Menuju konten utama

Berbagi Rezeki Lewat Sharing Economy

Sharing economy berpotensi menjadi model ekonomi alternatif yang lebih manusiawi dan beradab.

Berbagi Rezeki Lewat Sharing Economy
Ilustrasi pengguna laptop. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Sita, 38 tahun, mengalihfungsikan garasi dan kamar pembantu yang tak terpakai di rumahnya di Jakarta Timur untuk disewakan. Ia merenovasi dan mengiklankan kamar itu di Airbnb, situs marketplace yang memberi kesempatan setiap orang untuk menyewakan kamar atau propertinya dalam jangka waktu pendek, dengan harga antara Rp290.000 - Rp350.000.

“Saya mendapat keuntungan lumayan,” ungkap Sita.

Bisnis digital memunculkan apa yang disebut sharing economy, atau ekonomi berbagi, aktivitas ekonomi memberi, menerima, atau berbagi akses ke barang dan jasa antar pengguna. Semua aktivitas ini dikoordinasikan melalui layanan online berbasis komunitas.

Sharing economy tumbuh subur seiring kesuksesan beberapa situs marketplace seperti Tokopedia, Bukalapak, dan lainnya. Situs marketplace tidak menjual barang, tapi menjadi tempat bagi penjual dan pembeli untuk bertransaksi. Pemain yang terlibat berbagi peran, dan aset yang tidur–kata lain dari tidak termanfaatkan atau menganggur–diberdayakan.

Rhenald Kasali, guru besar Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, mengatakan model bisnis ekonomi berbagi sangat berbeda dengan konglomerasi. Dalam ekonomi berbagi, aset utama justru dimiliki pihak ketiga.

Kasali menganalogikan dalam sistem konglomerasi, pemilik tanah melarang petani melewati tanahnya. Dalam ekonomi berbagi, pemilik tanah tidak melarang siapa pun melewati tanahnya. Bahkan, lanjutnya, menawari petani bekerjasama dan berbagi untung.

“Petani yang tidak mengerti soal bercocok tanam dan membibit akan dipekerjakan sebagai perawat tanaman agar bisa menikmati hasil,” kata Kasali.

William Tanuwijaya, CEO Tokopedia, mengatakan kehadiran e-commerce menciptakan pemerataan ekonomi. Pemerataan tersebut diterjemahkan sebagai bentuk ketersediaan akses pasar terhadap semua produk lokal di berbagai wilayah di Indonesia, termasuk wilayah terpencil.

“Pelaku usaha lokal yang memiliki produk berdaya saing tinggi mendapatkan akses pasar dan bisa langsung menjangkau konsumen, tanpa terkendala jarak dan waktu,” ujar William.

Menurut William, setiap bulannya ada sekitar 70 juta produk dari berbagai pelaku usaha di Indonesia yang terjual di Tokopedia. Tidak satu pun produk itu milik Tokopedia, tapi dijajakan oleh pedagang dari Sabang sampai Merauke.

“Salah satu manfaat sosial sharing economy adalah terciptanya wirausahawan individu melalui platform kolaborasi,” papar Tanuwijaya. “Sharing economy juga mengubah aset tidur menjadi bernilai tinggi,” simpulnya.

Tidak berlebihan jika banyak orang mengatakan platform sharing economy berpotensi menjadi model ekonomi alternatif yang lebih manusiawi dan beradab.

Ingin tahu soal investasi, infrastruktur, dan perkembangan e-commerce di Indonesia, sila klik inspirasi.indonesiabaik.id.

Baca juga artikel terkait SHARING ECONOMY atau tulisan lainnya dari Advertorial

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Advertorial
Penulis: Advertorial
Editor: Advertorial