tirto.id - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menjawab protes Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma'ruf Amin soal persidangan kasus dugaan pelanggaran kampanye pemasangan iklan di videotron yang digelar di Bawaslu DKI Jakarta.
Menurut anggota Bawaslu RI Fritz Edward Siregar, wajar jika dalam persidangan itu pihak perwakilan Jokowi-Ma'ruf tak berhak duduk di kursi termohon. Alasannya, perwakilan Jokowi-Ma'ruf tak mengantongi surat kuasa dari pihak yang mereka wakili.
"Apakah orang lain bisa mengatasnamakan kita tanpa ada surat kuasa? Kan itu poin utama dari semuanya," kata Fritz di kantornya, Kamis (25/10/2018).
"Yang satu institusi saja [diwakili dalam sidang] pakai surat kuasa, apakah sekarang dari pribadi Pak Jokowi adakah surat kuasanya? Itu yang jadi dasar Bawaslu DKI dalam persidangan itu."
Berdasarkan pantauan Tirto, dalam sidang terakhir kasus dugaan pelanggaran kampanye di videotron, Rabu (24/10/2018), tak ada kehadiran perwakilan Jokowi-Ma'ruf di ruang persidangan. Mereka tak bisa menjadi pihak perwakilan terlapor karena tak kunjung menunjukkan surat kuasa dari Jokowi-Ma'ruf selaku pihak tergugat.
Jokowi-Ma'ruf digugat seorang warga bernama Sahroni karena adanya iklan yang memuat citra diri mereka di sejumlah videotron. Pemasangan iklan di videotron itu dipersoalkan karena lokasinya yang ilegal.
"Misalnya ada satu surat kuasa Pak Jokowi untuk TKN, untuk kasus yang hari ini muncul dan selama masa kampanye, ini memiliki substitusi. Kan TKN bisa bekerja untuk dan atas nama Pak Jokowi dalam persidangan. Tapi apa sudah ada surat kuasa itu?" kata Fritz.
Kemarin, TKN mengajukan surat keberatan ke Bawaslu RI atas jalannya sidang kasus dugaan pelanggaran di Bawaslu DKI. Direktur Hukum dan Advokasi TKN Ade Irfan Pulungan berkata, ada ketidakadilan dalam sidang yang akan memasuki tahap akhir pada Jumat (26/10/2018).
"Kami sebagai terlapor merasa dirugikan hak-haknya dalam persidangan yang dilakukan oleh majelis pemeriksa," kata Ade Irfan di Bawaslu RI.
"Proses judikasi ini majelis hakim tidak objektif dan proses persidangannya tidak ada kan. Kita lihat kalau proses peradilan hukum itu hal-hal yang tidak substansi tidak menjadi persoalan dan perdebatan."
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Maya Saputri