tirto.id - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menilai, pemasangan sensor di sekitar Gunung Anak Krakatau tidaklah cukup.
Pemerintah sendiri disebut harus membangun serta melanjutkan masterplan pengurangan risiko bencana yang terhenti lantaran terkendala masalah biaya.
“Perlu adanya sistem peringatan dini dan kesiapsiagaan di Selat Sunda. Jadi bukan hanya memasang sensor, tapi yang harus dibangun baik di hulu maupun di hilir,” kata Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat BNPB Sutopo Purwo Nugroho saat jumpa pers di kantornya, Jakarta pada Jumat (28/12/2018).
Lebih lanjut, Sutopo mengatakan bahwa keberadaan sensor hanya satu komponen dari sistem peringatan dini yang dibutuhkan Indonesia.
Selain sensor, Sutopo menyebutkan perlu dibangun juga shelter tempat evakuasi, pendidikan kebencanaan, rambu-rambu evakuasi, hingga jalurnya.
Tak hanya membangun yang bersifat fisik, Sutopo juga mendorong agar pemerintah turut membangun budaya sadar bencana.
Bahkan ia menilai kebiasaan masyarakat yang sadar bencana adalah yang terberat dilakukan, namun apabila dilakukan bisa benar-benar meminimalisir dampak bencana alam.
“Kalau hanya pasang sensor atau buoy tidak cukup. Paling berat itu membangun kultur. Dalam evaluasi yang dilakukan PBB, hal-hal yang sifatnya struktur hanya seperempat.
Sedangkan tiga perempatnya menyangkut kultur masyarakat,” ucap Sutopo.
Oleh karena itu, Sutopo berpendapat masih ada banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan dalam memitigasi bencana alam.
Namun apabila tantangan terbesar itu bisa dihadapi, maka masyarakat Indonesia pun akan bisa lebih siap siaga dalam menghadapi bencana.
Jumlah sensor yang dipasang di sekeliling Gunung Anak Krakatau sendiri ada 6 alat. Sutopo mengklaim sensor tersebut dapat mendeteksi getaran hingga M3,4.
Keenam sensor itu diletakkan di tiga titik di Pulau Jawa dan tiga titik lainnya di Pulau Sumatera.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Yandri Daniel Damaledo