Menuju konten utama

Benarkah Pejalan Kaki Penyebab Kemacetan Tanah Abang?

Setiap Senin hingga Jumat, rata-rata ada 50 ribu pengguna Commuter Line yang berangkat dan turun di Stasiun Tanah Abang.

Benarkah Pejalan Kaki Penyebab Kemacetan Tanah Abang?
Sejumlah Pedagang Kaki Lima (PKL) berjualan di trotoar di sekitar kawasan Pasar Tanah Abang, Jakarta, Rabu (25/10/2017). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Belasan angkutan umum bercat biru berjajar di Jalan Jati Baru Raya, dekat Stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa siang (7/11/2017). Mikrolet M08 jurusan Tanah Abang-Kota itu tidak sedang mengambil penumpang. Mesin-mesinnya dimatikan. Beberapa terlihat kosong ditinggal pengemudinya.

Di seberang stasiun ada pemandangannya lain lagi. Di atas trotoar selebar lima meter yang mestinya khusus untuk pejalan kaki terdapat pedagang kaki lima menjajakan berbagai kebutuhan. Mulai dari pakaian, mainan anak-anak, sampai minuman ringan. Tak hanya transaksi jual beli, bongkar muatan barang juga terjadi di atas trotoar yang menjalar sampai persimpangan Blok G Tanah Abang tersebut.

Siang itu, jarum jam menunjukkan pukul setengah satu. Lalu lintas normal. Tak ada bising klakson dan teriakan orang yang bersahut-sahutan. Tapi kata Rizki (25), tukang Ojek yang mangkal depan stasiun, lima jam sebelumnya kondisi di ruas jalan itu jauh berbeda.

Keriuhan pecah sejak pukul tujuh pagi. Para pekerja yang berasal dari luar kota berhamburan dari stasiun. Mereka berpencar ke berbagai arah. Dalam kondisi seperti itu, baik mikrolet, tukang bajaj maupun ojek pangkalan saling berebut penumpang. Mereka menepi tepat di depan pintu masuk dan keluar stasiun Tanah Abang. Ada yang sudah mendapat penumpang, ada yang masih tawar-menawar. "Makanya wajar aja kalau macet," kata Rizki kepada Tirto.

Kemacetan di tempat tersebut juga diperparah dengan para pejalan kaki yang keluar dari trotoar dan menyeberang sembarang. Sebab, jika ingin menggunakan jembatan penyeberangan orang (JPO), mereka harus berjalan sekitar setengah kilometer ke arah Blok G Tanah Abang.

"Udah kayak semut. Ada yang beli makan dulu lah, banyak. Kalau pada nyebrang di situ tuh udah, macet pasti," imbuhnya.

Jalan Jati Baru Raya, merupakan salah satu titik kemacetan terparah di kawasan Tanah Abang pada jam-jam sibuk. Berdasarkan data yang diterima Tirto dari PT Commuter Line Jabodetabek, setiap Senin hingga Jumat rata-rata ada 50 ribu pengguna Commuter yang berangkat dan turun di stasiun tanah Abang. Jumlahnya hanya menurun menjadi 35 ribu di hari Sabtu dan Minggu.

Mengacu penuturan Rizky dan dan data pengguna Commuter Line Stasiun Tanah Abang, pernyataan Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno di Balai kota pada Senin (6/11/2017) malam ada benarnya.

Sandi saat itu mengatakan dari pantauan drone yang terintegrasi dengan aplikasi Qlue dan Waze aktifitas pejalan kaki menjadi salah satu penyebab kemacetan di kawasan tersebut. Selain itu, ia juga menyebut angkutan umum yang mengambil dan menurunkan penumpang sembarangan dan okupasi trotoar oleh para PKL turut andil.

Namun demikian, Rizki melanjutkan, kemacetan bukan hanya disebabkan oleh tiga hal tersebut, melainkan juga pembongkaran jalan untuk perbaikan utilitas di Jalan KebonJati, depan Blok G pasar Tanah Abang.

Saat Tirto meninjau lokasi tersebut, lubang galian dengan lebar dua meter terlihat menganga. Hal tersebut membuat jalan yang dilalui bus dan truk-truk besar itu semakin sempit. Apalagi, di samping lubang, pasir dan batu-batu besar diletakkan sembarangan hingga memakan hampir setengah badan jalan.

"Kalau pagi sama sore, macetnya sampai sini-sini (Jalan Jati Baru)," ucap Rizki.

Baca juga:

Melibatkan PKL dalam Penataan

Jumat pekan lalu, Pemprov DKI Jakarta batal mengumumkan solusi sistem penataan Tanah Abang. Hingga kini kemacetan yang mengular di sejumlah titik kawasan tersebut masih bisa dijumpai pada pagi dan sore hari. Sandi, yang ditugaskan oleh Gubernur Anies Baswedan untuk membenahi kesemrawutan itu mengatakan masih ada data-data yang perlu dilengkapi sebelum keputusan penataan jangka panjang dipilih.

Ia juga mengungkapkan bahwa solusi-solusinya harus dikaji secara komprehensif dan terintegrasi tanpa membeda-bedakan para pemilik kepentingan di kawasan tersebut, baik pengendara, pengusaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan pejalan kaki. Hal itu, kata dia, menjadi pekerjaan multisektor yang memiliki jangka waktu panjang.

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abraham Lunggana menyampaikan, penataan Tanah Abang juga harus melibatkan masyarakat. Menurut dia, pembenahan juga harus melihat skala prioritas persoalan.

"Pertama adalah kendaraan angkutan umum, bukan pedagang kaki lima tapi angkutan umum, begitu volumenya banyak mereka harus apa, harus dilakukan rekayasa tentang pengaturan lalu lintas," kata pria yang akrab disapa Haji Lulung tersebut saat ditemui di Gedung DPRD, Jakarta Pusat.

Baca juga:

Lantas, bagaimana dengan nasib para PKL? Lulung mengatakan, Pemprov harus duduk bersama dengan para PKL tersebut. "Karena (penataan Tanah Abang) tanggung jawab pemerintah dan siapa? Dan partisipasi masyarakat secara penuh," ujarnya.

Saran politisi PPP itu nampaknya sejalan dengan rencana Pemprov DKI. Di Balai Kota sore tadi, Sandi mengundang beberapa perwakilan PKL Tanah Abang untuk mendiskusikan penataan tersebut.

Baca juga artikel terkait PENATAAN TANAH ABANG atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Jay Akbar