Menuju konten utama

Bahas Vaksin untuk Negara Muslim, OKI akan Gelar Forum di Jakarta

Indonesia akan menjadi tuan rumah pertemuan negara-negara OKI dalam membahas strategi mewujudkan kemandirian dalam produksi vaksin dan obat.

Bahas Vaksin untuk Negara Muslim, OKI akan Gelar Forum di Jakarta
(Ilustrasi) Petugas memberikan vaksin Measless Rubella (MR) kepada pelajar saat acara Pencanangan Kampanye Imunisasi MR di Madrasah Tsanawiah 10, Sleman, DI Yogyakarta, Senin (1/8/2017). ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko.

tirto.id - Negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) akan menggelar pertemuan untuk membahas isu kemandirian dalam produksi vaksin dan obat-obatan, di Jakarta, pada November 2018.

Untuk persiapan penyelenggaraan forum itu, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI Penny K. Lukito menggelar pertemuan dengan para duta besar negara anggota OKI hari ini.

“Pertemuan pada November nanti diharapkan dapat meningkatkan kerja sama antara pihak berwenang yang bertanggung jawab mengawal obat-obatan, juga dapat meningkatkan perdagangan dan kerja sama ekonomi di bidang obat-obatan, termasuk vaksin,” kata Penny dalam siaran resmi BPOM yang diterima Tirto pada Selasa (21/8/2018).

Menurut Penny, pertemuan tersebut akan mengundang perwakilan dari 57 negara anggota OKI, Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan negara pengamat. Selain itu, pertemuan itu direncanakan akan dihadiri pula oleh pimpinan Badan Pengawas Obat negara-negara anggota OKI.

Penny menjelaskan isu mengenai ketersediaan vaksin dan obat di negara-negara anggota OKI semakin penting. Menurut dia, hingga kini mayoritas negara-negara anggota OKI masih mengandalkan vaksin dan obat-obatan impor.

Dia mencatat baru segelintir negara OKI yang memiliki kapasitas produksi vaksin dan obat. Sejumlah negara itu ialah Iran, Senegal, Uzbekistan, Bangladesh, Tunisia, Mesir dan Indonesia.

Penny menjelaskan, berdasar data WHO, masih ada 30 persen warga di dunia yang kekurangan akses terhadap obat-obatan bersifat untuk penyelamat jiwa. Penyebabnya ialah pabrik obat dan vaksin yang minim serta keterbatasan kapasitas negara di bidang farmasi maupun pembiayaan produksinya.

“Kondisi ini juga terjadi di beberapa negara anggota OKI,” kata Penny.

Dia menambahkan pertemuan OKI pada November mendatang penting sebab untuk pertama kalinya, negara-negara OKI berdiskusi untuk membahas strategi mendorong kemandirian di produksi vaksin dan obat. Pertemuan itu juga diharapkan membangun komitmen kerja sama dagang antara negara-negara OKI di bidang farmasi.

“Produsen obat di Indonesia, PT. Bio Farma, memiliki produk vaksin terbanyak yang mendapatkan prekualifikasi dari WHO sehingga diizinkan mensuplai vaksin ke sejumlah negara, termasuk ke-48 negara OKI,” ujar Penny.

Sementara itu, isu mengenai kelayakan produk vaksin bagi warga muslim sedang marak dibicarakan di dalam negeri. Sorotan mengarah pada Vaksin Measles-Rubella (MR) produksi Serum Institute of India (SII) yang selama ini dipakai Kementerian Kesehatan dalam program imunisasi nasional.

Belakangan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan, meski Vaksi MR mengandung bahan babi dan pada dasarnya haram, warga muslim diperbolehkan menggunakannya. MUI beralasan hukum mubah atau boleh untuk penggunaan Vaksin MR karena ada kondisi keterpaksaan (dlarurat syar’iyyah).

Sebab, menurut Komisi Fatwa MUI, sampai saat ini belum ditemukan Vaksin MR yang halal dan suci. Sementara imunisasi Vaksin MR diperlukan untuk mencegah bahaya pada kesehatan.

Baca juga artikel terkait VAKSIN atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom