Menuju konten utama

Bersihkan Kali Pakai Eceng Gondok, Mengatasi Masalah Dengan Masalah

Pemprov DKI manfaatkan eceng gondok untuk mengatasi pencemaran air di sejumlah sungai di Jakarta. Sayangnya ini dapat menimbulkan masalah baru yang sama seriusnya.

Bersihkan Kali Pakai Eceng Gondok, Mengatasi Masalah Dengan Masalah
Foto udara alat berat membersihkan eceng gondok di waduk Cirata, Dermaga Pasir Geulis, Cipicung, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Kamis (19/7/2018). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

tirto.id - Air sungai di Jakarta sudah sangat tercemar. Tak ada yang menyangkal itu. Pemprov DKI pun berupaya dengan banyak cara agar itu bisa dipulihkan, atau minimal tak semakin parah.

Anies belum punya cetak biru soal bagaimana mengatasi masalah ini. Namun beberapa pejabat di bawahnya sudah melakukan beberapa hal.

Pemerintah Kota Administratif Jakarta Utara misalnya, memutuskan untuk menanam eceng gondok di Kali Sentiong. UPK Badan Air Jakarta Utara juga telah melakukan hal yang sama di Kali Inlet 3, Tanjung Priok.

Lantas, benarkah eceng gondok bisa mengatasi persoalan pencemaran air?

Peneliti dari Pusat Penelitian Limnologi LIPI, Gadis Sri Haryani, mengatakan eceng gondok memang dapat memulihkan perairan yang tercemar.

Eceng gondok adalah tumbuhan yang bisa menyerap senyawa organik dan anorganik dengan tingkat efektivitas tinggi, atau dalam ilmu biologi disebut bersifat fitoremediasi—pencucian polutan yang dimediasi oleh tumbuhan.

Apa yang dikatakan Gadis sebetulnya telah terverifikasi lewat berbagai riset. F Rudiyanto dalam Tingkat Kemampuan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) dalam Memperbaiki Kualitas Limbah Cair Hasil Deasidifikasi Nata fe Coco menemukan eceng gondok dapat menurunkan nilai kekeruhan.

Riset yang sama menemukan eceng gondok juga dapat meningkatkan nilai pH air ke arah normal dan dapat menghilangkan bau.

Hal yang sama juga ditemukan pada riset Suryati berjudul Eliminasi Logam Berat Kadmium dalam Air Limbah Menggunakan Tanaman Air. Suryati menyimpulkan bahwa eceng gondok—yang merupakan tanaman air—dapat menurunkan konsentrasi Cd (kadmium, salah satu jenis logam). Dari sekian banyak tanaman air, eceng gondok adalah yang paling efektif menurunkan logam jenis ini.

Eceng gondok juga bisa menurunkan kandungan logam kromium (Cr), seperti temuan Hartanti tahun 2014 lalu.

Hanya saja, kata Gadis, pemanfaatannya perlu diperhatikan karena pertumbuhan eceng gondok rentan tidak terkendali. Jika ini terjadi dan permukaan sungai tertutup seluruhnya, maka ekosistem di sana akan terganggu.

“Karena kalau sudah tumbuh, eceng gondok bisa bercabang. Apabila pertumbuhannya tidak terkendali, maka menimbulkan masalah baru yakni tertutupnya [permukaan] perairan itu,” jelas Gadis kepada reporter Tirto, akhir November lalu.

Apa efek tertutupnya permukaan air? Itu mengurangi cahaya yang mencapai tumbuhan di bawah permukaan air sehingga mengurangi oksigen dalam air. Padahal di satu sisi, oksigen ini bisa menghidupkan bakteri pengurai limbah.

Selain itu, dengan eceng gondok di atas air, aliran air pun akan terhambat. Ini bisa membuat banjir, seperti yang terjadi di Sungai Cirarab tahun 2014 lalu.

Dampak lain tertutupnya permukaan air oleh eceng gondok adalah pendangkalan permukaan sungai. Ini terjadi di banyak tempat, seperti di Danau Limboto, Danau Sentani, dan bahkan di Sungai Banjir Kanal Timur (BKT).

Eceng gondok bisa mempercepat pendangkalan karena jika mati, tumbuhan itu akan turun dan mengendap di dasar danau. Cara yang paling mudah jika ini sudah terjadi adalah mengangkatnya secara manual. Dan itu butuh uang banyak. Pada tahun 2013 lalu, Pemprov DKI menganggarkan duit hingga Rp46 miliar untuk melakukan itu.

Atas dasar itu, Gadis mengatakan cara yang perlu diprioritaskan ialah dengan tidak membuang limbah secara langsung ke sungai.

“Kita harus mengatasinya ke inti permasalahan, yaitu jangan langsung membuang limbah ke perairan. Karena kalau itu tidak dilakukan, masalah akan berlarut-larut.”

Baca juga artikel terkait PENCEMARAN AIR atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Rio Apinino