tirto.id - Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diputuskan pemerintah pekan lalu membuat pemerintah harus menambah puluhan triliun anggaran untuk program jaring pengaman sosial (social safety net).
Presiden Joko Widodo dalam konferensi pers Senin (30/3/2020) pekan lalu mengatakan, program tersebut dibutuhkan antara lain agar PSBB berjalan lancar dan para perantau di Jabodetabek tak melakukan mudik selama masa darurat kesehatan masyarakat COVID-19.
"Saya melihat bahwa arus mudik dipercepat bukan karena faktor budaya, tetapi karena memang terpaksa, yang saya lihat di lapangan banyak pekerja informal di Jabodetabek terpaksa pulang kampung karena penghasilannya menurun sangat drastis atau bahkan hilang," kata Jokowi.
Sejauh ini, pemerintah pusat telah menyediakan Rp65 triliun untuk warga yang perekonomiannya terdampak pandemi COVID-19.
Anggaran itu mencakup pembebasan dan diskon tarif listrik selama tiga bulan, penambahan bantuan PKH (dari per 3 bulan, menjadi per bulan), kartu sembako (dari Rp150.000/bulan menjadi Rp200.000/bulan), tambahan kartu Pra-Kerja, hingga tambahan insentif perumahan.
Di luar itu, ada pula Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebesar Rp600ribu per kepala keluarga khusus di wilayah Jabodetabek.
Meski demikian, penyediaan anggaran ini tak hanya dilakukan oleh Pemerintah Pusat tetapi juga daerah. Pemprov DKI, misalnya, ikut merogoh kocek Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2020 untuk memberikan bantuan sosial kepada 1,1 juta warga tak mampu.
Hal ini lantaran Pemerintah Pusat hanya menyalurkan BLT kepada 2,51 juta warga selama pandemi COVID-19. Sementara di DKI Jakarta, warga yang masuk kategori penerima BLT tersebut mencapai 3,6 juta.
Adapun anggaran yang disiapkan pemerintah pusat untuk BLT di Jakarta mencapai Rp4,57 triliun.
"Selama ini disampaikan oleh Gubernur DKI Jakarta dari 3,7 juta jiwa (yang layak menerima BLT), 1,1 juta sudah di-cover oleh Pemprov. Tapi itu hitungan jiwa atau warga. Jadi yang dapatnya dari pemerintah pusat ada 2,51 juta warga, kalau dikonversi ke keluarga itu jadi 576.434 keluarga," jelas Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Selasa (7/4/2020).
Di sisi lain, dana BLT yang diberikan kepada warga Jakarta juga lebih besar dibandingkan wilayah Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan bahwa Pemerintah Pusat--dalam hal ini Kementerian Sosial--dan Pemprov telah menyepakati total bantuan sebesar Rp1 juta per keluarga.
Masing-masing keluarga akan mendapatkan Rp880 ribu dari Kemensos, sementara sisanya ditambahkan oleh Pemprov DKI. "Targetnya 2,6 juta penduduk. Bantuan sosialnya Rp880 ribu diberikan selama dua bulan, April dan Mei. Sehingga nilai total Rp4,576 triliun," ucap Anies Kamis (2/4/2020) lalu.
Efektif Mencegah Mudik?
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Zita Anjani berharap bantuan bisa efektif menahan laju pemudik dari Jakarta ke Daerah. Lantaran itu, meminta adanya basis data akurat yang dijadikan landasan penyaluran bantuan sehingga tepat sasaran.
Hal ini penting untuk memastikan tidak ada penerima bantuan ganda dari pemerintah. Apalagi, data yang digunakan Pemerintah Pusat--dalam hal ini Kementerian Sosial--dan Pemrov DKI Jakarta berbeda.
"Terkait pencairannya saya berharap insyaAllah setelah pemerintah melakukan pendataan dengan baik kepada warga yang benar-benar membutuhkan. Jangan terburu-buru tapi banyak yang tidak kebagian, dan jangan terlalu lama dalam memberikan bantuan," tegas dia.
Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah berpandangan, kebijakan yang diambil ini sudah tepat. Sebab, umumnya mereka yang terpaksa mudik adalah kelompok ekonomi rentan atau yang miskin.
"Kalau dalam kebijakan publik ini tepat. Kerana mereka mereka ini masuk kategori masyarakat berpenghasilan rendah atau masyarakat yang rentan," kata dia kepada Tirto.id, Senin (6/4/2020).
Namun, ia meragukan kebijakan ini bakal efektif jika pemerintah bergerak lamban dalam penyaluran bantuan. "Kalau kata saya, kalau ini enggak cepat dicairkan ke masyarakat, masyarakat akan mudik," terang dia.
Selain itu, dibutuhkan pula ketegasan pemerintah pusat dalam menutup akses transportasi dari dan keluar Jakarta. Jikat tidak, bukan tak mungkin masyarakat yang mengambil paket bantuan tetap melakukan mudik.
"Harus di tutup dulu aksesnya. Makanya waktu itu dianjurkan supaya, Kemenhub mengajukan supaya bisnis AKAP itu gak boleh keluar masuk. Itu kan sudah masuk solusi untuk menutup dan memutus mata rantai itu [rantai penularan]," tandas dia.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Hendra Friana