tirto.id - Kiai Haji Abdul Chalim mendapatkan gelar Pahlawan Nasional dari Jawa Barat pada tahun 2023.
Abdul Chalim adalah tokoh NU ini asal Jawa Barat, putra Pangeran Cirebon sekaligus keturunan Sunan Gunung Jati.
Dipilihnya Kiai Haji Abdul Chalim menjadi pahlawan memang bukan tanpa alasan. Semasa hidup, ia bergerak di bidang agama, khususnya organisasi masyarakat NU (Nahdlatul Ulama) sebagai pengurus PBNU pertama.
Tak hanya itu, Kiai Haji Abdul Chalim juga aktif membina Hizbullah dan beberapa kali terlibat pertempuran di Cirebon, Majalengka, hingga Surabaya.
Siapa Kiai Haji Abdul Chalim?
Kiai Haji Abdul Chalim merupakan ulama yang lahir di Leuwimunding, Majalengka, pada tanggal 2 Juni 1898.
Ia termasuk putra seorang kuwu (kepada desa) bernama Kedung Wangsagama. Sedangkan ibunya adalah Satimah.
Dikutip dari laman Jabarprov.go.id, kakeknya juga merupakan kepala desa Kertagama, putra Buyut Liuh, putra seorang Pangeran Cirebon.
Silsilah Kiai Haji Abdul Chalim juga bersambung hingga Syarif Hidayatullah alias Sunan Gunung Djati.
Semasa remaja, Abdul Chalim sudah kenyang belajar agama. Pasca sekolah di HIS (Hollandsch Inlandsche School), ia meneruskan ke sejumlah pesantren, seperti Pondok Pesantren Banada, Pondok Pesantren al-Fattah Trajaya, dan Pondok Pesantren Nurul Huda al Ma’arif Pajajar.
Menurut laman NU Online, dirinya kemudian berguru ke Makkah, Arab Saudi, pada 1914 atau ketika menginjak usia 16 tahun. Di negeri tersebut, Abdul Chalim mengenal KH. Abdul Wahab Hasbullah, seorang ulama kharismatik asal Jombang, Jawa Timur.
Sepulangnya belajar dari Makkah, ia bersama KH. Abdul Wahab Hasbullah mulai membikin gerakan Nahdlatul Wathan dan berubah menjadi Syubbanul Wathon.
Mereka kemudian membentuk Komite Hijaz. Tujuannya untuk mengumpulkan para ulama di Jawa dan Madura dalam sebuah organisasi dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia.
Image: MASJID PONPES TERTUA DI KEDIRI
Pada 31 Januari 1926, Komite Hijaz yang dihadiri 65 ulama kemudian mendesak untuk segera membuat wadah organisasi yang kelak bernama NU (Nahdlatul Ulama).
Dalam kepengurusan PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) pertama, KH. Abdul Chalim dipilih sebagai Katib Tsani atau sekretaris kedua.
Sedangkan Rais Aam dipegang KH. Hasyim Asyari dan Katib Awwal adalah KH. Abdul Wahab Hasbullah.
Tak hanya aktif di kepengurusan organisasi agama lewat NU, KH. Abdul Chalim juga merupakan pembina pasukan Hizbullah di Majalengka dan Cirebon.
Dalam jurnal "Laskar Santri Pejuang Negeri: Rekam Jejak Laskar Hizbullah dalam Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya" oleh Jumeroh Mulyaningsih dan Dedeh Nur Hamidah, IAIN Syekh Nurjati Cirebon, terbit tahun 2018, Laskar Hizbullah beranggotakan pemuda-pemuda Islam se-Jawa dan Madura.
Mereka dibentuk untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia dan mempertahankannya. Hizbullah menyatakan diri masuk ke dalam institusi TNI pada Konferensi Pimpinan Hizbullah se-Jawa dan Madura tanggal 15 Mei 1947.
Sebagai seorang pemimpin rakyat, KH. Abdul Chalim juga terlibat dalam perjuangan Hizbullah di Cirebon, Majalengka, serta pertempuran 10 November 1945 di Surabaya.
Semasa hidup, ia pernah mendapatkan sebutan Muharrikul Afkar (penggerak dan pembangkit semangat perjuangan) dan Mushlikhu Dzatil Bain (pendamai dari kedua pihak yang berselisih).
Mantan anggota MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) itu wafat pada tanggal 12 Juni 1972 di Leuwimunding.
Bersama istri pertama, Nyai Hj Nur, KH. Abdul Chalim mempunyai seorang anak bernama Siti Rahmah.
Ia kemudian menikahi Nyai Mahmudah asal Cilimus, Kuningan. Mereka mempunyai sejumlah putra dan putri, yakni Nyai Hj Chomsatun, Nyai Hj Mafruchat, Agus Hafidz Qawiyyun, Nyai Rofiqoh, HAhmad Mustain, Nyai Nashihah, dan Mustahdi Chalim.
KH Abdul Chalim lalu menikah lagi dengan Nyai Siti Qana’ah asal Plered, Cirebon. Mereka dikaruniai 7 anak, yaitu Nyai Humaidah, Nyai Muntafiah, Nyai Hudriah, H Mustafid Chalim, Nyai Farikhah, Nyai Halimah, dan KH Asep Saifuddin. Nama terakhir saat ini menjabat Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu).
KH Abdul Chalim lantas menikahi istri terakhirnya, Nyai Hj Siddiqoh, dan mempunyai seorang putri, Siti Halimah.
Penulis: Beni Jo
Editor: Yulaika Ramadhani