tirto.id - Nama Naufal Raziq sempat viral belakangan. Ia bocah 15 tahun yang membuat instalasi listrik bagi kampungnya dengan sumber listrik dari pohon kedondong. Hal ini tentu bukan pemandangan biasa: pertama, bocah 15 tahun mewujudkan cita-citanya membuatkan sumber listrik untuk kampungnya sendiri; dan kedua, ia menemukan sumber listrik dari pohon kedondong. Ya, kedondong, buah yang biasa hadir dalam rujak.
Sebagaimana hal unik lainnya yang tersebar di internet, kisah Naufal dan listrik kedondong juga jadi bahasan sehari-hari. Sebagian orang takjub dengan kejelian, kecerdasan, dan niat baik Naufal. Sebagian lain angkuh mengakui dan justru sangsi kalau temuan bocah SMP itu benar-benar nyata.
Sampai akhirnya Oktober tahun lalu, PT Pertamina EP resmi menjadi sponsor temuan Naufal, dan bersedia untuk mengembangkan temuan itu ke tahap lebih lanjut. Selain digunakan kampung Naufal, kini instalasi listrik bersumber dari pohon kedondong itu telah digunakan desa terpencil di Tampur Paloh, Aceh Timur, sebuah desa yang sehari-harinya belum dialiri listrik dari mana-mana, kecuali sebagian warganya mampu membeli genset bersuara parau.
Berkat niat baik dan kecerdasannya tersebut, Naufal sempat diundang Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jonan Ignasius 19 Mei kemarin. Di sana Naufal menceritakan tentang penemuannya yang masih dalam tahap pengembangan, karena cuma bisa mengaliri listrik desanya dan desa terpencil di Tampur Paloh dengan aliran kecil. Satu lubang pada pohon kedondong cuma bisa menghasilkan tegangan 1 Volt, sementara satu pohon kedondong cuma bisa dibikinkan 4 lubang, kata Naufal pada wartawan.
Belum lagi, energi listrik itu tidak bisa didapat terus-menerus selama 24 jam, karena pohon kedondong butuh “mengisi ulang” tenaganya untuk bisa menghasilkan listrik lagi. Untuk menyalakan satu lampu, ia menambahkan, setidak-tidaknya dibutuhkan empat pohon kedondong pagar yang sudah dipasang tembaga dan logam.
Lalu kenapa pohon kedondong?
Naufal mengaku sudah melakukan percobaan lebih dari 60 kali, sebelum akhirnya menemukan manfaat lain pohon kedondong ini. Berawal dari pelajaran IPA yang dipelajarinya di sekolah dua tahun sebelumnya, Naufal diajarkan tentang buah-buah asam yang dapat menghasilkan energi listrik. Bermodalkan sebaris pengetahuan itu, ia lalu mencoba berbagai macam pohon buah, dari mangga, belimbing, hingga asam jawa.
"Masing-masing pohon itu ada keunggulannya. Kenapa kedondong pagar? Karena, memiliki batang yang besar, mudah tumbuhnya, jika kita kupaskan kulitnya dia tidak busuk malah menyembuhkan dirinya, recovery," ungkapnya, seperti dikutip dari Antara.
Pohon kedondong yang digunakan Naufal sendiri adalah jenis Kedondong Pagar, yang batangnya lebih tebal ketimbang pohon kedondong jenis lainnya. Kebetulan, jenis tersebut adalah tanaman liar yang banyak tumbuh di Langsa.
Lalu bagaimana dengan nasib penemuan Naufal ini? Akankah energi listrik alternatif dari pohon kedondong bisa membantu ratusan desa lain di negeri ini yang masih belum tersentuh listrik?
Sayangnya, belum. Menurut Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), temuan itu masih perlu dikembangkan lagi.
“Yang dilakukan oleh Naufal itu pembuktian teori baterai Volta atau Daniel Cell,” kata Prof Eniya L. Dewi, Deputi Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi BPPT. Menurut Eniya, hipotesis Naufal yang menggunakan buah asam sebagai sumber listrik memang sudah benar. “Pada dasarnya semua makanan dan minuman yang mengandung asam dapat menjadi sumber energi baterai,” ungkap Eniya.
Namun, ditambahkan Eniya, sumber energi tersebut belum mampu untuk menghasilkan kekuatan arus listrik yang dapat berlangsung lama dan stabil. Sehingga belum bisa jadi sumber listrik mumpuni dan dapat digunakan sehari-hari.
Eniya mencontohkan percobaan menggunakan buah lemon sebagai sumber listrik mengisi daya baterai ponsel. Katanya, untuk mengisi daya baterai ponsel sebesar 500mA atau 0,5 A saja, dibutuhkan 16.500 buah lemon. Hal itu bahkan baru berhasil jika menggunakan elektroda yang punya kemampuan paling bagus untuk mengantarkan listrik, yaitu litium dan emas. Dibanding dengan listrik rumahan yang harganya berkisar Rp1.352 per kwh (hitungan per 1 Mei 2017), tentu saja biaya untuk mengumpulkan ribuan lemon itu serta membeli elektrodanya sangat-sangat besar, sehingga tidak efektif dan efisien.
Menurut Kepala Balai Besar Teknologi Konversi Energi (B2TKE) BPPT Andhika Prastawa, masalah biaya besar yang dihadapi sumber energi dari lemon adalah masalah serupa yang dihadapi listrik pohon kedondong temuan Naufal. “Memang pasti ada baik buruknya, kan,” kata Andhika.
Senin, 22 Mei kemarin, Andhika mengirim dua orang bawahannya untuk mengecek dan meneliti temuan Naufal di Aceh. Dari penelitian itu, BPPT berkesimpulan bahwa kemampuan listrik pohon kedondong ini memang masih belum bisa mencukupi kebutuhan listrik secara wajar.
Dalam rangkaian Naufal, ia membutuhkan 6 pohon kedondong yang masing-masing dipakaikan 6 pasang seng dan tembaga sebagai elektrodanya. Temuan BPPT mengungkap, 6 pohon kedondong tersebut hanya sanggup mencatu satu buah lampu tidak lebih dari 20 menit, dengan perkiraan enegrgi sekitar 1,7 Wh, atau 1,7 W selama 1 jam.
Artinya, kata Andhika, jika ingin menghasilkan tegangan lebih tinggi, diperlukan elektroda dengan kekuatan mengantarkan listrik yang lebih tinggi, misalnya emas dan litium, atau jumlah pohon yang lebih banyak lagi. Tentu saja jumlah pohon ini akan memakan tempat yang juga luas.
Namun, bukan berarti temuan Naufal ini adalah kesia-siaan.
BPPT sendiri, baik Eniya dan Andhika, mengapresiasi kerja keras dan niat mulia Naufal membantu ketersediaan listrik di desanya. Bahkan, Eniya berulang kali mengumbar keyakinannya pada masa depan Naufal sebagai peneliti terbaik Indonesia, kelak. “Anak ini harus dipantau dan dibina terus, dia sudah punya bibit yang baik,” kata Eniya.
Ditambahkan Andhika, temuan Naufal ini masih dapat digunakan desa-desa tidak beraliran listrik jika dikombinasikan dengan teknologi lain seperti listrik kincir angin dan panel surya.
“Karena listrik dari pohon kedondong ini kecil dan tidak bisa mengalir terus menerus, kita sebenarnya masih bisa menggabungkannya dengan teknologi lain dan menyimpan energinya dalam bentuk baterai,” kata Andhika. “Misalnya digabung dengan listrik kincir angin dan panel surya. Jadi, ketika cuaca mendung, listrik bisa diperoleh dari kincir angin. Ketika cuaca mendung dan tidak berangin, baterai masih bisa diisi dengan listrik dari pohon. Sistem ini bisa menutupi kekurangan teknologi listrik alternatif lainnya.”
Penulis: Aulia Adam
Editor: Maulida Sri Handayani