tirto.id - Dimas Nurzaman, 29 tahun, tak pernah menyangka, Rabu dini hari (1/11) jadi hari nahas baginya saat berangkat tugas ke luar kota. Angkot yang ia tumpangi menabrak trotoar dan bus, hingga berbalik jalur di kawasan Ciputat, Tangerang Selatan,Banten.
Celakanya, saat insiden tak ada satupun orang sekitar segera menolong. Orang-orang malah sibuk merekam kejadian yang menimpa dirinya dan beberapa penumpang dan sopir angkot. Dimas dan penumpang lainnya masih dalam kondisi sadar berusaha menyelamatkan diri dari dalam mobil. Namun, mirisnya, saat sopir angkot yang semula tak sadarkan diri mulai bangun, malah kena amuk massa.
“Saya tarik yang mukulin, minta mereka buat gotong si kakek dulu karena dia belum sadar. Tapi malah ditolak. Mau mukulin dulu katanya," kenang Dimas.
Baca juga:Pemerintah Dorong Angkutan Umum Terdaftar
Penderitaan Dimas dan penumpang korban kecelakaan belum berakhir. Setelah evakuasi, tak ada taksi atau mobil mau memberi tumpangan kepada korban yang luka parah ke rumah sakit. Dimas akhirnya berhasil membujuk pengendara sepeda motor untuk mengantar para korban ke RS Syarif Hidayatullah Jakarta.
“Di sela-sela itu, orang-orang masih sempat-sempatnya tanya-tanya kejadian. Kami korban, tapi kami juga yang hubungi polisi, ambulan, dan jalan sendiri ke RS,” keluh Dimas.
Baca juga:Jangan Memakai Earphone saat Mengemudi
Selain pengalaman Dimas, kejadian di Batam pada Agustus lalu, seorang pelajar SMA dibiarkan merenggang nyawa selama tiga jam setelah kecelakaan. Sang ayah yang baru datang ke lokasi kejadian berteriak histeris, melihat jasad anaknya hanya ditutupi selembar koran. Ia bertanya pada warga sekitar yang hanya menonton dan tak langsung membawa anaknya ke Rumah Sakit.
Kisah Dimas dan korban kecelakaan lalu lintas lainnya yang seolah diabaikan oleh masyarakat menjadi kenyataan di lapangan. Beberapa kejadian kecelakaan di jalan, orang-orang cenderung datang untuk menonton dan sekadar ingin tahu kronologi kejadian. Namun, bukan berarti semua kejadian kecelakaan punya respons yang sama, ada juga yang mendapatkan respons pertolongan yang cepat dari masyarakat sekitar.
Baca juga:Smartphone Sebabkan Angka Kecelakaan Meningkat
Soal Hukum dan Solidaritas
Seberapa banyak orang merespons terhadap kejadian kecelakaan jalan raya? Sebuah studi di India setidaknya mencoba menjawabnya. Survei yang dilakukan oleh SaveLIFE, yayasan nonprofit di India yang fokus mengajarkan keselamatan berkendara dan pertolongan darurat, mendapati temuan yang mencengangkan. Pada 2013, mereka melakukan jejak pendapat mengenai keselamatan berkendara. Hasilnya sebanyak 74 persen orang tak akan membantu korban kecelakaan.
Alasannya bermacam-macam, mulai dari takut dituduh menjadi salah satu penyebab kecelakaan. Khawatir berurusan dengan pihak kepolisian. Enggan kehilangan waktu yang akan tersita untuk memberi keterangan atau malah jadi dipidanakan. Selain itu, ada yang beralasan takut mendapat tagihan biaya rumah sakit. Alasan-alasan semacam ini barangkali juga menjadi pertimbangan orang-orang yang datang saat kecelakaan menimpa Dimas beberapa waktu lalu dan korban kecelakaan lainnya.
Sosiolog Sigit Rochadi melihat fenomena antipati pada korban kecelakaan sebagai degradasi solidaritas di masyarakat. Terlebih, pada mereka yang mementingkan mengabadikan gambar kejadian dan para korban kecelakaan. Ada anggapan dengan mengabarkan kejadian tersebut maka orang-orang turut berjasa memberi informasi kepada masyarakat.
“Ia pikir eksistensi dan aktualisasi dirinya akan terpelihara dengan mempublikasikan kejadian tersebut,” katanya kepada Tirto.
Baca juga:Kenaikan Santunan Korban Kecelakaan
Padahal, menolong korban kecelakaan merupakan keharusan yang sudah diatur dalam pasal 531 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal tersebut menyatakan siapapun yang menyaksikan orang dalam bahaya maut, tapi lalai memberikan pertolongan dan korbannya jadi kehilangan nyawa, padahal ia mampu memberikan pertolongan tersebut. Maka dapat dipidana selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp4.500.
“Memang seharusnya kalau melihat korban, dibantu dulu, itu yang utama. Kalau parah, bawa ke rumah sakit. Ada sanksinya kalau dia tinggalkan korban dalam keadaan parah,” kata Dirlantas Kombes Halim Pagarra kepada Tirto.
Ada beberapa langkah yang perlu dilakukan ketika mendapati korban kecelakaan. Pertama, adalah memastikan keamanan diri sendiri sebagai penolong. Lihat area sekitar, sterilkan agar tak ada korban tambahan akibat area berbahaya. Kedua, minta orang di sekitar menelepon layanan darurat dan mencari alat-alat pertolongan pertama.
Baca juga:Tak Perlu jadi Superman untuk Tolong Korban Henti Jantung
Ketiga, memeriksa napas korban yang tidak sadarkan diri. Jika masih bernapas pastikan posisi jalan napas tetap terbuka dan teruslah bicara pada korban. Keempat, pindahkan korban sadar ke tempat aman. Bantu korban tetap hangat dan tenang, lalu hubungi keluarga terdekat.
Carilah kemungkinan adanya pendarahan dan luka yang mengancam jiwa. Jika terdapat pendarahan atau patah tulang, beri pertolongan. Caranya perban bagian tubuh yang patah dengan papan dan kain untuk menghindari pergerakan yang membuat kondisi semakin parah.
Sikap merespons cepat membantu korban kecelakaan termasuk di jalan raya setidaknya bisa menekan risiko korban tak tertolong nyawanya. Ini bisa terjadi bila ada kesadaran bahwa kecelakaan bisa menimpa siapa saja termasuk bagi orang-orang yang selama ini tak peduli untuk memberi pertolongan.
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Suhendra