tirto.id - Kerusuhan antargeng di penjara Brazil, Senin (2/1/2017) waktu setempat, telah menewaskan sedikitnya 56 orang. Menurut para pejabat kota Manaus di Amazon, aksi kekerasan paling berdarah dalam dua dekade itu terjadi dalam sistem penjara yang terlalu penuh.
Sergio Fontes, kepala keamanan negara bagian Amazonas, dalam konferensi pers mengatakan korban jiwa bisa bertambah saat otoritas tahu lebih jelas mengenai pemberontakan yang dipicu oleh pertarungan geng narkoba yang saling bermusuhan itu.
Seperti diberitakan Antara, Selasa (3/1/2017), Fontes mengatakan kepada para pewarta bahwa beberapa jasad dengan kepala dipenggal dilemparkan ke atas dinding penjara dalam kerusuhan itu, dan kebanyakan korban tewas berasal dari geng narkoba First Capital Command (PCC) yang bermarkas di Sao Paulo.
Sebelumnya, pihak berwenang menyatakan kerusuhan itu menewaskan 60 orang. "Ini adalah bagian lain dalam perang senyap dan kejam perdagangan narkoba," kata Fontes.
Kerusuhan itu terjadi karena bentrok antara tahanan yang bersekutu dengan PCC, geng narkoba paling kuat di Brasil, dan kelompok penjahat lokal Manaus yang dikenal sebagai North Family.
Geng yang berbasis di Manaus diyakini menyerang tahanan sekutu PCC atas perintah geng narkoba Red Command (CV) yang berbasis di Rio de Janeiro, geng narkoba terbesar kedua di Brasil.
Menteri Kehakiman Brasil Alexandre de Moraes akan melakukan perjalanan ke Maraus pada Senin untuk bertemu dengan Gubernur Amazonas Jose Melo Oliveira dan pejabat keamanan federal lain guna membahas kerusuhan itu.
Pedro Florencio, sekretaris penjara negara bagian Amazonas, mengatakan pembunuhan besar-besaran itu merupakan "pembunuhan balas dendam" dalam perseteruan antar geng penjahat di Brasil.
Kekerasan di penjara itu bermula Minggu (1/1/2017) malam dan berhasil dikendalikan pada Senin sekitar pukul 07.00 pagi menurut Fontes. Selama kerusuhan itu total ada 184 tahanan yang kabur dan 40 di antaranya berhasil ditangkap kembali pada Senin petang.
Saat kerusuhan bermula di satu unit kompleks penjara Anisio Jobim, puluhan tahanan di unit kedua memulai pelarian massal dengan apa yang disebut pihak berwenang upaya terkoordinasi untuk mengalihkan perhatian penjaga.
Penjara-penjara dengan jumlah penghuni melebihi kapasitas sangat umum di Brasil yang menderita akibat endemi kekerasan dan kelompok-kelompok hak asasi manusia menyebut kondisinya seperti penjara abad pertengahan dengan pangan langka dan sel-sel penuh yang membuat tahanan bahkan tak punya ruang untuk berbaring.
Kompleks penjara Anisio Jobim sekarang menjadi rumah bagi 2.230 tahanan padahal kapasitasnya hanya untuk 590 tahanan.
Berjam-jam setelah kerusuhan di penjara Anisio Jobim berakhir, para tahanan di pusat penahanan di dekatnya memulai kerusuhan dan berusaha melarikan diri.
Pihak berwenang menyatakan situasinya segera bisa dikendalikan.
Kelompok-kelompok pemantau mengkritik tajam pemerintah Brasil karena kerusuhan mematikan rutin terjadi di penjara-penjaranya.
"Pembunuhan ini terjadi hampir setiap hari di Brasil," kata Pastur Valdir Silveira, direktur Pastoral Carceraria, pusat Katholik yang memantau kondisi penjara di Brasil. "Penjara-penjara kita dibangun untuk membinasakan, menyiksa dan membunuh,” tegasnya.
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari