Menuju konten utama
Periksa Fakta

Benarkah Indonesia Menang atas Gugatan Sawit terhadap Uni Eropa?

Kemendag mengatakan Indonesia masih menunggu report oleh panel WTO yang ditaksir akan terbit awal atau pertengahan tahun 2023.

Benarkah Indonesia Menang atas Gugatan Sawit terhadap Uni Eropa?
Header Periksa Fakta Eropa Emosi Jokowi Menang Diskriminasi Sawit. tirto.id/Fuad

tirto.id - Belum lama ini laman Facebook bernama “Bagi Media Group” (tautan) membagikan video dengan judul “EROPA EMOSI! TAK TERIMA JOKOWI MENANG DISKRIMINASI SAWIT WTO!.” Video tersebut berdurasi tak sampai 10 menit dan terdapat wajah seorang laki-laki di bagian kanan dan kiri video.

Videonya sendiri menunjukkan beragam footage, termasuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang terlihat sedang berpidato, momen Jokowi bersalaman dengan Presiden Dewan Eropa Charles Michel, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen yang tengah berdiri di sebelah pesawat, dan Presiden Rusia Vladimir Putin berpidato di depan kelompok tentara.

Narasi dalam video di antaranya menyatakan bahwa Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) resmi mengumumkan kemenangan Indonesia dalam sidang gugatan diskriminasi sawit yang diklaim dilakukan oleh Uni Eropa (UE).

Lalu pada menit ke 1:28, narator menyampaikan pernyataan Jokowi terkait optimisme kemenangan Indonesia dalam Gugatan Arahan Energi Terbarukan 2. Cetusan itu disebut bersumber dari “Kajian Online.”

Periksa Fakta Eropa Emosi Jokowi Menang Diskriminasi Sawit

Periksa Fakta Eropa Emosi Jokowi Menang Diskriminasi Sawit. foto/Hotline periksa fakta rtirto

Semenjak diunggah pada 27 Januari 2023 sampai Kamis (2/2/2023), video yang beredar ini telah disaksikan sebanyak 429 ribu kali. Sementara unggahannya memperoleh 14 ribu reaksi dan 1.300 komentar dari warganet.

Untuk diketahui, Indonesia pada penghujung 2019 silam memang menggugat UE ke WTO menyoal diskriminasi sawit dalam kebijakan Arah Energi Terbarukan atau Renewable Energy Directive II (RED II). Gugatan itu telah terdaftar di WTO dengan nomor kasus DS593.

Namun, benarkah Eropa tidak terima Indonesia menang gugatan diskriminasi sawit? Bagaimana sebenarnya perkembangan kasus gugatan diskriminasi sawit yang dilayangkan Indonesia ke WTO?

Penelusuran Fakta

Usai memutar video yang berdurasi 8 menit 41 detik tersebut, Tim Riset Tirto memanfaatkan mesin pencari Google untuk menelusuri klaim utama dalam video yang berbunyi “WTO resmi mengumumkan kemenangan Indonesia dalam sidang gugatan diskriminasi sawit oleh Uni Eropa.”

Lewat kata kunci itu Tirto sama sekali tak menjumpai berita atau informasi resmi yang menyatakan demikian. Alih-alih, Tirto justru menemukan artikel Kontanberjudul “Indonesia Tunggu Hasil Putusan Gugatan Diskriminasi Sawit di WTO.”

Di berita yang baru dirilis 30 Januari 2023 tersebut, Direktur Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan (Kemendag) Natan Kambuno mengatakan Indonesia masih menunggu laporan oleh panel WTO yang ditaksir akan terbit awal atau pertengahan tahun 2023. Informasi ini tentu berbeda dengan klaim dalam video yang menyatakan Indonesia menang atas gugatan diskriminasi sawit di WTO dan oleh karenanya UE tak terima.

Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga memang menekankan ia optimis Indonesia menang lantaran negara ini memiliki hak dan kedaulatan yang jelas untuk memperjuangkan sawit di dunia Internasional. Namun lagi-lagi, kata Jerry di Jakarta, Minggu (29/1/2023), mengutip Kontan, hal ini “masih menunggu proses.”

Menurut laporanKontan, UE melalui RED II menetapkan kelapa sawit sebagai tanaman berisiko tinggi (high risk) terhadap deforestasi. Untuk itu, UE akan membatasi dan secara bertahap bakal menghapuskan penggunaan minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) untuk biodiesel.

UE berencana menghapus bahan bakar berbasis minyak kelapa sawit secara bertahap pada tahun 2030.

UE juga pada Desember 2022 lalu mencapai kesepakatan untuk mengesahkan regulasi UE terkait rantai pasok bebas deforestasi. Begitu diadopsi dan diterapkan, hukum baru ini akan memastikan bahwa produk-produk yang masuk ke pasar UE tidak berkontribusi terhadap deforestasi dan degradasi hutan di UE dan di tempat lain di dunia.

Namun, seperti dilaporkan Reuters, UE adalah pengimpor besar kelapa sawit. Aturan baru ini mengundang kecaman dari Indonesia dan Malaysia, produsen terbesar kelapa sawit dunia.

Malaysia pun menjadi salah satu negara yang bergabung dalam gugatan ini. Reuters melaporkan, Indonesia dan Malaysia pada awal 9 Januari lalu sepakat untuk bekerja sama memerangi “diskriminasi” terhadap komoditas sawit.

Malaysia lewat Menteri Komoditas Fadillah Yusof bahkan menyatakan pihaknya dapat menghentikan ekspor ke UE jika UE mempersulit ekspor komoditas tersebut.

Menanggapi hal itu Duta Besar UE untuk Malaysia Michalis Rokas mengatakan tidak melarang impor minyak sawit dari Malaysia dan membantah bahwa undang-undang deforestasi menciptakan hambatan ekspor ke negara tersebut.

Katanya, menukil Reuters, hukum berlaku sama untuk komoditas yang diproduksi di negara mana pun, termasuk negara anggota UE, dan bertujuan untuk memastikan bahwa produksi komoditas tidak mendorong deforestasi dan degradasi hutan lebih lanjut.

Pengumuman terkait gugatan ini memang mundur jika dilihat dari perkiraan WTO untuk menerbitkan laporan sebelum kuartal kedua tahun 2022. Namun, berdasarkan informasi dari laman resmi WTO, laporan nantinya akan tersedia secara publik setelah diedarkan kepada anggota dalam 3 bahasa resmi.

Lebih lanjut mengenai video, Tirto pun menelusuri pernyataan Kepala Subdirektorat Produk Agro Direktorat Pengamanan Perdagangan Kemendag Donny Tamtama tentang proses persidangan dan penurunan ekspor minyak sawit ke UE. Ungkapan tersebut rupanya ada dalam laporan Kumparan bertanggal 22 Juni 2022 dengan judul “Wamendag Optimis Indonesia Menang Gugatan Diskriminasi Sawit Uni Eropa.”

Namun sekali lagi, tidak ada keterangan kemenangan Indonesia dalam gugatan terkait komoditas sawit dalam artikel itu.

Sementara saat Tirto mengecek salah satu footage video dengan memasukkan keyframe Jokowi bersalaman dengan Presiden Dewan Eropa Charles Michel ke mesin telusur gambar Yandex, kami mendapati bahwa konteks pertemuan mereka adalah membicarakan kerja sama Indonesia-UE saat penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN Kamboja pada 12 November 2022. Tidak ada pembahasan mengenai gugatan diskriminasi sawit di WTO dalam video maupun di keterangan tertulis.

Video aslinya bisa dilihat di kanal YouTube Sekretariat Presiden.

Disebutkan dalam keterangan, Jokowi berujar, “kondisi dunia tidak membaik, krisis multidimensi harus kita hadapi antara lain krisis pangan, krisis energi, dan inflasi. Hanya satu opsi untuk menangani tantangan tersebut yaitu kerja sama.”

Sementara itu dalam sambutan pengantar, Presiden Dewan Eropa mengucapkan selamat dan apresiasi kepada Presidensi G20 Indonesia di tengah situasi yang sedang tidak mudah seperti sekarang ini.

Sebagai tambahan informasi, laman Facebook “Bagi Media Group” sebelumnya juga pernah membagikan wacana miring tentang PBB mendukung Jokowi tiga periode. Setelah diperiksa Tirto, informasi itu bersifat missing context alias bisa menyesatkan tanpa tambahan konteks yang sesuai. PBB yang dimaksud mendukung Jokowi 3 periode adalah Partai Bulan Bintang, bukan lembaga perdamaian dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Kesimpulan

Berdasarkan penelusuran fakta yang telah dilakukan, narasi tentang UE tak terima Indonesia menang atas gugatan diskriminasi sawit di WTO bersifat salah dan menyesatkan (false & misleading).

Indonesia bahkan belum dinyatakan menang atas gugatan tersebut per Kamis (2/2/2023). Direktur Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan (Kemendag) Natan Kambuno mengatakan Indonesia masih menunggu report oleh panel WTO yang ditaksir akan terbit awal atau pertengahan tahun 2023.

Pengumuman terkait gugatan ini memang mundur jika dilihat dari perkiraan WTO untuk menerbitkan laporan sebelum kuartal kedua tahun 2022. Namun, berdasarkan informasi dari laman resmi WTO, laporan nantinya akan tersedia secara publik setelah diedarkan kepada anggota dalam 3 bahasa resmi.

Baca juga artikel terkait PERIKSA FAKTA atau tulisan lainnya dari Fina Nailur Rohmah

tirto.id - Hukum
Penulis: Fina Nailur Rohmah
Editor: Farida Susanty