tirto.id - Sultan Ahmad Ibn Tulun merupakan penguasa Mesir pada 868-884 M. Sebagai pemimpin, Ahmad Ibn Tulun dikenal mumpuni dalam mengurus pemerintahan. Selama masa pemerintahan Ibn Tulun, Mesir mengalami kemajuan yang signifikan.
Pada tahun 800 M, bimaristan (rumah sakit) yang mampu menangani pasien gangguan jiwa telah ada di Baghdad. Sejumlah sumber menyatakan kualitas sistem pengobatan di bimaristan kala itu sudah lebih baik daripada rumah sakit-rumah sakit di Eropa.
Sistem layanan kesehatan di pusat peradaban Islam semakin maju saat Ahmad Ibn Tulun, di tahun 872 M, mendirikan Rumah Sakit Al-Fustat di Mesir. Keberadaan rumah sakit tersebut menjadi bukti keseriusan Ahmad Ibn Tulun dalam memajukan bidang kesehatan di Mesir.
Dikutip dari buku Lost Islamic History: Reclaiming Muslim Civilisation from the Past karangan Firas Alkhateeb, upaya Ibn Tulun untuk membangun fasilitas rumah sakit di Mesir menghabiskan biaya sekitar 60 ribu dinar emas.
Harold G, Koeing dalam bukunya yang berjudul Faith and Mental Health: Religious Resources for Healing, juga menyebutkan bahwa Al-Fustat merupakan rumah sakit pertama yang menyediakan perawatan dan ruangan khusus penderita gangguan kejiwaan.
Selain itu, Al-Fustat pun menjadi rumah sakit pertama yang menyediakan fasilitas lengkap dan hal tersebut masih dapat dilihat hingga saat ini. Misalnya, di Al-Fustat ada ruangan pemandian laki-laki dan perempuan yang terpisah, pakaian khusus pasien, hingga ruangan khusus pasien.
Al-Fustat tidak hanya menjadi pusat pengobatan dengan kualitas modern pada masanya. Rumah sakit itu juga menjadi pusat pendidikan kesehatan. Di sana, terdapat sebuah perpustakaan yang luas dengan koleksi buku sebanyak 100.000 jilid yang mayoritas bertema pengobatan.
Fasilitas yang disediakan Ahmad Ibn Tulun di rumah sakit Al-Fustat ini dapat diakses secara gratis oleh semua orang. Hal tersebut yang membawa Ahmad Ibn Tulun tercatat dalam sejarah sebagai pemimpin Islam yang mampu memajukan bidang kesehatan.
Jasa Ibn Tulun tidak hanya memajukan bidang kesehatan di Mesir. Dikutip dari britannica, Ahmad Ibn Tulun mampu membawa kemajuan di bidang ekonomi yang dibuktikan dengan meningkatnya hasil pertanian masyarakat dan surplusnya perbendaharaan negara.
Dia pun berjasa membangun masjid Ahmad Ibn Tulun di Kota Al-Qata’i. Masjid megah itu menjadi salah satu pusat pelaksanaan kegiatan keagamaan maupun sosial masyarakat Mesir.
Pembangunan masjid Ahmad ibn Tulun dimulai tahun 876 M dan selesai pada 879 M. Berlokasi di kaki bukit bernama Jabal Yashkur (kini masuk Kota Kairo), masjid ini mempunyai arsitektur model Samarra dengan pola konstruksi yang lazim dipakai pada masa dinasti Abbasiyyah. Asitek masjid Ahmad ibn Thulun ini adalah seorang Kristen dari Irak.
Biografi Singkat Ahmad Ibn Tulun
Ahmad Ibn Tulun (atau Thulun) lahir pada tahun 220 H (835 M). Dia adalah muslim berkebangsaan Turki. Dalam bahasa Turki, Thulun bermakna "kemunculan yang sempurna."
Beberapa sumber menyebut bahwa ayah Ibn Thulun merupakan salah satu budak dari Farghanah, Turki. Ayah Ibn Thulun termasuk para budak yang dipersembahkan oleh penguasa Samaniyah di Bukhara sebagai hadiah buat Khalifah Dinasti Abbasiyah, yakni al-Makmun.
Menukil buku Sejarah dan Perdaban Islam 2 [PDF] karya Muzaiyana terbitan UIN Sunan Ampel, Ibn Thulun lalu terpilih menjadi anggota pasukan khusus pengawal Khalifah Dinasti Abbasiyah karena cakap di bidang militer.
Sumber lainnya, mengutip catatan Andi Syahreni dalam "Dinasti-dinasti Kecil Bani Abbasiyah" yang termuat di Jurnal Rihlah (Vol. IV, 2016), menyebut bahwa ayah Ibn Thulun bernama Bayakbek.
Nama terakhir itu merupakan tawanan perang asal Turki yang lantas diangkat jadi pengawal istana Khalifah al-Musta’in. Catatan yang berdasar pada karya Ibn Taghri-Birdi dalam al-Nujum Al-Zahirah Fi Mulk Mishr Wa Al-Qahirah tersebut menjelaskan bahwa Bayakbek lantas membelot.
Bayakbek bergabung dalam grup orang-orang Turki pendukung upaya Al-Mu'tazz menggulingkan Al-Musta'in dari posisi Khalifah Abbasiyah pada tahun 866 M. Sekalipun Al-Mu'tazz hanya berkuasa selama 3 tahun, ia sempat memberikan jabatan penting kepada Bayakbek, yakni sebagai Gubernur Mesir.
Akan tetapi, Bayakbek kemudian menyerahkan posisi itu kepada Ahmad Ibn Thulun. Maka itu, Ibn Thulun resmi diangkat menjadi Gubernur Mesir pada tahun 868 M.
Setelah menjadi Gubernur Mesir, Ahmad Ibn Thulun mengambil langkah berani dengan menentang Kekhalifahan Abbasiyah, dan mendirikan Dinasti Thuluniyah (868 M-906 M). Ibn Thulun tak hanya melawan Baghdad, ia pun menaklukkan Damaskus, Homs, Hamat, Aleppo, hingga Antiokia.
Ibn Thulun mampu berkuasa cukup lama, hampir 2 dekade, berkat dukungan armada laut tangguh yang berpangkalan di Akka (Acre). Selama masa itu pula perekonomian Mesir meroket dan pusat pemerintahan Dinasti Thuluniyah itu menjadi jantung baru kebudayaan Islam di era Abbasiyah.
Din Muhammad Zakariya dalam Sejarah Peradaban Islam: Prakenabian Hingga Islam di Indonesia (2018) menulis, kekuasaan Dinasti Thuluniyah hanya berlangsung singkat. Dinasti ini mengalami kemunduran setelah Ahmad Ibn Thulun meninggal pada tahun 884 M.
Selepas itu, Thulun digantikan anaknya yakni Khumarawaih. Namun, kekuasaan Dinasti Thuluniyah tidak bertahan lama. Dinasti ini tenggelam pada 905 M, satu dekade usai Ibn Thulun mangkat.
Setelah Dinasti Thuluniyah ambruk, Mesir kembali dikuasai Abbasiyah di bawah kendali Khalifah al-Muktafi. Namun, tidak lama kemudian, Mesir jatuh ke tangan Dinasti Ikhsyid pada 935 M, sebelum lama dikuasai oleh kekhalifahan baru di bawah kuasa Dinasti Fatimiah sejak 969 M.
Penulis: Alhidayath Parinduri
Editor: Addi M Idhom