tirto.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan pertumbuhan dana pensiun dalam tiga tahun ke depan mampu mencapai 5 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Akan tetapi, usaha untuk mencapai target tersebut bukan perkara mudah. Alasannya, dana pensiun saat ini baru berada di angka 1,92 persen dari PDB.
“Kalau dibandingkan dengan negara tetangga, Thailand, yang dana pensiunnya sudah mencapai 6,6 persen, angka 5 persen itu mudah-mudahan bisa kita capai dalam jangka waktu menengah, setidaknya tiga tahun ke depan. Saya kira itu sudah cukup baik,” kata Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK, Edy Setiadi, di Grand Hyatt Hotel, Jakarta, Selasa (25/4/2017).
Meski begitu, Edy mengatakan untuk saat ini OJK berharap pertumbuhan dana pensiun dapat meningkat ke angka 2,5 persen dalam waktu dekat. “Pada 2015, pertumbuhan dana pensiun Turki itu kan 2,2 persen. India malah nol koma sekian persen. Kita kan mengacunya pada Turki, kalau bisa naik ke 2,5 persen dulu saja, itu sudah bagus,” ungkap Edy.
Sementara itu, Deputi Komisioner Pengawas IKNB II OJK, Dumoly F. Pardede, mengatakan jumlah peserta dana pensiun di Indonesia saat ini memang baru mencapai angka 27 persen dari sekitar 50 juta penduduk yang berusia produktif.
“Itu sudah meliputi BPJS, Taspen, ASABRI, dan dana pensiun swasta. Nanti akan dicek juga untuk asuransi kejiwaan. Kalau baru 27 persen dari 50 juta penduduk berusia produktif, berarti yang ikut dana pensiun lebih kurang baru 20 juta. Itu angka kasarnya,” kata Dumoly.
“Oleh karena itu, kami di internal OJK telah berdiskusi, berupaya untuk melakukan reformasi total terhadap program pensiun di Indonesia. Kami berharap adanya gagasan harmonisasi kebijakan pusat di program pensiun, yakni harmonisasi di dana pensiun swasta sehingga bisa sejalan dengan UU BPJS, UU yang terkait dengan ABRI dan pegawai-pegawai pemerintahan,” tambahnya.
Adapun salah satu langkah untuk reformasi total tersebut adalah dengan merevisi UU Nomor 11/1992 yang mengatur tentang dana pensiun. Sejumlah poin yang diajukan untuk diubah adalah perihal penambahan lembaga-lembaga yang memiliki kewenangan untuk membuat program pensiun, keuntungan dari program pensiun, serta pengelolaan investasi, kualitas manajer, dan manajemen risiko teknologi informatikanya agar bisa dibuat lebih global.
Di samping itu, OJK juga mulai mengacu pada negara-negara lain yang memiliki praktik pengelolaan dana pensiun yang dinilai baik. Salah satunya seperti Kanada.
Seperti diungkapkan Edy, sejak mulai diterapkan pada 1930-an, pertumbuhan dana pensiun di Kanada saat ini telah mencapai angka 79 persen dari PDB. “Kerja sama dengan Kanada itu, kita bersama-sama dengan Bank Dunia, membuat kerangka untuk dana pensiun tersebut. Banyak yang bisa dipelajari dari Kanada, karena program-program mereka lebih unik,” ucap Edy.
“Jadi setelah ini, akan ada diskusi secara intensif dengan Kanada. Karena pemerintah Kanada juga tertarik dengan program-program Presiden Joko Widodo,” tambah Edy.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Agung DH