tirto.id - Diabetes merupakan penyakit yang merenggut banyak jiwa tanpa diketahui gejalanya. Secara umum, berdasarkan kondisi riil, perempuan menjadi garda terdepan pencegahan diabetes bagi keluarga. Selain umumnya ibu menjadi penentu pola makan keluarga, wanita hamil yang mengalami diabetes berpotensi menurunkan penyakit tersebut pada anaknya.
Seorang anak yang lahir dari ibu dengan diabetes gestasional berisiko besar menderita diabetes saat dewasa. Diabetes gestasional merupakan kondisi kadar gula darah tinggi yang terjadi pada wanita hamil.
Diabetes gestasional bukan hanya disebabkan riwayat diabetes keluarga, tapi juga akibat peningkatan hormon di dalam tubuh saat kehamilan yang menghambat kerja insulin. Akibatnya, gula darah akan meningkat, lalu janin akan menyimpannya sebagai lemak. Kondisi yang terus menerus seperti ini akan mengakibatkan berat badan bayi tumbuh di atas rata-rata (makrosomia janin).
American Diabetes Association memprediksi, ada sekitar 7 persen kehamilan yang dipersulit karena kehadiran diabetes gestasional. Penyakit ini selain membuat janin mengalami makrosomia, juga menimbulkan penyakit lain pada bayi, seperti hipoglikemia neonatal (kadar gula rendah pada bayi), bayi kuning, polisitemia (peningkatan abnormal sel darah merah), dan hipokalsemia (kalsium dalam plasma darah rendah).
Baca juga:Obesitas Mengancam Anak Indonesia
Hiperglikemia pada ibu hamil juga meningkatkan kematian janin selama 4-8 minggu kehamilan terakhir. Selain itu, karena janin mengalami makrosomia, ibu dengan diabetes gestasional juga lebih mungkin mengalami persalinan caesar. Di dunia, kasus diabetes gestasional bisa mencapai 200 ribu setiap tahunnya, prevalensinya berkisar antara 1-14 persen dari semua kehamilan.
“Apalagi, wanita memiliki risiko lebih besar mengidap diabetes. Mereka bisa membuat potensi pengidap diabetes di Indonesia semakin bertambah apabila tidak menerapkan gaya hidup sehat dan benar,” ujar Menteri Kesehatan, Nila Moeloek dalam acara “Simposium Hari Diabetes Sedunia 2017” di Jakarta, 29 November lalu.
Kini, di dunia terdapat lebih dari 199 juta wanita hidup dengan diabetes. Jumlah ini diprediksi meningkat menjadi 313 juta di tahun 2040. Yang perlu menjadi perhatian, penyakit ini menjadi penyebab utama kematian ke-9 pada wanita di dunia dengan 2,1 juta kematian setiap tahunnya.
Karena itu, guna mencegah berbagai risiko akibat diabetes gestasional, ibu hamil dianjurkan untuk melakukan tes kadar gula darah pada kunjungan kehamilan (pranatal) pertama. Terutama jika sebelumnya mereka memiliki riwayat diabetes, obesitas, glikosuria, atau riwayat keluarga diabetes. Pengujian ulang harus dilakukan kembali saat usia kehamilan memasuki 24 hingga 28 minggu.
Baca juga:Ibu Hamil Waspada jika Tekanan Darah Anda Tinggi
Terjadi Peningkatan Anak Muda Penderita Diabetes
Jangan mengira dampak diabetes gestasional hanya terjadi saat kehamilan dan sesaat setelahnya. Wanita yang mengalami diabetes gestasional berisiko tinggi mengembangkan penyakitnya ke arah diabetes tipe 2. Selain itu, para bayi yang dilahirkan dari ibu dengan diabetes gestasional juga berisiko tinggi mengalami obesitas, intoleransi glukosa, dan diabetes saat remaja.
Di Indonesia, kondisi ini memprihatinkan, karena dokter ahli endokrin metabolisme dan diabetes hanya berjumlah 100 orang. Fasilitas kesehatan tingkat pertama yang sudah menerapkan perawatan khusus diabetes pun terbatas. Sementara itu, penderita diabetes tersebar luar hingga pelosok daerah.
Karena keterbatasan ahli dan fasilitas tersebut, hanya sekitar 25 persen pasien diabetes yang mendapat perawatan tepat waktu. Sisanya, sebanyak 50 persen orang dengan diabetes di Indonesia tak pernah tahu penyakit tersebut telah membikin komplikasi pada organ lainnya.
"Diabetes bisa merembet ke penyakit lainnya, seperti gagal ginjal, jantung. Makanya terapkan gaya hidup sehat, olahraga, makan seimbang, dan istirahat cukup,” kata Nila.
Jika komplikasi sudah terjadi, maka pasien jadi harus mengeluarkan biaya dobel untuk merawat penyakit diabetes sekaligus komplikasinya. Secara global, dinyatakan hanya 7 persen pengeluaran digunakan untuk pengobatan diabetes. Sementara itu, 93 persennya lagi habis untuk perawatan komplikasi.
Baca juga:Tak Perlu jadi Superman untuk Menolong Korban Henti Jantung
Untuk langkah pencegahan, perempuan dalam masa kehamilan harus mengonsumsi kalori dan nutrisi yang tepat. Rekomendasi dari American Diabetes Association, wanita dengan BMI lebih dari 30 kg/m2 memiliki batasan kalori 30-33 persen (sampai 25 kkal/kg berat badan per hari).
Perempuan dan laki-laki yang berkeluarga juga harus memiliki pengetahuan untuk menjaga pola makan keluarga. Sebab, gaya hidup dan pola makan juga meningkatkan risiko penyakit diabetes. Siapa pun yang menjadi koki bagi keluarganya adalah pemegang kontrol risiko diabetes bagi anak-anak dan suaminya.
dr. Aman Bhakti Pulungan, Sp.A(K), Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyatakan jumlah penderita diabetes anak telah mengalami peningkatan selama lima tahun terakhir. Jumlahnya meningkat hingga 500 persen pada anak usia 0-18 tahun.
Data IDAI mengemukakan terdapat lebih dari 1000 kasus anak dengan diabetes melitus tipe-1 pada 2014. Sementara itu, pada 2016 terdapat penambahan pasien baru sebanyak 112 anak. Uniknya, tren peningkatan diabetes melitus pada anak ini terlihat pada masa-masa libur panjang, antara bulan Juni-Agustus dan Desember-Januari.
“Pada masa ini, orangtua terlihat kurang memperhatikan pola makan dan waktu istirahat anak sehingga sistem imun mereka menurun dan pola infeksi meningkat,” kata dokter Aman yang ditemui dalam acara yang sama.
Baca juga:Sesat Pikir Soal Obesitas Anak
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolik utama pada anak, bersifat kronik dan potensial mengganggu tumbuh kembang. DM tipe-1 pada anak diakibatkan jumlah insulin rendah akibat kerusakan sel beta pankreas. Sementara DM tipe-2 disebabkan resistensi insulin, meski kadar insulin dalam darah normal.
Anak yang terkena DM tipe-1 harus menggunakan terapi insulin seumur hidup, di samping tindakan penunjang seperti pengaturan makan, menjaga perubahan berat badan, dan olahraga teratur. Anak yang terkena DM dapat dikenali dengan beberapa gejala klinis seperti banyak makan, sering buang air kecil, terkadang hingga mengompol, disertai dengan penurunan berat badan drastis (bisa sampai 6 kg dalam 2 bulan).
Ada pula gejala lainnya seperti mudah lelah, infeksi jamur, luka sulit sembuh, penglihatan kabur, kulit gatal dan kering, rasa kebal, dan sering merasa kesemutan di kaki. Namun, pada kenyataannya gejala-gejala tersebut tidak timbul jelas sehingga diagnosis DM sering terlewatkan. “Bahayanya jika tidak segera diobati bisa berisiko kematian.”
Baca juga:Yang Penting Gizi Seimbang, Bukan 4 Sehat 5 Sempurna
Untuk itu, penting bagi para ibu untuk memeriksakan kondisi dula darah anak apabila memiliki faktor diabetes gestasional atau faktor diabetes dari anggota keluarga lainnya. Sebab, penanganan tepat waktu dapat mencegah dan menekan komplikasi diabetes pada anak.
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani