Menuju konten utama

Bea Cukai Ungkap Modus Jastip Hindari Pajak

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mengungkap modus penyedia jasa titipan (jastip) melalui perantara berjumlah 14 orang yang mengklaim barang yang dibawa merupakan milik pribadi agar dapat menghindari pajak.

Bea Cukai Ungkap Modus Jastip Hindari Pajak
Ilustrasi jasa titipan via wisatawan. tirto.id/Gery

tirto.id - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mengungkap modus penyedia jasa titipan (jastip) melalui perantara berjumlah 14 orang yang mengklaim barang yang dibawa merupakan milik pribadi agar dapat menghindari pajak.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Heru Pambudi menjelaskan 14 orang tersebut dimodali tiket pulang-pergi ke negara tujuan untuk membeli barang dan mengklaimnya sebagai milik pribadi sehingga terbebas dari pajak dan bea masuk.

“Kami berhasil melakukan identifikasi dan menindak 14 orang yang membawa barang mewah padahal itu milik satu pelaku. Mereka dimodali dan dititipkan barang seakan-akan kopernya milik mereka,” ucap Heru di kantor Bea Cukai, Jumat (27/9/2019).

Sesuai Peraturan Menteri Keuangan No. 203 Tahun 2017, setiap penumpang diberi batas membawa barang belanja senilai 500 dolar AS yang bisa dibebaskan dari pajak. Jika lebih, maka barang tersebut wajib dikenakan pajak.

Namun, lanjut Heru, aturan tersebut justru menjadi celah bagi pelaku penghindar pajak dengan memecah pembelian barang yang dilakukan sejumlah orang yang ia modali. Di bandara, 14 orang ini membeli 3 tas, 3-5 sepasang sepatu, 2 Iphone, cincin, kalung, pakaian dan seterusnya.

Pada kasus 14 orang ini, mereka melakukan penerbangan ke Amsterdam, Belanda via Abu Dhabi. Sasarannya selain menghindari bea, juga menyasar barang mewah yang belum beredar di Indonesia.

“Kami duga ini milik satu orang. Kopernya beda-beda tapi flight-nya sama,” ucap Heru.

Heru menambahkan bahwa fenomena jastip ini semakin marak seiring dengan berkembangnya media sosial. Bahkan, pelaku usaha konvensional yang biasanya melalui prosedur impor barang sebagaimana aturan yang berlaku, juga ikut bergeser ke jastip.

Dia juga meyakini keuntungan pelaku usaha lebih besar jika melalui jastip, sehingga berani memodali tiket para perantaranya. Praktik tersebut jelas merugikan negara, dan berpotensi membuat persoalan baru.

“Bisnis yang titip dan dititipin itu kan, tidak saling kenal. Ini mengkhawatirkan. Kalau ketangkap nanti harus bayar enggak sesuai pre-order gimana? Siapa yang mau melindungi kalau barangnya enggak diantar. Mau complain ke mana terutama di medsos,” ucap Heru.

Baca juga artikel terkait KASUS PENGHINDARAN PAJAK atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Bisnis
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Ringkang Gumiwang