Menuju konten utama

BI Naikkan Suku Bunga Acuan Guna Perbaiki CAD hingga Rupiah

Keputusan menaikkan suku bunga acuan untuk mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik dan mengendalikan defisit transaksi berjalan CAD dalam batas yang aman.

BI Naikkan Suku Bunga Acuan Guna Perbaiki CAD hingga Rupiah
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

tirto.id - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 14-15 Agustus 2018, memutuskan untuk menaikkan BI 7-Days Reverse Repo Rate (BI-7DRRR) sebesar 25 basis points (bps) menjadi 5,5 persen. Bersamaan dengan itu, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4,75 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,25 persen.

Kenaikan BI-7DRRR pada Agustus ini menjadi kenaikan keempat sejak awal tahun dengan total hingga kini 125 bps. Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo mengatakan keputusan tersebut konsisten dengan upaya untuk mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik dan mengendalikan defisit transaksi berjalan (Current Acount Deficit/CAD) dalam batas yang aman.

"Diharapkan dengan naiknya BI-7DRRR dapat menjaga daya tarik pasar keuangan domestik, imbal hasil termasuk dalam SBN tetap menarik, sehingga mendorong kembali masuknya aliran modal asing (inflow) untuk membiayai cad dan memperkuat kurs rupiah," ujar Perry di Kantor Bank Indonesi Jakarta pada Rabu (15/8/2018).

CAD pada triwulan II/2018, tercatat USD 8,0 miliar dolar AS atau 3 persen terhadap PDB. Angka itu lebih tinggi dibandingkan dengan defisit triwulan sebelumnya sebesar 5,7 miliar dolar AS atau 2,2 persen terhadap PDB.

Pemerintah telah mengambil langkah-langkah konkrit untuk menurunkan CAD, dengan mendorong ekspor dan menurunkan impor, termasuk penundaan proyek-proyek pemerintah yang memiliki kandungan impor tinggi.

"Di kondisi ketidakpastian global BI dan pemerintah sepakat untuk menurunkan CAD lebih rendah, di bawah 3 persen untuk lebih aman," ujar Perry.

Bersamaan dengan memperbaiki CAD yang tinggi, nilai tukar (kurs) rupiah juga diharapkan menguat. Kurs rupiah melemah di kisaran level Rp14.500 - Rp14.600 sejak Senin kemarin (13/8/2018).

Secara point to point, kurs rupiah melemah sebesar 3,94 persen pada Triwulan II/2018 dan 0,62 persen pada Juli 2018. Secara year to date (ytd), kurs rupiah terdepresiasi 7,04 persen atau lebih rendah dari India, Brazil, Afrika Selatan, dan Rusia.

"Bank Indonesia tetap akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait untuk menjaga stabilitas ekonomi dan ketahanan eksternal dalam kondisi ketidakpastian perekonomian global yang masih tinggi," ujarnya.

Ke depannya, BI akan terus mencermati perkembangan dan prospek perekonomian domestik maupun global, untuk memperkuat respons bauran kebijakan dalam menjaga stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan.

Ekonomi global saat ini masih dibayangi ketidakpastian global yang meningkat. Ketidakpastian global masih bersumber dari Fed Fund Rate (FFR) secara gradual. Selain itu, meningkatnya ketidakpastian ekonomi global dipicu oleh ketegangan perdagangan antara AS dan sejumlah negara, yang mendorong kebijakan balasan yang lebih luas, termasuk melalui pelemahan mata uang di tengah berlanjutnya penguatan dolar AS secara global.

"Ketidakpastian ekonomi global semakin tinggi dengan munculnya risiko rambatan dari gejolak ekonomi di Turki yang disebabkan oleh kerentanan ekonomi domestik, persepsi negatif terhadap kebijakan otoritas, serta meningkatnya ketegangan hubungan Turki dengan AS," terangnya.

BI dikatakannya terus mewaspadai risiko dari sisi eksternal tersebut, termasuk kemungkinan dampak rambatan dari Turki, meskipun diyakini bahwa ketahanan ekonomi Indonesia cukup kuat didukung oleh indikator fundamental ekonomi yang sehat dan komitmen kebijakan yang kuat.

Baca juga artikel terkait KURS RUPIAH atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Yantina Debora