Menuju konten utama

BI: Kebijakan Moneter Tunggu Momen yang Tepat

Bank Indonesia mengamini bahwa indikator ekonomi makro telah mendukung dilakukannya relaksasi kebijakan moneter. Akan tetapi, diperlukan momen yang tepat ditinjau dari kondisi psikologis pasar serta dinamika ekonomi domestik dan global guna merealisasikannya.

BI: Kebijakan Moneter Tunggu Momen yang Tepat
Gubernur BI Agus Martowardojo (kanan) berjabat tangan dengan tiga orang Deputi Gubenur BI, Perry Warjiyo (kedua kanan), Hendar (kedua kiri) dan Erwin Rijanto (kiri) usai meresmikan pembukaan acara "10th International Conference Bulletin of Monetary Economic and Banking" di Gedung BI, Jakarta, Senin (8/8). (Antara Foto/Widodo S. Jusuf)

tirto.id - Bank Indonesia (BI) membenarkan bahwa meski saat ini berbagai indikator ekonomi makro sudah mendukung untuk dilakukannya kembali pelonggaran kebijakan moneter, relaksasi tersebut masih menunggu waktu yang tepat baik ditinjau dari psikologis pasar serta dinamika ekonomi domestik dan global.

"Sangat ditentukan oleh hal-hal seperti timing. Pertama, apakah kondisi pasar tepat di Juni-Juli, Agustus-September, atau November-Desember, itu adalah bacaan ekonomi pasar, masing-masing dari Dewan Gubernur," kata Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Senin (8/8/2016).

Perry menerangkan bahwa faktor waktu tersebut kini menjadi pertimbangan utama BI dalam memutuskan kebijakan moneter selanjutnya. Faktor lainnya dari indikator ekonomi makro seperti laju inflasi, neraca transaksi berjalan dan pertumbuhan ekonomi, menurut Perry, sudah sesuai radar bank sentral.

Untuk menilai waktu yang tepat, BI berpegangan pada dua hal yakni momentum psikologis pasar keuangan. Dengan waktu yang tepat, kebijakan pelonggaran moneter dapat bertransmisi dengan baik dan memberikan nilai tambah ke perekonomian.

“Kemudian, yang kedua adalah penilaian kondisi ekonomi yang disesuaikan dengan proyeksi Bank Indonesia sebelumnya. Penilaian kondisi ekonomi tersebut juga menimbang potensi risiko dari ekonomi global dan domestik,” papar Perry.

Potensi risiko tersebut seperti masih adanya ketidakpastian ekonomi global, dari kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat, The Fed, dan dampak keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit). Selain itu, peningkatan harga komoditas juga akan menjadi pantauan BI.

Dari sisi domestik, penilaian akan ditinjau dari realisasi penyerapan anggaran tahun ini dan efektivitas kebijakan moneter sebelumnya dalam mendorong pertumbuhan kredit.

Hal-hal tersebut akan menjadi pertimbangan BI dalam RDG bulan ini yang hasilnya akan diumumkan pada 19 Agustus 2016, seiring pergantian instrumen bunga acuan dari Bank Indonesia Rate bertenor 12 bulan menjadi bunga acuan transaksi SUN secara bersyarat antara BI dan perbankan bertenor 7 hari (7 Day Reverse Repo Rate).

Baca juga artikel terkait BANK INDONESIA

tirto.id - Ekonomi
Sumber: Antara
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari