tirto.id - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti mengatakan masih terdapat sekitar 20 persen devisa hasil ekspor (DHE) yang belum dikonversi menjadi rupiah. Destry menjelaskan hal itu dapat dimaklumi karena pengusaha tetap memerlukan mata uang dolar AS untuk membiayai importasi bahan baku yang notabene mendukung ekspor yang mereka lakukan.
“Kalau kita liat DHE belum semua di-convert. Kami memahami ini kebutuhan eksportir ada yang butuh dolar membiayai impor,” ucap Destry kepada wartawan saat ditemui di Kantor Pusat Bea dan Cukai, Jumat (27/12/2019).
Destry mengatakan langkah menyisakan dolar AS oleh sejumlah pengusaha ini juga masih dapat ditolerir. Selain perkara kebutuhan importasi, ia cukup puas karena uang dolar AS itu ditempatkan di dalam negeri.
Dengan demikian Indonesia memiliki suplai dolar yang cukup besar di pasar valas dalam negeri. Ia bilang efek positif dari langkah ini terasa dari nilai tukar rupiah yang relatif stabil di angka Rp13.900 per dolar AS.
“Yang penting mereka (uang dolar AS) masuk domestik. Menambah suplai dolar,” ucap Destry.
Di sisi lain, Destry puas terkait kepatuhan sejumlah pengusaha dalam menyimpan DHE-nya di dalam negeri. Ia mencatat selama Oktober 2019 saja terdapat 12 miliar dolar AS DHE yang masuk terdiri dari 90 persen perusahaan yang melakukan ekspor. Lalu dari 95 persennya ia mencatat, DHE ditempatkan di bank domestik.
“Di Oktober 2019 itu lebih bagus kepatuhannya. Lebih tinggi dari September 2019,” ucap Destry.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Gilang Ramadhan