tirto.id - Kasus turbulensi pesawat Etihad Airways dan Hongkong Airways di wilayah udara Indonesia pekan lalu harus menjadi perhatian semua pilot dan pengguna jasa penerbangan. Kendati kasus turbulensi di Indonesia jarang terjadi dan dalam kategori ringan, BMKG mengingatkan kemungkinan itu perlu diwaspadai mengingat saat ini Indonesia memasuki musim pancaroba.
Kabid Meteorologi Penerbangan BMKG Mustari Heru Jatmiko mengatakan bahwa kasus turbulensi seperti pada kasus pesawat Etihad Airways jarang terjadi di Indonesia. Meski demikian pihaknya menghimbau semua pilot untuk membuat laporan ke ATC (pemandu lalulintas udara) di bandara dan laporan itu akan ditindaklanjuti BMKG.
“Saya himbau kepada semua pilot, kalau mengalami turbulensi maka buat laporan (pilot report) ke ATC. Nantinya ATC melaporkan kepada BMKG. Selanjutnya, BMKG memberi informasi kepada penerbang berikutnya untuk tidak melewati titik turbulensi tersebut“ katanya kepada Tirto.id, Selasa (10/5/2016).
Menurut Mustari titik-titik turbulensi menyebar di seluruh Indonesia pada ketinggian 35 ribu kaki. Daerah-daerah yang menjadi titik turbulensi antara lain di Riau, Pekanbaru, Jambi, Lampung, Laut Jawa sebelah Selatan Kalimantan, Selat Makassar, Kendari, Papua dan Ambon
“Sekarang musim pancaroba, peralihan antara musim penghujan dan musim kemarau. Itu memicu banyaknya awan CB [cumulonimbus], kita bisa melihat di Sumatera, Kalimantan, dan Irian Jaya juga. Di wilayah itu masih banyak awan CB,” katanya menambahkan.
Mustari menjelaskan awan tersebut sulit diprediksi sehingga insiden turbulensi bisa dialami pesawat apapun. Karena itu, penumpang yang tidak menggunakan sabuk pengaman akan terbanting ke atas.
“Ketika pesawat itu terhempas ke bawah, kita mengikuti gerak pesawat dan aman. Kalau kita tidak menggunakan sabuk pengaman, maka pesawat bergerak ke bawah dan penumpang terhempas ke atas, akibatnya banyak langit yang jebol karena kejedut kepala penumpang. Ini bisa membuat patah karena benturan kuat,” katanya menjelaskan.
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH