkin secara sendiri, tetapi menuntut koordinasi dengan semua pihak termasuk negara-negara sahabat mengingat pola yang dilakukan sudah lintas batas.

Menurutnya, di Indonesia, BNPT bertindak sebagai sektor terdepan dan koordinator dalam menanggulangi terorisme dengan melibatkan semua pemangku kepentingan seperti polisi, TNI, ulama, jaksa, dan akademisi.

Selain itu, BNPT juga secara masif melakukan kontrapropaganda terhadap radikalisasi yang dilakukan oleh kelompok-kelompok ekstrem di Indonesia.

"Kami berharap agar hasil yang dicapai dalam diskusi ini tidak saja sebatas wacana, tetapi direalisasikan di lapangan sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh semua masyarakat. Tidak hanya masyarakat Indonesia, tapi juga masyarakat internasional," kata Petrus Golose.

Baca juga artikel terkait TERORISME

tirto.id - Politik
Sumber: Antara
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari