tirto.id - Jangan pernah menginjakkan kaki di atas plastik atau bungkus kertas di jalanan saat Anda sedang berada di Kibera, kota kumuh terbesar di Kenya. Apapun yang terjadi, sekali lagi jangan!
Barangkali ini jadi aturan penting yang akan menyelamatkan Anda dari hal yang paling menjijikkan yang pernah ada. Di jalanan Kibera, juga kota lainnya di Kenya, plastik-plastik yang berserakan di jalan adalah "toilet terbang" atau flying toilets yang berisikan kotoran manusia. Setiap malam, orang-orang di Kibera buang air dalam plastik, lantas mereka melempar sesukanya di sekitar jalan.
Toilet terbang muncul karena Kibera memiliki tata kelola sanitasi yang buruk. Banyak rumah di Kibera tak memiliki fasilitas seperti toilet. Beberapa memang ada yang memiliki toilet darurat di luar rumah, tapi yang lain menggunakan parit kecil untuk buang air. Saat musim kemarau, masalah baru justru timbul. Sampah berisi tinja manusia menjadi sumber penyakit diare terutama pada anak-anak di Kibera. Persoalan ini juga terjadi di berbagai wilayah lainnya di dunia.
Tahun ini, WHO merilis data bahwa satu dari empat kematian anak berusia di bawah lima tahun memiliki keterkaitan dengan lingkungan yang tidak sehat. Setiap tahun lingkungan tempat tinggal anak-anak berpotensi menimbulkan penyakit, seperti polusi udara, air kotor, sanitasi yang buruk, dan alat kebersihan yang tak memadai. Menurut WHO setiap tahun ada 1,7 juta anak di bawah usia lima tahun yang meninggal akibat buruknya lingkungan tempat mereka tinggal.
Dalam laporan “Inheriting a Sustainable World: Atlas on Children’s Health and the Environment”, diketahui bahwa penyebab tertinggi kematian di antara anak-anak usia di bawah lima tahun adalah diare, malaria dan pneumonia, padahal penyakit ini bisa dicegah dengan mengatur kebersihan lingkungan, makanan, dan sanitasi yang baik. Anak-anak yang terpapar sampah, udara buruk, serangga seperti nyamuk, sangat rentan dan rapuh karena mereka belum mampu mengembangkan sistem ketahanan tubuh yang maksimal, berbeda dengan orang dewasa.
Udara yang buruk, makanan yang tidak sehat, dan sanitasi toilet yang buruk juga memengaruhi kondisi janin ibu yang hamil. Buruknya lingkungan dan kesehatan yang tidak dijaga meningkatkan kemungkinan kelahiran prematur. WHO menyebut setidaknya 361.000 anak usia di bawah lima tahun meninggal karena diare akibat dari buruknya sanitasi, persoalan air bersih, dan kebersihan lingkungan kota yang buruk.
Forbes baru-baru ini dalam laporannya yang berjudul This List Of Asia's 5 Dirtiest Cities Reveals Toxic Threats From China To India mencantumkan daftar kota-kota di Asia dengan kondisi sanitasi dan lingkungan hidup paling kotor berdasarkan yang namanya sering disebut oleh laporan media dan LSM di negara bersangkutan. Dalam laporan itu, Kalimantan masuk daftar sebagai wilayah dengan lingkungan hidup paling buruk untuk ditinggali. Sayangnya Forbes tidak merinci secara spesifik kota mana di Kalimantan yang mendapat cap buruk tersebut. Forbes hanya menyebutkan Kalimantan sebagai wilayah yang kerap kali mengalami kondisi buruk udara akibat pembakaran hutan.
NGO Pure Earth menyebut bahwa Kalimantan memiliki polusi udara dengan kandungan merkuri sangat tinggi. Setidaknya ada 43.000 orang di pulau ini yang hidup dan tinggal di lingkungan yang udaranya tercemar merkuri, kebanyakan dari mereka adalah warga yang hidup di sekitar tambang emas. United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) menyebut 1.000 ton merkuri mencemari udara di sekitar tambang setiap tahunnya. Tidak hanya di udara, merkuri juga mencemari sungai dan ikan-ikan di Sungai Kahayan. Ikan yang tercemar merkuri juga dikonsumsi manusia yang tinggal di sekitar sungai.
Dalam laporan Forbes tersebut diketahui bahwa Dhaka ibu kota Bangladesh menjadi kota pertama dalam daftar yang disebut memiliki sanitasi sangat buruk. Kota ini tak memiliki akses untuk air bersih secara memadai, sistem pengelolaan limbah yang jelek, dan UNICEF pada 2011 menyebut sistem drainase kota ini lebih banyak dipenuhi kotoran daripada air. Nyaris tiga dekade terakhir perbaikan sistem air bersih di kota ini menjadi prioritas pembangunan pemerintah Bangladesh dan PBB.
UNICEF pada 2011 menyebut daerah perkotaan seperti Rupnagar gagal mengimbangi pertumbuhan penduduk dan pengelolaan air bersih, fasilitas sanitasi, dan lingkungan yang sehat. Polusi udara akibat lingkungan yang tidak bersih menjadi penyebab kematian prematur di negara itu. Dulu di Dhaka warga perlu mengeluarkan lima dolar untuk kebutuhan air bersih per bulan, kini dengan satu dolar mereka bisa mengakses air bersih, tapi permasalahan toilet dan sampah masih membayangi.
Ada dua kota di India yang menjadi daerah dengan kebersihan paling buruk, pertama Mumbai dan yang kedua New Delhi. Setiap tahun pemerintah India memperkirakan 19 juta orang menderita kesehatan buruk akibat pengelolaan sampah yang buruk. Polusi di Mumbai lahir dari pembangunan gedung yang masif, polusi kendaraan dan ditambah emisi industri pabrik yang ada di sekitarnya. Sementara di New Delhi ada 17 juta orang yang tinggal mesti bertahan hidup dengan pengelolaan sampah dan air yang buruk.
Di New Delhi, India, dapat dengan mudah menemukan tempat kencing sembarangan dan tumpukan sampah di berbagai sudut kota. Polusi udara di kota ini sudah tak bisa lagi ditolerir oleh manusia. Sumber buruknya kualitas udara ini berasal dari pembangunan kota, pembakaran tanaman, dan kembang api dari berbagai perayaan keagamaan. Di India sungai paling suci umat Hindu, Gangga, dikabarkan sangat buruk karena berbagai polusi yang berasal dari feses, abu pembakaran, hingga limbah industri.
Kota Xingtai, Cina berjarak 400 km dari Beijing, terdapat 7,1 juta orang di kota ini yang hidup di bawah udara berbahaya dengan partikel PM2,5 yang sangat pekat. Pemerintah Cina berusaha keras untuk mengembalikan kualitas udara tapi gagal karena produksi batu bara yang masif.
Selain itu kebutuhan energi yang tinggi belum bisa seluruhnya terpenuhi dari energi ramah lingkungan membuat kebutuhan batu bara untuk pembangkit listrik masih dibutuhkan. Namun pemerintah Cina selama satu dekade terakhir mengebut pembangunan pembangkit listrik ramah lingkungan untuk mengurangi polusi udara. Bagaimana dengan Kalimantan yang masuk daftar?
Penulis: Arman Dhani
Editor: Suhendra