tirto.id - Untuk menghasilkan generasi yang cerdas dan kuat, para perempuan harus mempersiapkan kehamilannya semenjak remaja. Sayangnya, banyak wanita yang belum menyadari kehamilannya di minggu-minggu pertama. Sehingga, janin terpaksa makan zat gizi seadanya dan menyebabkan perkembangan organ tubuh tak sempurna.
Akibatnya, janin jadi berisiko membawa ragam penyakit tidak menular (PTM) seperti anemia, stunting, diabetes, hipertensi, stroke, jantung, gagal ginjal, dll. Pada stunting, proses terjadinya bersamaan dengan proses hambatan pertumbuhan dan perkembangan organ lainnya termasuk otak, jantung, paru-paru, reproduksi, dll.
Artinya, jika seorang anak menderita kekurangan gizi dan menjadi stunting, kemungkinan besar juga mengalami hambatan pertumbuhan organ lainnya. Hambatan pertumbuhan otak misalnya, baru jelas terlihat saat anak memasuki usia sekolah. Sementara hambatan pertumbuhan organ lain baru terlihat efeknya saat dewasa.
Baca juga: Ibu Hamil Tak Perlu Konsumsi Susu Khusus Hamil
Prof. dr. Endang Laksminingsih, ahli gizi sekaligus Kordinator Positive Deviance Resource Center (PDRC), lembaga di Universitas Indonesia yang fokus menggali masalah nutrisi dan kesehatan, menyatakan tak sepenuhnya PTM terjadi karena faktor genetik.
Sebab perkembangan organ anak paling dipengaruhi 1000 hari pertama kehidupan. Singkatnya, gen bukanlah faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan anak. Penyakit-penyakit kronis tersebut berasal dari respons tubuh terhadap kurangnya zat gizi di masa awal kehidupan.
“Di 8 minggu pertama kehamilan, perempuan suka tidak sadar sedang hamil. Padahal, kekurangan gizi di masa itu tak bisa ditambal di masa mendatang,” kata Endang.
Penelitian oleh Dr. David Barker dkk, pada tahun 2009 juga menunjukkan hal ini. Jika biasanya PTM dianggap sebagai “penyakit orang kaya”, Barker membantahnya dengan mencetuskan teori “Hipotesis Barker”. Teori ini kemudian menjadi acuan ragam penelitian serupa setelahnya.
Baca juga: Waspada Diabetes Gestasional pada Ibu
Barker meneliti jumlah penderita PTM di kawasan berpenduduk miskin dan kaya di Inggris. Sebanyak 13.345 pria dan wanita kelahiran 1934-1944 dan 1.7086 orang yang lahir pada 1924-1933 menjadi sampel penelitian. Para sampel didata pertumbuhan pra dan pasca kehamilannya.
Mulanya Barker menduga PTM lebih banyak ditemukan di daerah berpenduduk kaya. Namun dugaannya meleset, PTM justru lebih banyak ditemukan di wilayah berpenduduk miskin. Anak-anak di wilayah tersebut mulai mengembangkan penyakit jantung koroner, diabetes tipe 2, dan stroke.
PTM Terjadi Secara Trans-generasi (Nenek ke Cucu)
Setelah pembuahan telur oleh sperma, terbentuklah cikal bakal organ-organ tubuh hingga janin berusia 8 minggu. Sebagian organ siap berfungsi setelah lahir. Namun, sebagian yang lain yakni otot dan otak disempurnakan hingga usia bayi mencapai 2 tahun.
Bila pada periode ini bayi mengalami kekurangan gizi, kemungkinan PTM tak hanya terjadi antar-generasi, tapi juga trans-generasi. Barker menyatakan, hal inilah yang kemudian seolah menyatakan bahwa penyakit tersebut akibat keturunan.
“Makanya, saat perempuan hamil, sejatinya ia tak hanya mempersiapkan calon anak. Tapi juga calon cucu,” kata Endang.
Baca juga: Dongeng Meningkatkan Kepekaan Otak Anak
Ia menjelaskan, pada masa 8 minggu pertama kehamilan yang berlanjut hingga kelahiran, janin juga akan mengembangkan organ reproduksi. Apabila kekurangan gizi, organ reproduksi tersebut tak akan maksimal menghasilkan sel telur/sperma di kemudian hari. Keadaan ini yang menjadikan PTM menurun trans-generasi.
Bagaimana cara menanggulanginya?
Perempuan yang akan menjadi ibu harus mempersiapkan kehamilannya jauh-jauh hari. Mereka harus mempersiapkan beragam zat gizi seimbang sebagai cadangan di saat hamil nanti. Status gizi dan kesehatannya harus dipantau. Ibu yang anemia akan berpengaruh pada prematuritas dan pertumbuhan janin terhambat.
Sementara itu, ibu yang kurus sebelum kehamilan menyebabkan pertumbuhan janinnya tak optimal, sebab ibunya tak memiliki cadangan energi yang mencukupi. Idealnya, seorang perempuan tidak menderita anemia dan tidak kurus.
“Sejak remaja, berat badan harus ideal dan tidak anemia. Kapan pun ia hamil, sudah punya cadangan gizi di minggu pertama kehamilan,” jelas Endang.
Baca juga: Minum Teh dan Kopi Bisa Picu Anemia
Untuk mengetahui risiko kekurangan gizi kronis (KEK) pada wanita usia subur (WUS), dapat digunakan pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA). Alat ukur ini berbentuk seperti penggaris yang terbuat dari kertas. Cara menggunakannya dengan melingkarkan pada setengah jarak antara pundak dan siku di lengan kiri atas.
Batas ambang LILA WUS risiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm. Jika lingkar lengan Anda di bagian tersebut kurang dari 23,5 cm, Anda diperkirakan akan menghasilkan bayi berat lahir rendah (BBLR). Untuk itu, remaja perlu makan beraneka ragam makanan bergizi guna menjamin gizi yang dibutuhkan tercukupi.
Pada ibu hamil, kuantitas makan harus ditingkatkan, asupan zat gizi mikro penting seperti zat besi, asam folat, iodium, zink, dan kalsium harus terpenuhi. Dan, usahakan membatasi konsumsi garam untuk mencegah hipertensi. Sebab hipertensi juga menjadi penyumbang kematian terbesar ibu melahirkan.
Baca juga: Ibu Hamil, Waspada Tekanan Darah Anda Tinggi
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani