tirto.id - Kepala Bidang Mitigasi dan Gempabumi BMKG, Daryono, mengatakan bahwa gempa bumi yang terjadi di Kabupaten Simeulue, Aceh pada Selasa (7/1/2020) kemarin berlokasi di titik yang hampir sama dengan gempa bumi berkekuatan magnitudo 7,6 pada tahun 1907 silam.
Daryono mengatakan gempa bumi pada tahun 1907 silam terkenal karena memicu gelombang tsunami besar saat itu.
"Tsunami pada 1907 melahirkan istilah lokal “smong” atau tsunami dan menyelamatkan masyarakat Simeulue dari tsunami tahun 2004. Konsep evakuasi mandiri dari “smong” ini terbukti sangat efektif untuk menyelamatkan diri dari bahaya tsunami," kata Daryono lewat rilisnya yang diterima wartawan Tirto, Rabu (8/1/2020).
Daryono mengaku bahwa zona megathrust di Nias-Simeulue memang aktif dan hasil monitoring yang dilakukan BMKG sepanjang 2019 menunjukkan adanya peningkatan aktivitas gempa bumi di zona Nias-Simeulue hingga kemarin.
Hari ini saja hingga pukul 09.00 WIB, hasil monitoring BMKG mencatat telah terjadi gempa susulan sebanyak 15 kali kejadian di Pulau Simeulue. Adapun magnitudo gempa susulan yang terbesar mencapai M 4,2 dan yang terkecil M 2,6.
Daryono melanjutkan, peta guncangan BMKG yang dirilis pasca gempa bumi kemarin yang terjadi di Simeulue diklaim mampu mengestimasi tingkat guncangannya.
"Untuk wilayah Simeulue bagian selatan berpotensi mencapai skala intensitas V-VI MMI, sehingga diperkirakan dapat terjadi kerusakan," ujarnya.
Prediksi BMKG ini diklaim Daryono cukup akurat, karena Pusdalops BPBD Kabupaten Simeulue sudah merilis data kerusakan sementara pasca Gempa Simeulue berkekuatan M 6,1 pada pukul 13.05 WIB Selasa kemarin. Setidaknya ada 8 kantor pemerintahan dan beberapa rumah warga di Kabupaten Simeulue mengalami kerusakan riingan akibat guncangan gempa.
Daryono menjelaskan bahwa daerah Simeulue memang merupakan kawasan rawan gempabumi dan tsunami. Daerah Simeulue bagian selatan termasuk dalam Segmen Megathrust Nias-Simeulue.
"Segmen megathrust aktif ini memiliki magnitudo tertarget M 8,7 yang artinya potensi untuk terjadinya gempa kuat memang sangat besar di wilayah ini," katanya.
Dalam catatan Daryono, gempa kuat yang bersumber dari zona megathrust segmen ini sudah terjadi beberapa kali.
Pertama, gempa Simeulue 4 Januari 1907 berkekuatan M 7,6 yang memicu tsunami dan menelan korban jiwa lebih 400 orang meninggal dunia. Kedua, gempa Simeulue pada 2 November 2002 dengan magnitudo M 7,2 mengakibatkan puluhan orang luka-luka. Ketiga, gempa Simeulue pada 20 Februari 2008 dengan magnitudo M 7,3 menimbulkan kerusakan dan menelan korban jiwa 4 orang meninggal dunia.
"Keempat itu terjadi kemarin, yang lokasinya hampir sama dengan yang terjadi di 1907," kata Daryono.
Kata Daryono, peristiwa gempa bumi dan tsunami adalah keniscayaan di Indonesia, sehingga segala antisipasi perlu dilakukan, namun tetap tak perlu panik dan cemas.
"Semua informasi terkait gempa dan tsunami harus direspons dengan langkah nyata dengan memperkuat upaya mitigasi bencana," pungkasnya.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Bayu Septianto