tirto.id - Dalam suatu ikatan perkawinan, setiap orang berhak untuk memilih melanjutkan keturunan dengan memiliki anak atau tidak. Meskipun demikian, terdapat beberapa kendala terkait keinginan untuk memiliki anak.
Seiring dengan berkembangnya teknologi di dunia kedokteran, tercipta metode surrogate mother. Metode ini membutuhkan seorang ibu pengganti dalam mendapatkan seorang anak. Surrogate mother dilakukan dengan meminjam sel telur dan rahim dari ibu pengganti atau bisa juga hanya meminjam rahim saja.
Surrogate mother ditemukan pada 1970 yang bertujuan untuk mengatasi masalah bagi pasangan suami istri yang tidak bisa mendapatkan keturunan. Sementara itu, penerapan teknologi reproduksi buatan dibarengi dengan munculnya persoalan yang komplek, baik dari sisi sosial, etika maupun dari sisi hukum.
Surrogate mother terbagi dalam dua jenis, yaitu traditional surrogate dan gestational surrogate dan berikut penjelasannya.
1. Traditional surrogate adalah seorang ibu pengganti yang diinseminasi dengan sperma penyewa. Mereka kemudian membawa bayi serta memberikannya untuk Anda dan pasangan Anda untuk membesarkan.
Dalam traditional surrogate, ibu tersebut adalah ibu kandung. Itu karena telur mereka yang dibuahi oleh sperma penyewa.
2. Gestational surrogate adalah sebuah teknik yang disebut Fertilisasi In Vitro (IVF). Merupakan sewa rahim dari ibu pengganti, namun sel telur dari ibu pengganti tidak digunakan. Melainkan sel telur dan sperma berasal dari penyewa. Sehingga anak yang dilahirkan tidak ada ikatan genetik dengan ibu pengganti.
Beberapa perempuan memilih untuk mencari surrogate mother dilatarbelakangi dengan alasan adanya masalah medis dengan rahimnya, terdapat suatu permasalahan yang membuatnya untuk mengangkat rahimnya, atau kondisi yang membuat kehamilan beresiko baginya.
Surrogate mother juga ditempuh sebagai pilihan terakhir pasangan suami istri yang menginginkan anak, namun tidak dapat mengadopsi anak, mungkin karena usia atau status perkawinan mereka.
Sementara itu, pelaksanaan surrogate mother yang terkait dengan perjanjian surrogacy tidak dimungkinkan dilakukan di wilayah hukum Indonesia.
Sebab, Indonesia melarang segala tindakan terkait surrogate mother karena bertentangan dengan norma adat, agama dan kepatutan.
Terdapat pasal 127 UU No. 36 Tahun 2009 dijelaskan bahwa upaya kehamilan di luar cara alamiah, hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan.
Berdasarkan aturan tersebut, yang diperbolehkan dalam hukum Indonesia, ialah metode pembuahan sperma dan sel telur yang berasal dari suami istri yang sah, metode ini dikenal dengan metode bayi tabung.
Kontroversi dari status anak yang lahir dari metode surrogate mother di Indonesia juga masih diperdebatkan.
Anak yang lahir dengan metode ini tidak memiliki status yang jelas di masyarakat. Apabila jenis metode yang digunakan tidak memiliki hubungan genetik dengan orang tua yang mengadopsinya.
Penulis: Chyntia Dyah Rahmadhani
Editor: Nur Hidayah Perwitasari