tirto.id - Anggota Fraksi Partai Gerindra Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, mengaku kecewa karena rencana dirinya membacakan doa dalam Sidang Paripurna Akhir Masa Jabatan MPR periode 2014-2019 tiba-tiba dibatalkan.
"Saya kecewa, sedih, marah bercampur aduk," ujar Saras, sapaan akrabnya dalam keterangan tertulis, Jumat (27/9/2019).
Saras mengaku telah menyiapkan diri sebaik mungkin agar bisa membacakan doa dalam sidang akhir MPR. Hingga larut malam ia mempersiapkan doa yang akan dibacakannya itu.
Keponakan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto itu gugup sekaligus bangga saat dikabarkan diberikan tugas untuk membacakan doa. Pasalnya ia akan menjadi perempuan dan non-Muslim pertama yang akan membacakan doa di sidang MPR.
"Saya menulis doa sampai pukul 02.00 dini hari tadi, memastikan doa ini menggambarkan 4 konsensus dasar negara; Pancasila, NKRI, UUD NRI 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika," ujar anggota Komisi VIII DPR RI itu.
Namun saat ia tiba di ruang rapat fraksi Gerindra pagi hari tadi, Saras terkejut saat ketua dan sekretaris fraksi memberikan kabar kalau Ketua MPR Zulkifli Hasan keberatan bila Saras yang membaca doa. Kata Saras alasan keberatan Zulhas karena pembaca doa adalah seorang perempuan.
"Saya kemudian menyilakan anggota legislatif laki-laki Kristiani yang lain yang membacakan doa yang sudah saya tuliskan. Namun dengan demikian pun, akhir kabar, doa dihapus dari rundown acara," ujar Saras.
Lantas, Zulkifli Hasan membaca sendiri doa singkat penutup sidang dengan alasan mempersingkat waktu. Melihat sikap Zulhas, delapan anggota fraksi Gerindra Walk Out sebelum sidang berakhir.
"Sakit hati saya. Pertanyaan saya kepada Bapak Zulkifli Hasan yang saya hormati, apakah yang bermasalah karena saya perempuan? Atau karena saya non-Muslim?" ujar Saras.
Saat diminta klarifikasinya terkait hal ini, Zulhas membantah bahwa ia menolak Saras menjadi pembaca doa, seperti yang diusulkan Fraksi Partai Gerindra. Batalnya Saras merupakan keputusan bersama yang diambil dalam rapat pimpinan MPR yang digelar pada pagi hari sebelum dimulainya rapat.
Rapat pimpinan MPR awalnya sepakat untuk menunjuk Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid untuk membacakan doa, namun Wakil Ketua MPR lainnya yakni Ahmad Muzani tak setuju.
Zulhas menjelaskan setelah melalui pembahasan yang melibatkan semua pimpinan MPR maka akhirnya disepakati doa langsung dipimpin oleh Zulhas selaku Pimpinan Rapat Paripurna.
"Setelah melalui pembahasan yang melibatkan semua pimpinan MPR maka pimpinan MPR memutuskan doa langsung dipimpin oleh Ketua MPR selaku Pimpinan Rapat Paripurna," jelas Zulhas dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto.
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Gilang Ramadhan