Menuju konten utama

Biografi Vincent van Gogh: Mengenang 131 Tahun Kematian

Van Gogh tidak mengalami banyak kesuksesan, hanya menjual satu lukisan dan hidup dalam kemiskinan.

Biografi Vincent van Gogh: Mengenang 131 Tahun Kematian
Lukisan self-potrait Vincent van Gogh. FOTO/Wikicommon

tirto.id - Vincent van Gogh adalah salah satu seniman terkenal yang meninggal pada 29 Juli 1890. Ia adalah pelukis Belanda yang dianggap terbesar setelah Rembrandt van Rijn. Warna lukisannya yang mencolok, sapuan kuas yang tegas dan bentuk karyanya yang berkontur sangat mempengaruhi aliran ekpresionisme.

Meskipun telah lama meninggal, namanya terus berkibar sebagai seniman papan atas. Baru-baru ini, tepatnya Maret 2021, lukisannya berjudul "A Street Scene In Montmartre" terjual 13,09 juta euro atau 11,2 juta poundsterling.

Diberitakan BBC, sebuah balai lelang Sotheby's mengatakan, harga jual lukisan itu adalah rekor bagi artis Belanda di Paris, tempat di mana lelang itu berlangsung. Padahal, pada awalnya diperkirakan, lukisan itu hanya mencapai delapan juta euro.

"A Street Scene In Montmartre" dibuat pada tahun 1887 dan dimiliki oleh keluarga Prancis. Para ahli mengetahui karya itu, tetapi hanya melihatnya dalam katalog sebagai foto hitam dan putih.

Pakar yang meneliti tentang Van Gogh bernama Martin Bailey mengatakan bahwa lukisan itu adalah "sebuah karya transisi antara tahun-tahun Van Gogh di Belanda, ketika ia melukis dengan warna-warna gelap dan bersahaja, dan karya-karya penuh semangat yang ia lakukan di Provence," katanya kepada BBC New.

"Di Paris dia menemukan kaum Impresionis, dan ini membawanya untuk mengeksplorasi warna," tambah Bailey.

Biografi Vincent van Gogh

Seperti dilansir laman vangoghgallery.com, Vincent van Gogh lahir di Groot-Zundert, Belanda pada 30 Maret 1853. Ia adalah anak dari seorang pendeta. Tetapi Vincent sangat emosional, kurang percaya diri dan berjuang dengan identitasnya.

Seperti ayahnya, Vincent percaya kalau panggilan hidup yang sesungguhnya adalah untuk mengkhotbahkan injil. Namun, ia butuh bertahun-tahun untuk menemukan panggilannya sebagai seorang seniman.

Infografik Mozaik Vincent van Gogh

Infografik Mozaik Vincent van Gogh. tirto.id/Nauval

Dalam rentang tahun 1860 dan 1880, di saat ia memilih untuk menjadi seorang seniman, van Gogh telah mengalami dua kisah asmara yang tidak bahagia, tidak berhasil bekerja sebagai juru tulis di toko buku, penjual seni dan dipecat karena terlalu bersemangat.

Meski demikian, van Gogh tetap tinggal di Belgia untuk belajar seni. Ia bertekad untuk memberikan kebahagian dengan menciptakan keindahan. Pada awal-awal karyanya, ia sering menghasilkan lukisan bergenre muram, terang benderang dan yang paling terkenal adalah "The Potato Eaters" (1885).

Pada tahun 1886, ia hijrah ke Paris untuk bergabung dengan saudaranya Théo, manajer galeri Goupil. Di sana ia bertemu dengan para pelukis Impresionis baru. Dari sana ia mencoba meniru teknik mereka. Kendati tak berhasil, ia mengembangkan gayanya sendiri yang lebih berani dan tidak konvensional.

Di tahun 1888, dia pergi ke Arles dan berharap kawan-kawannya mau bergabung sekaligus membantunya mendirikan sekolah seni. Di The Yellow House, van Gogh berharap para seniman yang berpikiran sama dengannya bisa sama-sama berkreasi. Seorang pelukis Paul Gauguin akhirnya bergabung dengannya.

Hubungan keduanya retak, menjelang akhir tahun 1888, sebuah insiden membuat Paul Gauguin meninggalkan Arles. Van Gogh mengejarnya dengan pisau cukur, meski berhasil dihentikan Gauguin, tetapi Van Gogh malah memotong sebagian kupingnya sendiri. Van Gogh kemudian dikirim ke rumah sakit jiwa untuk perawatan.

Setelah beberapa tahun di rumah sakit jiwa, pada bulan Mei 1890, Van Gogh menjadi lebih baik. Dua bulan kemudian, dia meninggal karena luka tembak yang dilakukan sendiri. Selama kariernya yang terbilang singkat, Van Gogh tidak mengalami banyak kesuksesan, dia hanya menjual satu lukisan, hidup dalam kemiskinan, kekurangan gizi dan terlalu banyak bekerja. Uang yang diberi saudaranya, Theo digunakan untuk membeli perlengkapan seni, kopi, dan rokok.

Baca juga artikel terkait SOSIAL BUDAYA atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Iswara N Raditya