tirto.id - Trend Asia, organisasi sipil yang fokus energi bersih, melaporkan ada 7.510 ton batu bara yang terbakar di atas kapal tongkang dekat lokasi proyek baru PLTU Jawa 9 dan 10, bagian dari PLTU Suralaya, di perairan Desa Salira, Banten.
Batu bara ini, menurut Trend Asia, sudah terbakar di atas kapal selama 16 hari atau sejak Kamis, 8 Agustus 2019.
"Terbakarnya batu bara dalam tongkang di lepas pantai Salira, Banten, merupakan risiko inheren yang dapat terjadi karena beragam faktor termasuk prosedur penanganan," kata juru kampanye Trend Asia, Ahmad Ashov Birry, dalam keterangan tertulis, Kamis (22/8/2019).
"Dalam peristiwa ini, dilaporkan tidak ada tindakan yang dilakukan pemerintah sehingga keselamatan warga terabaikan. Selain ancaman kesehatan, efek yang lebih besar adalah kontribusi yang signifikan terhadap emisi gas rumah kaca yang setara dengan output dari PLTU batu bara," imbuh dia.
Diketahui, batu bara tersebut diangkut tongkang bernama lambung MMN 02 Tanjung Pinang untuk memasok PLTU Suralaya Baru. Pasokan batu bara berasal dari PT Pribumi Citra Megah Utama, yang memiliki hampir 8 ribu hektar konsesi pertambangan di Kalimantan Selatan.
Menurut dia, terbakarnya batu bara dalam udara terbuka di tongkang tersebut dapat menghasilkan berbagai gas termasuk zat beracun, karsinogen atau dapat memicu kanker, dan logam berat.
"Rencana pembangunan PLTU Suralaya Unit 9-10, yang saat ini sedang dalam proses pencarian modal ke pendana Korea, merupakan ide buruk yang harus dihentikan," kata dia.
"Dalam kaitannya dengan kebakaran muatan batu bara dalam tongkang, ini jelas akan meningkatkan lalu lintas pengiriman batu bara yang memang berisiko akan pembakaran spontan," imbuh Ashov.
Belum ada laporan terkait penyebab batu bara terbakar. Dalam keterangan tertulis Trend Asia, diduga penyebabnya kapal tongkang terlalu lama antre, sehingga batu bara terpapar matahari, kemudian terbakar.
Editor: Addi M Idhom