tirto.id - Tercatat lebih dari 130 pemberontak Yaman meninggal dalam serangan di selatan Marib, sebuah koalisi yang dipimpin Saudi. Berdasarkan sumber-sumber militer, pemberontak merebut sebuah distrik 25 kilometer selatan kota strategis.
The Defense Postmelaporkan, ratusan pemberontak Houthi yang didukung Iran dan loyalis pemerintah itu tewas sejak pertempuran di Marib. Sebagaimana diketahui, Kota Marib adalah benteng terakhir pemerintah yang diakui secara internasional di Yaman sekaligus merupakan tempat kaya minyak.
Banyak serangan yang terjadi di distrik Provinsi Marib, setelah paling tidak koalisi menyatakan, serangan udara yang terjadi sehari sebelumnya telah membunuh lebih dari 150 orang pemberontak.
“Kami menargetkan sembilan kendaraan militer milisi Houthi di Abdiya, dan kerugian mereka melebihi 134 anggota,” kata pernyataan koalisi yang disiarkan oleh media resmi Saudi.
Kubu pemberontak jarang sekali mengumumkan korban dari barisan mereka sendiri. Akan tetapi juru bicara yahya Saree mengatakan: Houthi "berada di tepi kota Marib dari beberapa sisi setelah mengalahkan pengkhianat dan tentara bayaran ... dari beberapa distrik di Marib dan membebaskan mereka sepenuhnya."
Berdasarkan keterangan sumber militer, para pemberontak merebut distrik Al-Jawbah di provinsi Marib selatan. Sedangkan pasukan pro pemerintah telah menarik diri dari pos mereka di Al-Jawbah setelah terjadi perkelahian hebat dengan gerilyawan, begitu kata mereka kepada AFP tanpa menyebut nama.
Menurut keterangan penduduk di daerah itu, Houthi masuk ke distrik itu sembari mengatakan kalau mereka maju "dengan cepat".
Pada awal Oktober ini, serangan rudal dan drone (pesawat tak berawak) yang terjadi di pangkalan militer utama di Yaman selatan setidaknya telah menewaskan 30 orang tentara. Hal itu disampaikan juru bicara militer Yaman.
Seperti diwartakan The Guardian, kejadian yang terjadi pada Minggu, 3 Oktober 2021 itu adalah salah satu serangan paling mematikan dalam perang saudara di Yaman dalam beberapa tahun terakhir. Prajurit Nasser Saeed berhasil selamat.
Ia dibawa ke rumah sakit Naqib di Aden bersama orang-orang terluka lainnya. Menurut prajurit itu, sebuah barak yang menampung lebih dari 50 tentara telah dihantam oleh rudal, kemudian drone bermuatan bahan peledak.
Sejarah Konflik dan Perang di Yaman
The Guardian melaporkan, Yaman telah mengalami perang saudara sejak 2014, ketika kelompok pemberontak Houthi menyapu sebagian besar utara dan merebut ibu kota, Sana'a. Hal itu memaksa pemerintah yang diakui secara internasional tergeser ke pengasingan.
Pada tahun berikutnya, koalisi yang dipimpin Saudi memasuki perang di pihak pemerintah. Konflik di Yaman, negara termiskin di dunia Arab, telah menewaskan lebih dari 130.000 orang dan melahirkan krisis kemanusiaan terburuk di dunia.
BBC melaporkan, konflik itu berakar dari kegagalan transisi politik atas pemberontakan Musim Semi Arab yang memaksa otoriter lama, Ali Abdullah Saleh, untuk menyerahkan kekuasaan pada wakilnya, Abdrabbuh Mansour Hadi pada tahun 2011.
Saat menjadi presiden, Hadi berjuang menangani berbagai masalah, seperti serangan oleh para jihadis, gerakan separatis di selatan, serta korupsi, pengangguran dan kerawanan pangan.
Kendati demikian, Gerakan Houthi yang memperjuangkan minoritas Muslim Syiah Zaidi Yaman dan memerangi serangkaian pemberontakan melawan Saleh selama dekade sebelumnya, melihat keuntungan dari kelemahan presiden baru dengan mengambil kendali dari jantung utara provinsi Saada dan daerah tetangganya.
Kecewa dengan masa transisi itu, banyak warga Yaman biasa, termasuk Sunni, ikut mendukung Houthi, dan pada akhir 2014 dan awal 2015 melakukan pemberontakan secara bertahap mengambil alih ibu kota Sanaa.
Editor: Iswara N Raditya