tirto.id - Bisnis gelap jual beli surat bebas Corona dan surat perjalanan dinas marak setelah pemerintah melonggarkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dengan mulai buka layanan transportasi.
Mereka yang hendak menggunakan layanan disyaratkan dokumen surat perjalanan dinas hingga surat bukti hasil negatif COVID-19.
Hal itu ternyata ditangkap sebagai peluang bisnis bagi sebagian orang. Sebuah tangkapan layar laman jual beli online beredar pada Kamis (14/5/2020), dalam tangkapan layar itu sebuah akun menawarkan surat keterangan bebas COVID-19 atau Corona dan surat perjalanan dinas.
Tangkapan layar itu berasal dari situs jual beli Shopee, Tokopedia dan Bukalapak. Surat yang ditawarkan di Shopee dan Tokopedia pada bagian kop tertulis "Rumah Sakit Mitra Sehat". Isi surat tersebut intinya menyatakan "sehat dan tidak ada tanda dan gejala terinfeksi COVID-19".
Akun penjual dengan nama surat_sakit di Shoppee itu menawarkan surat tersebut dengan harga Rp39 juta. Dalam keterangannya, surat dikirim dari Kebayoran Lama, Kota Jakarta Selatan. Sedangkan di Tokopedia surat yang sama ditawarkan dengan harga Rp70 ribu.
Di Bali, juga beredar sebuah tangkapan layar di media sosial orang yang menawarkan surat bebas Corona. Dalam tangkapan layar yang beredar surat yang ditawarkan memiliki kop bertuliskan sebuah Puskesmas di daerah Denpasar, Bali.
Selain itu, juga beredar di media sosial tangkapan layar unggahan akun yang menjual surat perintah perjalanan dinas di situs Bukalapak.
Bukalapak dan situs jual beli online lainnya kemudian dengan cepat langsung menindak akun-akun tersebut.
Head of Corporate Communications Bukalapak, Intan Wibisono, menyatakan mereka sudah menurunkan produk dagang berupa surat perintah perjalanan dinas atau SPPD.
"Karena produk ini melanggar syarat dan ketentuan berjualan di Bukalapak, maka kami take down," kata Intan seperti dikutip dari Antara, Kamis (14/5/2020).
Bukalapak melarang pedagang untuk menjual produk yang melanggar aturan hukum, baik hukum yang berlaku di Indonesia maupun kebijakan Bukalapak. Mereka memiliki tim untuk memantau jenis barang yang dijual di platform tersebut.
Selain Bukalapak, Tokopedia juga membenarkan adanya penjual nakal yang menawarkan surat bebas Corona. External Communications Senior Lead Tokopedia, Ekhel Wijaya mengatakan telah menurunkan unggahan itu di situs mereka.
"Kami telah menindak produk dan/atau toko yang dimaksud sesuai prosedur," kata Ekhel.
Jalur Hukum & Pelaku Terancam Bui
Rumah Sakit Mitra Keluarga yang dicatut namanya menyatakan bakal menempuh jalur hukum atas praktek bisnis gelap jual beli surat tanpa izin itu.
“Mitra Keluarga akan menempuh jalur hukum jika masih ada pihak yang mengatasnamakan dan/atau menggunakan atribut Mitra Keluarga, termasuk penggunaan kop surat Mitra Keluarga tanpa seizin kami,” ucap manajemen Mitra Keluarga dalam keterangan tertulis dengan nomor MIKA/PR/001/V/2020 di situs resmi tertanggal Kamis (14/5/2020).
Manajemen menyatakan kalau mereka tidak memiliki kerja sama apapun dengan pihak yang memperjualbelikan surat resmi rumah sakit, baik keterangan bebas COVID-19 maupun surat lainnya. Manajemen Mitra Keluarga juga meminta agar aktivitas jual beli surat itu dihentikan.
"Kami mohon agar para pihak yang menyalahgunakan kop surat Mitra Keluarga dan/atau mengatasnamakan Mitra Keluarga untuk keperluan tersebut di atas, agar segera mencabut dan/atau menghentikan perbuatan tersebut dalam waktu sesegera mungkin,” ucap Manajemen.
Sementara kasus jual beli surat bebas Corona di Bali telah ditindak secara hukum. Polda Bali menangkap para pelaku dalam dua kasus dugaan penyalahgunaan surat keterangan kesehatan palsu.
Kasus pertama pada Kamis (14/5/2020), polisi menangkap pelaku penyalahgunaan surat keterangan kesehatan palsu yakni Widodo (38), Ivan Aditya (35), Roni Firmasyah (24) dan Putu Endra Ariawan (31).
"Viral di media sosial adanya penyedia surat kesehatan yang diduga palsu untuk para pengguna Pelabuhan Gilimanuk yang akan menyeberang. Kisaran harga (jual) Rp100 ribu-Rp300 ribu," ucap Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Syamsi, Jumat (15/5/2020).
Berdasar hasil pemeriksaan, Ivan dan Roni mengaku telah menjual lima lembar surat seharga Rp100 ribu per lembar. Surat itu dibeli dari Widodo seharga Rp25 ribu per lembar. "Kemudian diperbanyak dengan memfotokopi di tempat percetakan milik Surya Wirahadi Pratama," jelas Syamsi.
Lantas Widodo mengaku mendapatkan blangko surat kesehatan dengan cara memungut di depan Minimarket SWT Gilimanuk dan memfotokopi. Ia melakukan itu bersama rekannya yakni Putu Endra. Mereka telah menjual 10 surat dengan harga Rp50 ribu per lembar ke para calon penumpang Pelabuhan Gilimanuk.
Mereka juga menjual tiga lembar kepada Ivan dengan harga Rp25 ribu per lembar. Syamsi mengatakan modus pelaku yaitu memanfaatkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Bengkulu, lalu membuat surat kesehatan palsu untuk dijual.
Polisi menyita barang bukti berupa dua lembar surat keterangan sehat dan satu mesin cetak L210. Para pelaku dijerat Pasal 263 atau Pasal 268 KUHP tentang membuat surat palsu atau membuat surat keterangan dokter palsu, dengan ancaman hukuman enam tahun penjara.
Sementara kasus kedua bermula sejak 14 Mei sekira pukul 00.30 WITA. Ketika itu polisi menangkap Ferdinand Marianus Nahak (35), yang sedang membagikan surat keterangan kesehatan palsu kepada para penumpang mobil travel Manik Mas bernopol DK 8888 AAA. Ternyata surat itu palsu dan penumpang harus menebus Rp25 ribu per lembar jika ingin memilikinya.
Setelah diinterogasi, Ferdinand menyatakan surat kesehatan palsu diperoleh dari Putu Bagus Setya Pratama (20). Sementara Putu Bagus mengaku membawa blangko kesehatan ke percetakan milik Surya Wira Hadi Pratama (30) untuk diedit.
"Namun, Surya Wira menawarkan blangko surat kesehatan yang telah dia buat sendiri di komputer miliknya, dan disepakati untuk diperbanyak Putu Bagus," ucap Syamsi.
Barang bukti berupa lima lembar surat keterangan kesehatan palsu, uang tunai Rp200 ribu, dan enam blangko surat keterangan kesehatan palsu, satu pulpen, dua ponsel, komputer dan mesin cetak.
Para pelaku dijerat Pasal 263 atau Pasal 268 KUHP tentang membuat surat palsu atau membuat surat keterangan dokter palsu, dengan ancaman hukuman enam tahun penjara.
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Maya Saputri