Menuju konten utama

Bisnis Gadai yang Kian Menjamur

Maraknya gadai di pinggir jalan di kota-kota besar seperti Jakarta dan sekitarnya menjadi jawaban bagi masyarakat yang kepepet butuh dana segar tanpa bertele-tele. Gadai pinggir jalan jadi alternatif dari keberadaan gerai-gerai PT Pegadaian yang lebih dahulu hadir.

Bisnis Gadai yang Kian Menjamur
Seorang pegawai menunjukan kepingan emas di kantor pt pegadaian kanwil ii pekanbaru, di kota pekanbaru, riau, kamis (8/1). Antara foto/fb anggoro.

tirto.id - Sebuah pintu kaca hitam terbuka, seorang sekuriti menyambut Doni. Doni pun dengan cekatan langsung masuk ke ruangan. Tas jinjing berisi laptop disodorkan Doni ke petugas.

“Saya mau gadai laptop,” ujar Doni

“Coba saya periksa dulu ya,” kata petugas.

“Laptop ini sudah Core i3, taksiran Rp1.000.000. Bapak bawa dusnya?” tanya petugas.

Tanpa menjawab, Doni berbalik bertanya, “Bunganya berapa?”

Singkat cerita, Doni keberatan dengan tawaran gadai yang disodorkan Pegadaian di kawasan Depok itu. Untuk laptop dengan lansiran 2015, Doni hanya mendapatkan nilai gadai tak sampai 25 persen dari nilai laptop miliknya. Bunga yang ditawarkan memang relatif miring, hanya 2,3 persen per bulan. Namun, ada embel-embel harus ada dus, syarat minimum prosesor, dan taksiran yang kelewat rendah, membuat Doni mengurungkan niat menggadai laptop semata wayangnya.

“Sial” Doni membatin. Kantongnya di tanggal tua sudah tak bisa kompromi. Selemparan tombak dari Pegadaian, ada gerai Gadai HP, Laptop, dan BPKB. Spanduk besar berwarna putih bertuliskan “Gadai” berwarna merah menyala seakan memanggil-manggil Doni.

Tanpa pikir panjang, Doni bergeser gerai gadai berlabel “Koperasi Simpan Pinjam” itu. Kurang dari lima menit, uang Rp2,5 juta mulai dihitung oleh petugas untuk diserahkan ke Doni. Begitu cepat dan mudahnya. Doni hanya diminta menunjukkan KTP dan membubuhkan tanda tangan di formulir warna merah muda, tanpa embel-embel biaya administratif. Dalam beberapa detik, uang itu berpindah ke tangan Doni.

Senyum tersungging di wajah Doni. Urusan dapur setidaknya “selamat” sampai akhir bulan. Namun, di balik kegembiraan karyawan swasta itu, pada akhir bulan depan ia harus menyiapkan dana lebih untuk menebus uang gadai plus bunga 10 persen. Bila terlambat, Doni dikenakan bunga denda 2 persen. Dalam dua bulan laptop tak ditebus, maka Doni pun harus siap-siap kehilangan laptopnya. Pilihan yang manis di muka, dan pahit belakangan, tapi apa boleh buat bagi orang-orang seperti Doni yang membutuhkan uluran tangan gadai.

Gerai-gerai gadai berkembang pesat seakan tak mau kalah dengan kios-kios PT Pegadaian yang sebelumnya sendirian melenggang di bisnis ini. Keberadaian gerai gadai non Pegadaian tak bisa dipungkiri dibutuhkan dan jadi fenomena di masyarakat kota beberapa tahun terakhir. Persyaratan yang mudah dan ragam barang yang bisa digadaikan membuat gadai pinggir jalan menjawab kebutuhan masyarakat tak hanya sebuah slogan “mengatasi masalah tanpa masalah”

Infografik Pegadaian vs Gadai Pinggir Jalan

Alternatif Pegadaian

Tempat pegadaian kini semakin marak. Spanduk besar bertuliskan Gadai terlihat besar di setiap gerai mereka. Di Jakarta misalnya, kawasan Jalan Cempaka Putih jadi tempat ramai gadai-gadai pinggir jalan. Bisa dibilang saat ini, tak ada jalan-jalan di Jakarta dan sekitarnya tak ada gerai gadai “pinggir jalan”

Gadai-gadai swasta ini bahkan menjelma menjadi gadai online yang juga berkembang beberapa tahun terakhir, misalnya pinjam.co.id. Konsepnya tak jauh berbeda, yang membedakannya prosesnya dilakukan secara online. Mulai dari perhiasan emas, logam mulia, laptop, sepeda motor, mobil, laptop, kamera semuanya bisa masuk jaminan mereka.

Selain gadai pinggir jalan dan online, belakangan perusahaan pembiayaan atau leasing juga menyasar pembiayaan jangka pendek dengan jaminan BPKB, tentu dengan bunga yang tak kalah tinggi dengan gadai-gadai swasta lainnya.

Bagaimana dengan PT Pegadaian?

Sejak berubah dari Perusahaan Umum (Perum) menjadi Persero pada 2012, PT Pegadaian terus mengalami transformasi bisnis. Selain bisnis gadai konvensional, PT Pegadaian masuk bisnis pembiayaan multi guna, penjualan emas, tabungan emas, juga ke bisnis aneka jasa seperti pengiriman uang, jasa sertifikasi batu mulia, jasa taksiran, jasa titipan dan sebagainya. Gadai emas emas jadi jantung bisnis Pegadaian. Tak mengherankan, menggadai emas lebih mudah di pegadaian daripada barang berharga lainnya.

Kinerja pegadaian sebagai perusahaan begitu meyakinkan. Pada 2015 mereka mampu meraup keuntungan bersih Rp1,94 triliun, yang berasal dari memutar omzet pinjaman yang diberikan hingga Rp112,75 triliun. Jumlah nasabah terus berkembang hingga 35,65 juta orang pada 2015 yang ditopang dari 4.430 unit kantor operasional. Ini menunjukkan pegadaian dibutuhkan oleh masyarakat.

Kehadiran pegadaian menjadi penyelamat masyarakat yang membutuhkan uang dalam waktu singkat. Inilah mengapa bisnis pegadaian terus menjamur sebagai alternatif pembiayaan.

Sayangnya, PT Pegadaian atau pun gadai-gadai lainnya saat ini masih mencantol dalam aturan main zaman Belanda dalam Staatsblad Tahun 1928 Nomor 81 tentang Pandhuis Regleement. Rancangan Undang-Undang (RUU) Usaha Jasa Gadai yang sejak 2008 sudah diwacanakan masuk program legislasi nasional (prolegnas) hingga kini tak jelas kapan akan disahkan.

Di lapangan, usaha-usaha gadai bermunculan dan berkembang seperti jamur di musim hujan, tak terbendung tanpa payung hukum yang jelas. Hingga akhirnya, pada Juli 2016 lalu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan No 31/POJK.05/2016 tentang usaha pegadaian yang memberikan ruang bagi usaha gadai, bisa dalam bentuk perusahaan atau koperasi untuk mengelola pembiayaan di masyarakat. Gadai-gadai liar yang selama ini sudah terlanjur beroperasi diberikan kesempatan selama dua tahun untuk mendaftar ke OJK sejak 29 Juli 2016.

Apapun bentuknya usaha gadai, kenyataannya sudah menjadi kebutuhan masyarakat. Ia tak hanya menjadi penyelamat kantong di saat tanggal tua bagi mereka yang sedang kepepet, juga jadi alternatif dan mengakses pembiayaan untuk nasabah seperti Doni. Bagi Doni, yang terpenting bisa mengakses pembiayaan dengan syarat yang mudah dan bunga yang tak mencekik leher, sudah cukup baginya.

Baca juga artikel terkait PEGADAIAN atau tulisan lainnya dari Suhendra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Suhendra
Penulis: Suhendra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti