Menuju konten utama

BI Sebut Defisit Transaksi Berjalan 2016 Sebesar 1,8 Persen

Bank Indonesia mengatakan defisit transaksi berjalan sepanjang 2016 kemungkinan besar mencapai 1,8 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

BI Sebut Defisit Transaksi Berjalan 2016 Sebesar 1,8 Persen
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo (tengah) didampingi Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo (kiri), dan Deputi Gubernur BI Mirza Adityaswara (kanan) bersiap memberi keterangan pers seusai rapat dewan gubernur di Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (17/11). ANTARA FOTO/Rosa Panggabean.

tirto.id - Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo mengatakan defisit transaksi berjalan sepanjang 2016 kemungkinan besar menyusut menjadi 1,8 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Artinya, defisit 2016 ini lebih baik dibandingkan pada 2015 yang sebesar 2,06 persen dari PDB.

Menurut dia faktor utama yang menurunkan nilai defisit transaksi berjalan adalah neraca perdagangan yang terus mencatat surplus. Data terakhir yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan neraca perdagangan Indonesia mencetak surplus $840 juta pada November 2016.

Surplus tersebut memang menurun dibandingkan catatan Oktober 2016 yang sebesar $1,21 miliar, tapi membuka kemungkinan penurunan nilai defisit untuk periode triwulan IV 2016.

"Maka itu, di triwulan IV-2016 kita perkirakan defisit neraca transaksi berjalan akan sebesar 1,9 persen terhadap PDB," kata Perry di Kantor Pusat Bank Indonesia pada Jumat (13/1/2017) seperti dikutip Antara.

BI sebelumnya memperkirakan defisit transaksi berjalan pada 2016 akan berada di angka 2 persen terhadap PDB. Namun, perkembangan ekspor maupun impor barang dan jasa di akhir tahun ternyata memperkecil nilai defisit itu.

Berdasar data BPS pada November 2016 lalu, nilai ekspor Indonesia mencapai $13,50 miliar atau meningkat 5,91 persen dibanding data pada Oktober 2016. Demikian juga dibanding November 2015, meningkat 21,34 persen. Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari-November 2016 mencapai $130,65 miliar atau menurun 5,63 persen dibanding periode yang sama tahun 2015.

Sementara nilai impor Indonesia pada November 2016 mencapai $12,66 miliar atau naik 10 persen apabila dibandingkan Oktober 2016. Demikian pula jika dibandingkan November 2015, ada kenaikan 9,88 persen. Secara kumulatif, nilai impor Januari–November 2016 mencapai $122,86 miliar atau turun 5,94 persen dibanding periode yang sama tahun 2015. Kumulatif nilai impor terdiri dari impor migas $17,07 miliar, yang turun 25,17 persen dibandingkan tahun 2015, dan impor non-migas senilai $105,79 miliar yang turun 1,87 persen dibanding 2015.

Perry memperkirakan perbaikan defisit neraca transaksi berjalan ini akan memperbaiki neraca pembayaran Indonesia (NPI). NPI terdiri dari neraca transaksi berjalan, neraca modal dan finansial serta cadangan devisa.

"Cadangan devisa akhir Desember 2016 naik menjadi 116 miliar dolar AS. Bisa dibilang NPI akan positif (surplus), ditambah modal asing yang masuk juga banyak," kata Perry.

Perry menambahkan dana asing yang masuk (capital inflow) selama periode (1-9/1/2017) sudah mencapai $700 juta atau sekitar Rp9 triliun.

"Selain itu, suplai valuta asing dan permintaan dalam negeri juga masih dalam perkembangan yang baik," kata Perry.

Perry menuturkan pasokan dana asing itu lebih banyak dipengaruhi perbaikan kondisi perekonomian domestik, termasuk kinerja swasta. Kinerja dunia usaha juga diyakini membaik karena perbaikan harga hampir seluruh komoditas.

"Selain ekspor komoditas, ekspor manufaktur juga akan naik, seperti kendaraan bermotor, termasuk tesktil. Kalau kinerja ekspor itu membaik menunjukkan kegiatan ekonomi membaik," ujar Perry.

Baca juga artikel terkait NERACA PERDAGANGAN atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Hard news
Reporter: Addi M Idhom
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom