tirto.id - PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE) resmi melakukan pencatatan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode saham PGEO. Perseroan melepas sebanyak 10,35 miliar saham baru atau 25 persen pada harga Rp875 per saham, PGEO meraih dana segar sebesar Rp9,056 triliun.
Praktisi Pasar Modal, Lucky Bayu Purnomo menilai, pengembangan energi geothermal belum mampu menjadi pilihan utama dalam transisi energi baru terbarukan (EBT). Hal ini menyusul banyaknya energi alternatif lain yang lebih ekonomis dan efisien.
“Melihat bahwa perseroan mempunyai tantangan untuk mempopuliskan energi hasil panas bumi, terutama bagi sektor industri. Jangan bangga dulu kalau hari ini PGEO dikenal publik melalui IPO, persoalannya apakah market share dan market cap perseroan bertambah?,” katanya di Jakarta, Kamis (2/3/2023).
Luky menyebut bahwa sentimen pasar tidak mendukung anak usaha Pertamina itu untuk melantai di Bursa Efek Indonesia.
"Kita tahu sendiri kalau dahulu orang-orang beli saham BUMN dengan maksud ada bekingan, yakni pemerintah karena ada persepsi pemerintah tidak mungkin default,” ujarnya.
Perseroan sendiri sudah menulis dalam prospektusnya bahwa industri panas bumi tidak memiliki metodologi yang dibakukan sebagai standar tunggal secara internasional mengenai cara data cadangan sumber daya panas bumi diperkirakan, dicatat dan disertifikasi.
Oleh sebab itu, penentuan cadangan sumber daya panas bumi merupakan kegiatan yang bersifat probabilistik atau kemungkinan sehingga tidak terdapat jaminan bahwa data cadangan sumber daya panas bumi perseroan dapat mencerminkan hasil aktual yang dimiliki perseroan secara akurat.
Ruang gerak saham PGEO, lanjut Lucky, masih dapat mengalami pelemahan karena dilihat dari range harga Rp875 – Rp830.
“Artinya ruang gerak rasionalnya bisa pada rentang Rp800 di level bawah. Sementara dari pasar juga minim apresiasi atas saham PGEO," tandasnya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Reja Hidayat