Menuju konten utama

Berbagi Makanan Ternyata Bisa Jadi Taktik Negosiasi yang Efektif

Penelitian yang dipublikasikan oleh Psychological Science menjelaskan bahwa berbagi piring bisa mepercepat kesepakatan.

Berbagi Makanan Ternyata Bisa Jadi Taktik Negosiasi yang Efektif
Sejumlah warga melakukan prosesi makan bersama di lapangan Desa Katulampa, Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis (14/9/2017). ANTARA ANTARAFOTO/Yulius Satria Wijaya

tirto.id - Beberapa orang mungkin bercita-cita ingin jadi pengusaha yang sukses, apalagi anak muda. Tetapi menjadi pengusaha yang sukses harus punya taktik yang kuat.

Negosiasi merupakan cara yang kerap dipakai, tetapi negosiasi yang dilakukan terkadang harus punya keunikan tersendiri.

Salah satu teknik negosiasi yang efisien yang diungkap oleh sains dalam penelitian terbaru adalah dengan mengajak mitra untuk makan di restoran bernuansa keluarga dan berbagi makan di piring yang sama.

Penelitian dari University of Chicago Booth School of Business ini menjelaskan bahwa ketika orang-orang dalam negosiasi bisnis, berbagi saat di restoran bukan hanya berbagi makanan tetapi piring juga.

Dalam penelitian yang dipublikasikan oleh Psychological Science menjelaskan bahwa berbagi piring bisa mepercepat kesepakatan. Berbagi piring adalah kebiasaan dalam budaya Cina dan India.

Para peserta dalam penelitian ini adalah orang-orang yang tidak saling mengenal yang kemudian diminta untuk berpasangan dan saling bernegosiasi.

Para peserta kemudian diundang untuk makan camilan keripik dan salsa bersama pasangan mereka.

Setengah dari pasangan menerima satu mangkuk keripik dan satu mangkuk salsa untuk dibagikan, sementara yang lain masing-masing memiliki mangkuk mereka sendiri.

Dalam penelitian ini peserta dibagi dalam dua tim, yaitu peserta yang makan dengan mangkuk bersama dan peserta yang makan di mangkuk masing-masing.

Selanjutnya, peserta dimita untuk bernegosiasi. Secara acak satu orang dari pasangan ditugaskan untuk bertindak sebagai manajemen dan yang lainnya sebagai perwakilan serikat pekerja.

Tujuan mereka adalah mencapai upah yang dapat diterima untuk serikat pekerja dalam 22 putaran negosiasi.

Masing-masing putaran mewakili satu hari negosiasi dan dengan pemogokan serikat yang mahal dijadwalkan akan dimulai pada putaran ketiga.

Biaya pemogokan bertambah dengan cepat bagi kedua belah pihak, memberikan para pihak dorongan untuk mencapai kesepakatan yang disepakati bersama dengan cepat.

Tim yang makan di mangkuk bersama membutuhkan rata-rata sembilan hari mogok, untuk mencapai kesepakatan. Tim ini melebihi empat hari dari pasangan yang makan dari mangkuk terpisah.

Fenomena ini bukan terkait dengan bagaimana dua orang dalam tim negosiasi merasa dekat satu sama lain. Sebaliknya, yang penting adalah seberapa baik mereka mengoordinasikan makanan mereka.

Ketika Woolley dan Ayelet Fishbac, penulis penelitian mengulangi percobaan dengan kedua teman dan orang asing yang berpartisipasi, teman-temannya mencapai kesepakatan negosiasi lebih cepat daripada orang asing. Berbagi piring memiliki efek yang signifikan bagi kedua kelompok.

Penelitian ini menunjukkan orang-orang yang berbagi piring lebih jauh berkolaborasi dengan pasangannya selama fase negosiasi.

Fishbach mengatakan bahwa sementara teknologi memungkinkan orang untuk melakukan pertemuan jarak jauh, ada nilai dalam berkumpul bersama saat makan. Dan hal yang sama berlaku di luar negosiasi bisnis.

"Pada dasarnya, setiap makan yang Anda makan sendiri adalah kesempatan yang terlewatkan untuk terhubung dengan seseorang. Dan setiap makan yang melibatkan pembagian makanan sepenuhnya memanfaatkan kesempatan untuk menciptakan ikatan sosial itu," jelas Fishbach seperti dilansir Chicago Booth.

Baca juga artikel terkait TRADISI MAKAN BERSAMA atau tulisan lainnya dari Febriansyah

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Febriansyah
Editor: Yandri Daniel Damaledo