tirto.id -
Dengan demikian, terjadi peningkatan hingga 4.648 kali gempa tektonik sepanjang 2018 jika dibandingkan tahun lalu.
"Tingginya aktivitas gempa bumi di Indonesia selama 2018 tersebut disebabkan karena adanya beberapa gempa kuat dan diikuti oleh rangkaian gempa susulan yang banyak," kata Kepala Pusat Gempa bumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono lewat keterangannya diterima di Jakarta, Sabtu (29/12/2018).
Selain itu, adanya aktivitas gempa swarm di Mamasa, Sulawesi Barat, juga memberikan tambahan jumlah gempa yang sangat signifikan, sehingga jika dikumulatifkan seluruh aktivitas gempa yang terjadi di Indonesia pada 2018 menjadi jumlah yang sangat besar.
Sementara itu, selama 2018, di Indonesia juga terjadi peningkatan aktivitas gempa merusak menjadi 23 kali dari tahun sebelumnya yang terjadi sebanyak 19 kali .
Berdasarkan data ke-23 gempa merusak tersebut, sebanyak 19 gempa merusak dipicu aktivitas sesar aktif dan hanya empat gempa yang dipicu aktivitas subduksi lempeng.
Sepanjang 2018 BMKG mengeluarkan peringatan dini tsunami sebanyak dua kali, di mana peringatan pertama adalah saat terjadi gempa Lombok 5 Agustus 2018 dengan magnitudo 7,0 dengan status ancaman "waspada" diikuti ketinggian tsunami kurang dari 50 sentimeter.
Sementara yang kedua adalah peringatan dini tsunami saat terjadi Gempa Donggala-Palu pada 28 September 2018 dengan magnitudo 7,5 dan status ancaman "siaga" dengan tinggi ancaman tsunami 0,5 hingga 3 meter.
"Kedua peringatan dini tsunami ini benar-benar terbukti terjadi tsunami," ungkap Rahmat.
Jika ditambah dengan peristiwa tsunami Selat Sunda, maka jumlah kejadian tsunami selama 2018 sebanyak 3 kali.
Namun demikian, tsunami yang bersifat destruktif dan menelan korban jiwa hanyalah Tsunami Donggala-Palu dan Tsunami Selat Sunda yang diduga kuat dipicu oleh longsornya lereng (flank collapse) Gunung Anak Krakatau.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri