Menuju konten utama

Bergesernya Ciri Pengguna Narkoba

Badan Narkotika Nasional (BNN) baru saja merilis 53 ciri-ciri pengguna narkoba. Usai dirilis, ciri-ciri tersebut langsung menjadi trending topic di Twitter. Sayangnya, trending topic itu bukan karena apresiasi, melainkan lelucon terhadap ciri-ciri pengguna narkoba yang dianggap kurang pas.

Bergesernya Ciri Pengguna Narkoba
Seorang tersangka kasus penyalahgunaan narkotika dihadirkan saat ungkap kasus narkoba di Polres Jakarta Barat, Jakarta, Minggu (28/8). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga.

tirto.id - BNN merilis 53 ciri pengguna narkoba melalui akun twitternya @INFOBNN pada 2 Agustus 2016. Apa mau dikata, postingan tersebut malah menjadi bahan bulan-bulanan netter karena dianggap tidak logis. Para netter ramai-ramai membuat meme dan ciri guyonan tandingan dengan hastag #CiriPenggunaNarkoba, hingga tagar tersebut mampu bertengger sebagai trending topic Indonesia pada Senin (29/8) sore. Tak sedikit netter yang mengubah judul e-flayer itu menjadi “Ciri Anak Muda Zaman Sekarang”

Beberapa seleb twit seperti Pandji Pragiwaksono, Alit Susanto dan Joshua Suherman juga ikut meramaikan tagar guyonan #CiriPenggunaNarkoba. “Nomer 35 bisa jadi pengguna narkoba atau jualan MLM” twit Pandji mengomentari ciri nomor 35. Alit yang malah mengomentari typo pada e-flayer tersebut “#CiriPenggunaNarkoba tidak cermat dalam bekerja. Abis nulis angka 2, langsung angka 4”

Menanggapi komentar-komentar lucu dan sinis tersebut, BNN mengaku tidak masalah. Kombes Pol Slamet Pribadi, Humas BNN Jakarta malah menyatakan kegembiraan lantaran e-flayer yang disebar sukses menjadi trending topic.

“Bagus, yang tadinya tidak aware jadi aware, tidak apa-apa bagus, jadi semua membaca kan, tidak ada yang salah kok itu,” kata Slamet kepada tirto.id, Rabu (31/8/2016).

Slamet menampik anggapan ciri pengguna narkoba yang dirilis tak melalui penelitian. Ia menyatakan sebelum merilis, BNN telah melakukan riset melalui wawancara dari tahun ke tahun dengan para dokter dan psikolog adiksi oleh tim humas BNN.

BNN kemudian meminta masyarakat menanggapi dengan lebih bijak. Ini karena ciri-ciri pengguna narkoba itu sudah diperbarui sesuai dengan kondisi sekarang. “Tapi itu adalah ciri-ciri umum, bukan berarti orang ke mal adalah pengguna narkotika. Pengguna narkotika biasanya ke mal bertemu komunitas pengguna,” jelasnya.

Ia pun menggarisbawahi, masyarakat dapat melaporkan subjek yang dianggap pengguna narkoba apabila ditemukan tanda-tanda tersebut rutin, minimal ada dua atau tiga ciri. “Misal pakai kacamata padahal tidak minus, bawa tetes mata padahal tidak sakit mata, suka ke mal padahal tidak belanja,” tutupnya.

Selintas, ciri-ciri yang dirilis BNN memang sebagian terasa sangat umum dan tidak secara khusus menjadi ciri pengguna. Misalnya poin 4: keras kepala/susah dinasihati atau poin 44: tidak memperbaiki kebersihan/kerapihan diri sendiri (kamar berantakan, tidak mandi).

Terlepas dari kontroversi tersebut, bagaimana sebenarnya ciri-ciri pengguna narkoba?

Benny Ardjil, Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa dan Minat Khusus Adiksi Narkoba membenarkan secara kasar isi e-flayer ciri pengguna narkoba. Secara klinis, para pecandu memang menunjukkan beberapa gejala di antara 53 ciri. Namun, pelabelan “pengguna narkoba” tidak semata-mata hanya dilihat dari ciri-ciri yang general saja.

Para pecandu memang sering menunggak uang sekolah, karena uangnya dipergunakan untuk membeli narkoba, memanipulasi tubuh dengan memakai jaket. Memakai kacamata hitam untuk menghindarkan cahaya berlebih karena silau akibat pupil mata yang melebar.

“Tapi mohon jangan dibalik yang pakai kacamata hitam itu pecandu. Gejala itu tidak berdiri sendiri, yang pertama dilihat riwayat pengguna narkoba dan catatan kesehatannya,” ujar Benny saat berbincang dengan tirto.id, Kamis (1/9/2016).

Kelompok-kelompok adiksi ini termasuk kategori terkena penyakit, atau digolongkan ke dalam penyakit jiwa, gejala yang disebutkan dalam e-flayer dalam kadar ringan juga terdapat pada orang normal. Sehingga tak bisa sepenuhnya melihat pecandu secara kasat mata dan tanpa adanya pemeriksaan kesehatan lanjutan.

“Banyak pecandu yang kelihatannya normal saja, harus kita periksa, kita wawancara, observasi, kita lihat dan amati gejalanya, ada riwayat pengguna narkoba tidak. Belum tentu juga kurus drastis karena narkoba, bisa saja penyakit lain, gangguan hormon tiroid, diabet,” papar Benny.

Penanganan

Berdasarkan data BNN saat ini ada sekitar 4,2 juta orang pengguna narkoba di Indonesia. Sekitar 70 persen pengguna adalah pekerja, 22 persen pelajar dan mahasiswa serta 8 persen adalah pengangguran. Pengguna terbesar berdasarkan wilayah adalah Jakarta yang jumlahnya sekitar 10 persen dari total pemakai di Indonesia atau sekitar 491 ribu orang, setara 7 persen dari total penduduk Jakarta.

Dari jumlah data tersebut, jumlah pengguna narkoba yang direhabilitasi baru sebanyak 18 ribu orang dari 4,2 juta pengguna di Indonesia. BNN dengan empat Rumah Sakitnya hanya mampu merehabilitasi 2 ribu orang, sedangkan swasta merehabilitasi 16 ribu orang. Idealnya jumlah pengguna yang direhabilitasi saat ini minimal 400 ribu orang.

Selama ini, penanganan terhadap pengguna narkoba banyak yang menyasar pada hukuman pidana. BNN sudah lama mengusulkan rehabilitasi bagi pengguna. Sebab di hotel prodeo, para pengguna ini malah lebih mudah mendapat akses dekat dengan bandar karena berada dalam satu sel.

“Adiksi ini penyakit kronis jangan main dihukum, itu yang terjadi sekarang. Masak orang sakit dihukum, padahal tidak ada orang yang mau jadi pecandu, bercita-cita pecandu, mungkin awalnya coba-coba, pasti mau berhenti tapi sulit, berhenti itu tidak mudah, karena penyakit, butuh bantuan orang lain untuk memulihkan, mengobati,” katanya.

Lalu apa yang harus dilakukan ketika mengetahui ada pemakai di sekeliling kita? Benny menyarankan memakai pendekatan persuasif, dengan langkah awal menanyakan kebenaran pemakaian. Lalu jika sudah terbukti memakai, dapat dibawa ke dokter atau psikolog adiksi untuk mengetahui ketergantungan pemakaian, jenis dan dosis pakai.

“Selanjutnya, tergantung kondisi penilaian, assessment ahli, kalau ringan masih coba-coba bisa rawat jalan. Kalau ketergantungan sekali, dan sering sakau harus direhab, rawat inap,” jelasnya.

Baca juga artikel terkait HUKUM atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Hukum
Reporter: Aditya Widya Putri
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti