tirto.id - Saat perang antara Rusia dan Ukraina masih berlangsung pada medio Maret ini, sebuah akun Facebook dengan nama Qharal Mazrah Qharal Mazral (tautan) mengunggah video tentang laboratorium senjata biologis di Ukraina.
Video yang disebarkan pada 12 Maret 2022 tersebut nampaknya berasal dari akun @achikalmunawar10 di aplikasi TikTok dan di sana tercantum logo Televisi Republik Indonesia (TVRI). Video berdurasi satu menit itu berisi informasi klaim militer Rusia, bahwa Amerika Serikat (AS) memiliki 30 laboratorium senjata biologis di Ukraina. Lebih lanjut, negara-negara Barat juga disebut melakukan berbagai proyek percobaan penyakit menular melalui laboratorium senjata biologis itu.
Narasi video tersebut pun menyatakan bahwa laboratorium senjata biologis di Ukraina didirikan atas perintah Kementerian Pertahanan AS.
“Komandan Pasukan Perlindungan Nuklir, Biologi, dan Kimia Angkatan Bersenjata Rusia Letnan Jenderal Igor Kirillov mengatakan, laboratorium itu diduga menghasilkan senjata biologi. Kirillov mengatakan, negara-negara barat telah melakukan berbagai proyek percobaan di Ukraina dan menginvestasikan lebih dari USD200 juta atau sekitar Rp2,8 triliun,” begitu bunyi narasi video pada menit-menit terakhir. Di sisi atas dan bawah video juga terdapat tambahan keterangan, “ternyata biang keroknya covid 19. Pantesan berita covid hilang.”
Hingga 17 Maret 2022, unggahan tentang laboratorium senjata biologis di Ukraina ini telah disaksikan sebanyak 3,4 ribu kali dan mendapat 68 reaksi.
Lantas, benarkah klaim-klaim yang disebutkan?
Penelusuran Fakta
Tirto menemukan lansiran AP News bertanggal 11 Maret 2022yang menjelaskan awal mula tersebarnya klaim laboratorium senjata biologis di Ukraina. Rupanya, klaim tersebut datang dari para pejabat Rusia. Klaim awal yang muncul adalah: pasukan penyerang Rusia telah menemukan bukti adanya upaya buru-buru untuk menyembunyikan senjata biologis di Ukraina.
Perlu diketahui bahwa senjata biologis menurut definisi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah mikroorganisme seperti virus, bakteri, jamur, atau racun yang diproduksi dan dilepaskan secara sengaja untuk menyebabkan penyakit dan kematian pada manusia, hewan, atau tumbuhan. Senjata biologis juga disebut sebagai senjata pemusnah massal yang mencakup senjata kimia, nuklir, dan radiologi.
Klaim senjata biologis di Ukraina ini kemudian semakin digaungkan pihak Rusia. Pada Kamis (10/3), Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov membuat klaim serupa dengan menyebut laboratorium yang diarahkan AS di Ukraina sedang bekerja untuk “mengembangkan senjata biologis yang ditargetkan.”
Masih dari AP News, klaim tersebut juga disebarluaskan oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok pada hari yang sama (10/3). Di lain sisi, klaim itu bertebaran pula dalam situs web China Global Television Network sebagai media berbahasa Inggris yang dikelola negara. Lalu di AS, mengutip dari The New York Times, klaim ini turut dilontarkan Tucker Carlson, pembawa acara Fox News, sebuah media sayap kanan di AS.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy sebenarnya telah menyanggah tuduhan ini dengan menjelaskan bahwa negaranya tidak sedang mengembangkan bahan kimia atau senjata pemusnah massal lainnya. Kendati demikian, keterangan Zelenskyy tak lantas membuat keramaian ini surut.
Pada hari berikutnya, Jumat (11/3), Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengadakan pertemuan atas permintaan Rusia untuk membahas klaim itu. Dalam pertemuan itu, seperti dilaporkan The Washington Post, perwakilan Rusia di PBB, Vasily Nebenzya bilang bahwa AS mendukung program senjata biologis di Ukraina.
Pernyataan itu kemudian dibantah oleh Pemerintah AS dan Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield. Thomas-Greenfield menyebut permintaan pertemuan Rusia ke Dewan Keamanan PBB semata-mata “untuk berbohong dan menyebarkan disinformasi.”
Juru bicara sekretaris jenderal PBB, Stéphane Dujarric sebelumnya menyampaikan melalui konferensi pers, Rabu (9/3) bahwa WHO telah bekerja dengan pemerintah Ukraina dan tidak menemui aktivitas apapun yang inkonsisten dengan kewajiban perjanjian Internasional, termasuk penggunaan senjata kimia atau biologis.
Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba turut berkomentar melalui media sosialnya terkait keributan ini. Dalam cuitan Twitternya, Kuleba menuliskan bahwa khayalan para pejabat Rusia ini meresahkan dan barangkali menunjukkan Rusia sedang mempersiapkan operasi False Flag lain yang lebih mengerikan.
Operasi False Flag adalah serangan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap kekuatannya untuk menciptakan kesan tindakan bermusuhan oleh lawan.
Salah seorang Associate Professor Studi International di University of Washington, AS melalui artikelnya di The Conversation menyebut False Flag sebagai satu dari sekian banyak taktik propaganda Rusia. Selain False Flag, Rusia juga kerap menggunakan kampanye disinformasi sebagai bagian strategi perang informasi, baik sebelum dan selama invasi di Ukraina.
Sebagai informasi, Ukraina memang memiliki sejumlah laboratorium yang didukung AS, Uni Eropa, Kanada, dan WHO. Kendati begitu, dilansir organisasi pemeriksa fakta di AS Politifact, laboratorium ini meneliti mikroorganisme penyebab penyakit (patogen), di antaranya yang menyebabkan antraks, wabah, dan demam berdarah pada manusia. Hal itu juga tidak lantas membuat mereka memiliki fasilitas untuk membikin senjata biologis.
Apabila merujuk pada lembar fakta kerja sama Departemen Pertahanan AS-Ukraina, Departemen Pertahanan AS melalui Program Pengurangan Ancaman Biologis (BTRP) menyatakan telah menginvestasikan USD200 juta sejak 2005 untuk mendukung laboratorium biologi, fasilitas kesehatan, dan situs diagnostik di Ukraina. Laboratorium itu difungsikan untuk penelitian kesehatan masyarakat dan laboratorium untuk penelitian yang berkenaan dengan penyakit hewan. Dalam lembar fakta tersebut pun tertera, program itu tidak mengembangkan senjata biologis.
“Kenyataannya, program senjata biologis yang sebenarnya membutuhkan persyaratan tambahan, seperti merumuskan agen untuk dapat diproduksi secara massal dan cukup stabil untuk disimpan dan disebarluaskan,” ujar Gregory Koblentz, direktur program pascasarjana Biodefense di George Mason University, Virginia, AS melalui laman Politifact.
Lagi pula, Ukraina, seperti kebanyakan negara, telah menandatangani Konvensi Senjata Biologi yang berisi larangan produksi, pengembangan, dan kepemilikan senjata biologis. Ukraina telah menyerahkan laporan kepatuhan terkait hal itu. Sayangnya, menukil Politifact, konvensi tersebut tidak memiliki proses verifikasi dari badan independen.
Kesimpulan
Berdasarkan penelusuran fakta yang telah dilakukan, Departemen Pertahanan Amerika Serikat melalui Program Pengurangan Ancaman Biologis (BTRP) menginvestasikan USD200 juta sejak 2005 untuk mendukung laboratorium biologi, fasilitas kesehatan, dan situs diagnostik di Ukraina. Namun, program itu tidak mengembangkan senjata biologis. Ukraina juga telah menandatangani Konvensi Senjata Biologis tentang larangan produksi, pengembangan, dan kepemilikan senjata biologis.
Dengan demikian, klaim mengenai laboratorium senjata biologis di Ukraina yang didanai Amerika Serikat dalam unggahan video akun Facebook Qharal Mazrah Qharal Mazral bersifat salah dan menyesatkan (false & misleading).
==============
Tirto mengundang pembaca untuk mengirimkan informasi-informasi yang berpotensi hoaks ke alamat email factcheck@tirto.id atau nomor aduan WhatsApp +6287777979487 (tautan). Apabila terdapat sanggahan atau pun masukan terhadap artikel-artikel periksa fakta maupun periksa data, pembaca dapat mengirimkannya ke alamat email tersebut.
Editor: Nuran Wibisono